Tampilkan postingan dengan label DJP. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DJP. Tampilkan semua postingan
Cara Cepat Update eFaktur Versi 2.0

Cara Cepat Update eFaktur Versi 2.0

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara resmi sudah mengeluarkan update aplikasi e-faktur 2.0 pada awal Oktober 2017 lalu. Bagi pengguna aplikasi e-faktur versi sebelumnya, update aplikasi dapat dilakukan dengan dua cara. Yaitu dengan menjalankan autoupdate pada aplikasi atau dilakukan secara manual. Lebih jauh, mari kita simak cara cepat update aplikasi e-faktur yang akan diulas dalam artikel ini.

Cara autoupdate, adalah yang paling sederhana dan lebih baik untuk dijalankan terlebih dahulu. Sebagai saran, jika nanti gagal, barulah update manual bisa dilakukan. Bagaimana caranya?

Untuk autoupdate, hal pertama yang perlu dilakukan adalah membuka aplikasi e-Faktur Pajak atau jalankan file etaxinvoice lalu tunggu proses update. Perlu diperhatikan, pastikan Anda terhubung dengan koneksi internet yang tidak lemah. Jika koneksi internet bagus, kemungkinan besar langkah ini akan berhasil.

Umumnya, langkah autoupdate dengan menggunakan cara di atas hanya memerlukan waktu sekitar empat menit. Namun, sekali lagi, tergantung cepat atau lambatnya koneksi internet yang terhubung.



Saat autoupdate berhasil dilakukan, akan muncul notifikasi seperti gambar di bawah ini di layar komputer atau laptop Anda:


Jika ternyata Anda gagal melakukan update e-Faktur versi 2.0, artinya sudah saatnya Anda melakukan update secara manual. Caranya mudah, Anda cukup download efaktur versi 2.0 yang sesuai dengan spesifikasi komputer Anda di website https://efaktur.pajak.go.id.

Selanjutnya, Anda harus mengekstrak file sudah di download hingga muncul file folder aplikasi e-Faktur. Kemudian, salin folder DB dari aplikasi eFaktur lama dan paste di dalam folder aplikasi eFaktur yang baru.


Di dalam folder aplikasi eFaktur yang baru, silakan jalankan file etaxinvoiceupd.exe untuk upgrade versi file DB. Tunggu kurang lebih selama tiga sampai empat menit hingga proses loading selesai. Jangan bingung jika tidak ada notifikasi berhasil dan pastikan koneksi internet Anda dalam keadaan stabil.



Saat ini, Anda belum tahu apakah sudah berhasil update e-Faktur 2017 atau belum. Buka aplikasi eFaktur seperti biasa atau coba jalankan etaxinvoice. Jika terdapat peringatan yang berisi perbedaan antara versi aplikasi dan versi DB, maka sungguh disayangkan proses update yang Anda lakukan belum berhasil. Jangan khawatir, Anda dapat mengulangi proses ini, namun kali ini dengan koneksi internet yang stabil dan bagus.


Ini Sanksi Berat Bagi PKP yang Tidak e-Faktur

Ini Sanksi Berat Bagi PKP yang Tidak e-Faktur

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mewajibkan semua Pengusaha Kena Pajak (PKP) se-Indonesia untuk menggunakan faktur pajak elektronik atau e-Faktur per 1 Juli tahun silam. Lantas, apa yang akan menimpa PKP jika tidak menggunakan e-Faktur?


Pertama, PKP yang tidak membuat e-Faktur atau membuat e-Faktur namun tidak mengikuti tata cara yang telah ditentukan, dianggap tidak membuat faktur pajak dan dikenai sanksi administrasi; denda sebesar dua persen dari dasar pengenaan pajak.


Kedua, faktur pajak yang tidak dalam bentuk e-Faktur, atau dalam bentuk e-Faktur tapi tidak sesuai tata cara yang ditetapkan, tidak dapat dijadikan pajak masukan bagi pembeli barang kena pajak dan/atau penerima jasa kena pajak.


Oleh karena itu, seluruh pembeli barang kena pajak dan/atau penerima jasa kena pajak yang menerima faktur pajak dari PKP, diimbau agar memastikan bahwa faktur pajak yang diterima tersebut merupakan e-Faktur yang sah.


Di samping itu, PKP juga diharapkan dapat memastikan keterangan yang tercantum dalam e-Faktur tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Validasi dapat dilakukan melalui fitur pajak masukan pada aplikasi e-Faktur, atau pemindaian QR Code yang tertera pada e-Faktur.


Namun demikian, Peraturan Direktur Jenderal Pajak no PER-16/PJ/2014 menyatakan kewajiban pembuatan e-Faktur dikecualikan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak:


A. Yang dilakukan oleh pedagang eceran;
B. Yang dilakukan oleh PKP Toko Retail kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri; dan
C. Yang bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilainya berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak .

Selain 3 penyerahan di atas, maka semua PKP, tanpa terkecuali, diwajibkan untuk membuat e-Faktur. Pembuatan e-Faktur ini ditujukan untuk memverifikasi setiap faktur pajak agar mengurangi risiko faktur pajak yang tidak sah atau tidak lengkap. Dengan adanya sistem e-Faktur, maka semua PKP diharapkan agar dapat memperhatikan segala aspek, terutama denda, bila tidak membuat e-Faktur.


Cek tulisan terbaru di aguspajak.com/blog 

 


Ini Manfaat dan Kelebihan e-Faktur yang Perlu Diketahui

Ini Manfaat dan Kelebihan e-Faktur yang Perlu Diketahui

Faktur pajak elektronik atau e-Faktur adalah aplikasi yang telah ditentukan dan disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam membuat faktur pajak. Pemberlakuan e-Faktur dilakukan secara bertahap sejak 1 Juli 2014 kepada para PKP tertentu, 1 Juli 2015 kepada PKP di wilayah Jawa dan Bali, hingga akhirnya DJP menetapkan seluruh PKP se-Indonesia harus menggunakan e-Faktur per 1 Juli 2016.

Lalu mengapa PKP diharuskan menggunakan e-Faktur dan meninggalkan cara lama (manual) yang telah bertahun-tahun digunakan? Jawabannya, adalah karena faktur pajak elektronik memiliki banyak manfaat baik bagi penjual, pembeli, dan DJP.


Penjual kini tak perlu repot membubuhkan tanda tangan karena sudah ada tanda tangan elektronik, hemat waktu karena dapat mendapatkan nomor seri faktur pajak tanpa harus datang ke KPP, mengurangi penggunaan kertas, dan yang paling penting adalah terhindar dari faktur pajak tidak lengkap karena semua data di eFaktur langsung terverifikasi oleh DJP.

Pembeli pun demikian, ia terlindungi dari penyalahgunaan faktur pajak tidak sah lantaran e-Faktur dilengkapi dengan pengaman berupa QR code yang dapat di verifikasi dengan cara di-scan. Sehingga, PKP pembeli mendapatkan kepastian bahwa PPN yang dibayarkan oleh pembeli datanya telah dilaporkan ke DJP oleh penjual.

Begitu pula dengan DJP yang mendapatkan kendali penuh secara real time atas semua faktur pajak yang di-upload dan dilaporkan oleh para PKP. Sehingga risiko penyalahgunaan faktur pajak oleh PKP yang nakal dapat diminimalisir. Proses korespondensi antara KPP dan PKP pun dapat lebih cepat dilakukan karena pengecekannya kini bisa dilakukan secara online.

Terlepas dari banyaknya manfaat e-Faktur, inti dari pemerintah menetapkan kewajiban penggunaannya adalah untuk memberikan keamanan, kenyamanan, dan kemudahan bagi Pengusaha Kena Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan mereka khususnya PPN. PKP yang melanggar aturan tersebut bakal dikenakan sanksi pajak sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku.

Lantas, bagaimana cara membuat faktur pajak online? Pertama, Anda harus melengkapi tiga formulir yaitu, Surat Permintaan Sertifikat Elektronik, Surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password, serta Surat Permohonan Aktivasi Akun PKP. Kemudian, Anda harus datang ke KPP sesuai tempat (PKP) terdaftar dan Anda dapat melakukan aktivasi akun PKP di KPP dengan membawa Surat Penyetujuan Kode Aktivasi, kata sandi dari DJP, dan Surat Permohonan Aktivasi Akun PKP.

Selanjutnya, lakukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak pada website e-Nofa pajak (efaktur.pajak.go.id) dan silakan menginput nomor tersebut di aplikasi e-Faktur yang bisa Anda dapatkan di website DJP. Saat ini, DJP telah mengesahkan satu-satunya penyedia jasa aplikasi (Application Service Provider/ASP) yang menyediakan layanan pembuat e-Faktur. ASP ini adalah OnlinePajak.

Ada banyak manfaat membuat eFaktur dengan OnlinePajak. Di antaranya adalah tidak perlu melakukan instalasi manual aplikasi eFaktur karena OnlinePajak berbasis web. Maka dari itu, Anda dapat membuat e-Faktur pajak online dari mana saja dan kapan saja.

Selain itu, Anda tak perlu repot input manual satu per satu jika memiliki ribuan data faktur di software yang Anda gunakan. Sebab, Anda dapat meng-impor data faktur ke OnlinePajak dan membuat e-Faktur dengan satu klik gratis untuk selamanya. Selengkapnya klik https://www.online-pajak.com/id/e-faktur.


7 Fakta Lapor Pajak Online dengan e-Filing

7 Fakta Lapor Pajak Online dengan e-Filing


e-Filing adalah salah satu metode menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) secara elektronik, melalui jaringan internet, yang dapat dilakukan melalui website Direktorat Jenderal Pajak. Penggunaan e-Filing merupakan bagian dari upaya mempermudah para Wajib Pajak melaporkan pajaknya.


Ya, tak dapat dipungkiri e-Filing memberikan banyak manfaat bagi penggunanya. Kini Wajib Pajak tak perlu lagi mengantre di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) pada saat pelaporan SPT. Hal ini dilakukan karena sifat e-Filing berbasiskan internet, artinya dapat dilakukan di mana saja selama Wajib Pajak terhubung dengan internet. Simak 7 fakta lapor pajak online dengan e-Filing berikut ini :

1. Sebelum melakukan e-Filing, Anda harus mendapatkan nomor identifikasi yang dikenal dengan Electronic Filing Identification Number (EFIN). Bagaimana cara mendapatkan EFIN? Wajib Pajak harus mendatangi KPP terdekat dan menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pastikan untuk menyimpan EFIN yang telah diperoleh tersebut.

2. e-Filing dapat dilakukan di website resmi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, atau melalui website penyedia jasa aplikasi (Application Service Provider/ASP). Saat ini, terdapat sejumlah ASP yang sudah ditunjuk resmi oleh DJP dalam hal e-Filing Pajak, salah satunya adalah OnlinePajak.

3. DJP memperpanjang batas waktu pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi dari 31 Maret 2016 menjadi 30 April 2016. Salah satu alasannya, karena terkendala gangguan sistem SPT online atau server down.

4. Jika Anda melaporkan pajak secara online, secara tidak langsung Anda telah mengurangi penebangan ratusan pohon untuk menghasilkan jutaan kertas, dan menambah oksigen bagi ribuan orang per hari.

5. Penggunaan e-Filing pajak  mengurangi beban administrasi DJP untuk menerima dan menyimpan SPT fisik karena penerimaan laporan yang dibuat oleh Wajib Pajak menggunakan sarana internet.

6. Direktorat Jenderal Pajak mencatat pelaporan SPT pajak tahunan menggunakan SPT elektronik (e-filing) hingga akhir April 2016 telah mencapai target 7 juta Wajib Pajak. Adapun rincian pelaporan SPT menggunakan e-filing, yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi sebesar 6.941.150. Sementara, sisanya 296.131 adalah Wajib Pajak Badan.

7. Sebagai kompensasi mundurnya batas waktu pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan PPh Orang Pribadi menjadi 30 April 2016, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menghapus sanksi administrasi sebesar Rp 100 ribu. Denda tersebut pada dasarnya dikenakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang terlambat melaporkan pajaknya.





djponline yang katanya sering maintenance

djponline yang katanya sering maintenance

Beberapa error di djponline
Setiap Wajib Pajak yang datang ke meja saya, selau saya promokan laman djponline. Apa dan bagaimana djponline. Karena nantinya djponline akan jadi pintu gerbang andalan Wajib Pajak dan DJP. Dari sekian tamu yang datang, salah seorang tamu bertanya, "DJP itu apa pak?" Saya ketawa karena orang yang sering datang ke kantor pajak pun tidak tahu kepanjangan dari DJP. Saya bilang, "Direktorat Jenderal Pajak".  Mungkin orang tersebut tahunya kantor pajak heheheh.


Nah, laman djponline.pajak.go.id tahun 2016 akan menjadi sangat ramai. Pertama, karena Wajib Pajak Orang Pribadi didorong untuk melaporkan SPT Tahunan melalui laman ini. Apalagi sudah pernah efiling sebelumnya. Kedua  Wajib Pajak yang sudah memiliki sertifikat efaktur, wajib lapor SPT Tahunan melalui laman ini. Kalau masih pakai SPT manual, sistem akan menolak. Tidak keluar tanda terima.

Pasal 4 Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-3/PJ/2015 mengatur:
Wajib Pajak harus menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan dalam bentuk dokumen elektronik, dalam hal memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Wajib Pajak yang diwajibkan menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam bentuk dokumen elektronik sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan dan memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan;
 

b. Wajib Pajak yang diwajibkan menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dalam bentuk  dokumen elektronik sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan dan memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan;
 

c. Wajib Pajak yang sudah pernah menyampaikan SPT Elektronik; atau
 

d. Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus dan Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar. 

Belum lagi yang akan membuat ebilling. DJPonline selain tempat lapor pajak, juga tempat membuat kode billing. Jadi jika wajib pajak akan setor pajak, dia buat dulu kode billing kemudian cetak. Nah, berdasarkan id billing tersebut bank atau Pos kemudian membukukan dan menerima setoran pajak.

Karena ramainya, kemudian masalah timbul. Sering down. Bahkan di twitter DJP sudah mengakui dan meminta maaf atas masalah ini.
Tweet DJP pada tanggal 1 Maret 2016 pagi
Nah, supaya tidak langsung memvonis server lagi down, silakan perhatikan kode error yang muncul di djponline. Dan temukan solusinya.

  • Kode Error SO001 NPWP Tidak Ditemukan. Penyebab: NPWP Tidak Terdaftar di Master File WP atau WebServer Service Master File “Out Of Service”. Solusi: Registrasi WP atau Menunggu dan mencoba untuk  ulangi kembali. Untuk NPWP tidak terdaftar, seharusnya WP sendiri yang lebih tahu.
  • Kode Error SO002 Data Pengguna Tidak Ditemukan. Penyebab: Wajib Pajak Belum Terdaftar di DJP Online. Solusi: Registrasi DJP Online
  • Kode Error SO003 Password Tidak Sesuai. Solusi: Ingat-ingat kembali password
  • Kode Error SO004 Pengguna Belum Aktif. Solusi: Aktivasi dulu link dari email
  • Kode Error SO005 Email Sudah Digunakan. Penyebab: Proses login dari User SSE yg dimigrasikan. Solusi: Wajib pajak melakukan reset password sekaligus dengan mengubah email
  • Kode Error SO006 Kegagalan Autentikasi
  • Kode Error SO007 Invalid Credential. Penyebab: NPWP tidak lengkap atau password tidak diisi. Solusi: Lengkapi isian NPWP (15 digit angka saja) Lengkapi isian password
  • Kode Error REG001 NPWP Tidak Terdaftar. Penyebab: NPWP Tidak Terdaftar di Master File WP atau WebServer Service Master File “Out Of Service”. Solusi: Registrasi WP atau Menunggu dan mencoba untuk  ulangi kembali
  • Kode Error REG002 NPWP Non Efektif. Solusi: Aktifkan kembali NPWP ke KPP
  • Kode Error REG003 NPWP DE. NPWP sudah dihapus.
  • Kode Error REG005 EFIN Tidak Ditemukan. Penyebab: WP belum memiliki EFIN. Solusi: Daftar EFIN ke KPP
  • Kode Error REG006 EFIN belum diaktivasi. Penyebab: EFIN Blast belum diaktifkan. Solusi: Aktivasi EFIN dengan aplikasi EFIN
  • Kode Error REG029 Aktivasi Tidak Berhasil.  Penyebab: Kegagalan pendaftaran MPN Biller. Solusi: Informasikan ke call center 1500200
  • Kode Error REG029A Aktivasi Tidak Berhasil. Penyebab: Kegagalan Membuat Koneksi ke MPN Biller. Solusi: Informasikan ke call center 1500200

Ternyata solusi jitu itu call center 1500200 alias Kring Pajak. 

Call center juga ada akun twitternya di @kring_pajak
Silakan di follow!


Oh ya, EFIN adalah kunci reset.  Apa yang direset:
1. lupa password efiling;
2. lupa email untuk efiling;
3. email efiling sudah tidak aktif lagi

Dengan EFIN kita bisa klik "Lupa Password" kemudian direset lagi. Dan ikuti langkah selanjutnya. 

Tetapi jika lupa EFIN, silakan datang ke kantor pajak untuk cetak ulang EFIN.
Petugas EFIN ada di seksi Pelayanan.
   


Indonesia Butuh Badan Otonomi Pajak

Indonesia Butuh Badan Otonomi Pajak

Indonesia Butuh Badan Otonomi Pajak Judul diatas adalah judul tulisan pegawai DJP, Wiyoso Hadi, yang dimuat di laman DJP. Saya sengaja mengutip beberapa kalimat dari tulisan tersebut untuk mengingatkan bahwa NKRI memang butuh semua lembaga atau otoritas pajak yang otonom. Asisten Peneliti Pusat Kajian Ilmu Administrasi cluster perpajakan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Maria Tambunan, menyebut bahwa kewenangan yang dimiliki oleh administrasi perpajakan Indonesia tidak cukup luwes dibandingkan dengan negara lain yang status kelembagaannya sama seperti Indonesia yaitu Thailand dan India.


Tanpa adanya kewenangan untuk membuat kantor pelayanan pajak baru, menambah pegawai baru, menaikan remunerasi bagi pegawai yang berprestasi dan memberi tunjangan daerah terpencil bagi pegawai yang ditempatkan di daerah-daerah terpencil, sebagaimana kondisi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sekarang sebagai otoritas pajak Indonesia, maka mustahil untuk memenuhi target penerimaan negara tersebut.

Pembentukan Badan Otonomi Pajak bukan sekadar mengikuti trend negara-negara maju dan berkembang lainnya yang dalam tiga dasawarsa terakhir banyak yang merestrukturisasi otoritas pajaknya menjadi Badan Otonomi Pajak, namun karena memang kondisi obyektif perekonomian nasional dan global sekarang menuntut negara Indonesia untuk sesegera mungkin memiliki sebuah Badan Administrasi Pajak yang otonom agar efisien dan efektif dalam mengamankan penerimaan pajak demi keberlangsungan negara Indonesia yang kita cintai bersama.

Coba lihat tabel berikut:


Menurut studi Asia Development Bank tahun 2014, DJP paling tidak oke dibanding institusi sejenis. Paling banyak "tidak"nya dibanding tetangga lainnya. Hanya penugasan pegawai yang dimiliki oleh DJP. Sedangkan kewenangan lainnya sama seperti instansi lain di negeri ini, ditentukan oleh lembaga eksternal.

Kondisi ini seperti orang yang disuruh lari secepat-cepatnya mengejar target juara, tetapi beberapa anggota tubuh si pelari diikat. Sedangkan lawannya banyak yang tidak diikat. Bagaimana bisa jadi juara?

Semoga UU KUP yang baru, bisa menjadi dasar hukum untuk lembaga pajak baru yang otonom. Lembaga yang mulai beroperasi secara efektif paling lambat tanggal 1 Januari 2017. Lembaga yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.






Berharap Dengan Otoritas Pajak Modern

Berharap Dengan Otoritas Pajak Modern


The management of the ARA therefore h as significant independence in financial,  personnel and operational matter

Tahun 2016 ini pemerintah sudah mengusulkan RUU KUP baru. Dan bersama DPR, akan segera dibahas suatu lembaga baru yang "katanya" lebih modern. Menurut RUU yang diajukan, memang nama Direktorat Jenderal Pajak sudah tidak ada. Kemudian dimunculkan "lembaga". Disebutkan di Pasal 1, lembaga adalah lembaga pemerintah non kementerian yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian di Pasal 95 ayat (6) menyebut bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi, tata kerja, dan koordinasi  antara  Lembaga  dengan  Menteri Keuangan diatur dengan Peraturan Presiden.

 Walaupun UU KUP baru (bukan perubahan) belum ditetapkan, dan Perpres yang mengatur organisasi Lembaga belum diusulkan, tetap teman-teman internal DJP sudah menginginkan lembaga atau otoritas pajak yang independen. Independen bagaimana? Saya sarikan dan copy-kan impian lembaga independen dimaksud.

Otoritas pajak yang independen disebut di literatur sebagai Autonomous Revenue Authorities (sering disingkat ARA). ARA yang berdiri memiliki sejumlah ciri antara lain: 
  • Memiliki status hukum dan mandiri dari kekuasaan pihak eksekutif (Kementerian Keuangan) dengan tujuan bebas dari intervensi politik dalam operasional;
  • Diawasi dan dibawah kendali dewan manajemen independen yang anggotanya berasal dari banyak latar belakang;
  • Memiliki kejelasan masa kerja melalui proses seleksi yg baik dan jelas;
  • Mandiri dalam tata kelola keuangan, aset dan Sumber Daya Aparatur;
  • Menempatkan semua pegawai dengan ukuran yang jelas dan langsung berada dibawah direktur eksekutif yang ditunjuk dewan manajemen;
  • Memiliki anggaran yg lepas dr proses penganggaran tahunan lazimnya
  • Memiliki ketentuan remunerasi diluar kendali pemerintah yang berkuasa;
  • Adanya penggabungan fungsi pemungutan semua jenis pajak termasuk cukai
Pembentukan ARA yg diharapkan bersih, adil, transparan, dipercaya dan mampu mendulang lebih banyak uang untuk NKRI tanpa khawatir adanya kebocoran dalam prosesnya. 

Di konsep New Public Managamenet (NPM) bahwa manajemen harus fleksibel dalam mengelola sumber daya demi mencapai tujuan. Fleksibilitas itu hanya mungkin dilakukan dibawah payung otonomi. 

Manajemen harus mampu mengelola staf dalam hal memotivasi, reward, dan menghukum jika diperlukan. Selain itu, arahnya adalah agar manajemen lebh mudah dalam merumuskan remunerasi karena fiskus kerap kali berinteraksi dengan sejumlah profesi yang rentan dengan penyuapan. Jadi remunerasi tinggi tujuannya supaya anti-suap!

Empat alasan utama pentingnya ARA bagi Indonesia: 
  1. Justifikasi yang lebih ideologis untuk menciptakan perubahan secara organisasional, 
  2. Perubahan substansial dalam bentuk organisasi dapat digunakan sebagai alat untuk menerapkan sejumlah perubahan besar yang mendasar. 
  3. Membantu lembaga internasional berperan lebih besar dalam pengembangannya 
  4. Meningkatkan penerimaan pajak.
Penerimaan pajak meningkat, tax ratio diharapkan meningkat juga. Bagaimanapun pajak harus menjadi tumpuan APBN, bukan hutang! Jangan gadaikan NKRI heheheh....




      

Penyuluh Pajak

Penyuluh Pajak

Setiap pegawai DJP, dan saya tentu termasuk didalamnya, dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan penyuluhan. Hal ini ditegaskan oleh Direktorat P2 Humas. Dan gambar dibawah ini adalah bahan dari Rapim bulan Oktober 2008 kemarin.


Karena itu, blog ini sejalan dengan keinginan Direktorat P2 Humas tersebut :D



Kring Pajak & PER-39

Kring Pajak & PER-39

Silakan perhatikan gambar berikut :



ternyata banyak pertanyaan ke KRING PAJAK di 021.500200 tentang pelaporan SPT Tahunan PPh Pasal 21. Saya pikir ini wajar saja karena memang di UU KUP hasil amandemen tahun 2007 tidak menyebutkan batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Pasal 21. Justru yang diatur SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan.



PINTAR

PINTAR

Pintar bukan sembarang pintar! Ini bukan pintar dalam arti cerdas atau sinonimnya. Tetapi Pintar di Direktorat Jenderal Pajak adalah Project For Indonesia Tax For Administration Reform. Ya, dalam rangka reformasi perpajakan, bukan hanya struktur organisasi dan perangkat lunaknya saja tetap lebih komprehensif. Berikut komponen PINTAR :


Komponen A: Penyempurnaan Core Tax System berbasis IT, yang terdiri dari :
[1] Registration,
[2] ReturnsProcessing,
[3] TaxpayerAccounts,
[4] DocumentManagement,and
[5] SystemsArchitecture

Komponen B: Penyempurnaan manajemen SDM
Meliputi sistem penggajian, manajemen kepegawaian, pelatihan, uraian jabatan, kebijakan mutasi, dan proses perekrutan yang terintegrasi.

Komponen C: Penyempurnaan manajemen kepatuhan
Meliputi peningkatan sistem penilaian risiko, kebijakan dan program pemeriksaan, serta pelayanan Wajib Pajak.

Komponen D: Manajemen perubahan dan implementasi PINTAR
Meliputi pengembangan sistem informasi bagi pimpinan dalamr angka peningkatan pengendalian internal, kepatuhan internal, dan penjaminan kualitas, serta peningkatan manajemen perubahan melalui bantuan teknis.

Jika Bank Dunia [he .. he .. he .., ternyata ngutang pembiayaannya] setuju dengan program PINTAR ini maka PINTAR akan dilaksanakan mulai tahun 2009 sampai dengan 2013. Semoga dengan program PINTAR ini DJP akan lebih baik sesuai visinya sebagai lembaga yang dibanggakan masyarakat.

Bravo.


High Wealth Individual

High Wealth Individual

Mungkin sudah menjadi takdir orang-orang kaya bahwa mereka selalu mendapat perhatian. Ya, orang memandang dari kekayaan yang mereka miliki. Termasuk administrator pajak di Republik ini.

Ada kabar bahwa untuk individu-individu superkaya di Indonesia, khususnya yang berdomisili di Jakarta, akan dikumpulkan di KPP khusus dibawah Kanwil LTO [Kanwil Wajib Pajak Besar]. Artinya : mereka mendapatkan perlakuan khusus, dan mendapat perhatian khusus pula. Sesuai tupoksi Direktorat Jenderal Pajak, mereka tentu akan di perhatikan kewajiban perpajakannya.

Siapa yang dimaksud High Wealth Individual [HWI]? Direktorat Jenderal Pajak sementara ini ditentukan bagi merekan yang memiliki kekayaan 10 milyar rupiah atau lebih. Kabarnya sih telah dilakukan survey oleh konsultan independen untuk menentukan siapa yang memiliki total kekayaan Rp.10.000.000.000,00 atau lebih itu.


Bayar Pajak Harus Di Mana?

Bayar Pajak Harus Di Mana?

Pada harian “Pikiran Rakyat” tanggal 2 Juli 2008, ada surat pembaca yang mengeluhkan pelayanan di KPP Pratama. Berikut bunyi lengkap suratnya :

Pelayanan KPP Pratama Majalaya yang Lamban?

PADA 08 Mei 2008, saya mengajukan untuk membayar PBB di KPP Pratama Majalaya yang belum pernah saya bayar untuk rumah di Perumnas Rancaekek Kencana Kab. Bandung. Saya diberi tanda pendaftaran pelayanan PBB yang akan selesai 08 Juni 2008. Tanggal 10 Juni 2008 saya datang ke KPP Pratama Majalaya, tetapi ternyata sesudah 1 (satu) bulan berkas punya saya belum juga selesai. Saya tanyakan kepada bagian yang mengurus hal ini, ternyata tidak bisa menjawab kapan selesainya berkas punya saya. Untuk itu saya bertanya kepada Ka. KPP Pratama Majalaya.
1. Adakah standar operasi pekerjaan di tempat yang Bapak/Ibu pimpin?
2. Kalau ada, pernahkah dicek apakah standar pelayanan tersebut telah dipatuhi?
3. Apakah sudah dicantumkan di tempat yang jelas mengenai lama pelayanan dan sanksi yang dikenakan jika tidak tercapai?
4. Memangnya susah ya kalau kita mau bayar?

Perlu diketahui bahwa untuk menuju ke sana, saya sudah meluangkan waktu dan biaya (sebagaimana yang datang dari pacet). Kalau hal ini terjadi di saat digembar-gemborkan bahwa kita harus hemat dan efisien, ternyata realisasinya tidak ada, maka akan terjadi biaya ekonomi yang tinggi. Kapan kita akan bangkit kalau pelayanan publik tidak memberi contoh?

Subagyo, Ir.
Jln. Cikutra Baru XI No. 54
Bandung 40124
Telf. 022-70780548

Membaca surat tersebut, saya mengira bahwa Pak Subagyo akan membayar PBB di KPP Pratama Majalaya. Memang banyak orang yang beranggapan bahwa kantor pajak menerima pembayaran pajak. Terutama bagi Wajib Pajak yang jarang mengurus pajak. Mungkin kewajiban perpajakannya diurus oleh orang lain, pegawainya, atau bahkan konsultan. Padahal sudah sejak lama [saya sendiri tidak tahu sejak kapan] bahwa kantor pajak tidak menerima pembayaran pajak dari Wajib Pajak. Pembayaran pajak sejak dahulu di bank persepsi atau di Kantor Pos.

Pembayaran pajak sekarang sudah on-line antara Ditjen Pajak, Ditjen Perbendaharaan, dan kantor bank yang disebut MPN. Sebenarnya bukan hanya pembayaran pajak, tapi semua penerimaan negara yang akan masuk ke APBN seperti : Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP), Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP), Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan Pajak Pertambahan Nilai Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri (SSCP), Satu hal yang perlu dicatat bahwa setiap pembayaran pajak harus tercantum Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP)/Nomor Penerimaan Potongan (NPP).

Standar KPP Pratama mengharuskan adanya kantor kas bank di setiap KPP Pratama. Di kota Bandung, setahu saya, Ditjen Pajak telah bekerja sama dengan Bank BHP untuk membuka kantor kas. Sedangkan di Jakarta, ada Bank DKI. Fungsi kantor kas bank ini sebenarnya untuk memudahkan pembayaran pajak. Sehingga pelayanan satu atap bisa terwujud. Tidak kesana–kemari.

Tetapi, bisa jadi kantor kas bank tersebut tidak buka setiap hari. Atau Wajib Pajak datang pada siang hari, dan kantor kas bank sudah tutup. Pada kasus seperti ini tentu saja kantor kas bank sudah tidak menerima pembayaran pajak. Walaupun satu atap dengan KPP Pratama, tetapi kantor kas bank tersebut independen sehingga tidak bisa dipaksa untuk buka sampai jam lima sore waktu setempat.

Kemungkinan lain, ada sebagian Wajib Pajak yang biasa “mengurus” pembayaran PBB ke oknum atau calo di KP PBB. Ini penyakit lama. Sejak pembubaran KP PBB, memang keberadaan calo sudah diminimalisir [maunya sih bilang dihilangkan]. Sistem yang dibangun di KPP Pratama memang akan menyulitkan para calo.

Wajib Pajak yang mengalami kesulitan dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya bisa menghubungi AR. Setiap Wajib Pajak pasti memiliki AR. Jika Wajib Pajak mau mengurus PBB, maka dapat menanyakan AR tempat objek PBB tersebut berada. AR adalah petugas KPP Pratama yang bertugas menjadi mediator. Dan petugas AR berada di Seksi Waskon [pengawasan dan konsultasi]. Silakan menghubungi seksi Waskon!

Sebenarnya ada satu standar pelayanan KPP Pratama yang belum bisa diterapkan. Mungkin ke depan akan segera disempurnakan. Pelayanan yang dimaksud fasilitas help desk. Tempat Wajib Pajak bertanya. Mirip petugas customer service [CS] di kantor bank. Di bagian depan, kantor bank yang sudah modern selalu menyiapkan petugas teller dan CS. Jika KPP Pratama sudah menyediakan semacam CS, para Wajib Pajak yang datang ke kantor pajak pasti tidak akan bingung lagi.

Semoga.

Kantor Pajak Baru

Kantor Pajak Baru

Bagi pembaca yang belum jelas, ada perbedaan penamaan antara kantor pajak yang sudah modern dengan kantor pajak yang belum. Khususnya ditingkat KPP [kantor pelayanan pajak]. Sebelum modernisasi, ada tiga kantor pajak yang bisa berhubungan dengan Wajib Pajak : yaitu Karikpa, KPP, dan KP PBB.

Karikpa singkatan dari Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Biasanya satu Karikpa memiliki wilayah kerja beberapa KPP. Sesuai namanya, Karikpa hanya bertugas memeriksa kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Istilah resminya, menguji kepatuhan Wajib Pajak. Memang di KPP juga ada pemeriksaan, tapi di KPP pemeriksa-nya bukan fungsional pemeriksa dan biasanya pemeriksaan sederhana. Sedangkan di Karikpa pemeriksa-nya sudah fungsional pemeriksa pajak dan ruang lingkup pemeriksaan lebih luas atau all taxes.

KPP singkatan dari Kantor Pelayaran Pajak. Kantor ini melayani kewajiban perpajakan jenis pajak PPh, PPN, PPn BM, dan Bea Materi. Karena itu, di KPP ada seksi PPh Badan, Seksi PPh OP, Seksi PotPut, dan Seksi PPN.

KP PBB singkatan dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Kantor ini melayani kewajiban perpajakan jenis pajak PBB dan BPHTB. Kantor inilah yang menentukan NJOP dan menerbitkan SPPT PBB. Karena itu, keberatan PPB dan permintaan pengurangan PBB ke kantor ini.

Sedangkan kantor pajak yang sudah modern dinamakan KPP Pratama. KPP Pratama melayani semua jenis pajak, yaitu : PPh, PPN, PPn BM, PBB, BPHTB, dan Bea Materai. Sebenarnya, KPP Pratama merupakan gabungan dari KPP, KP PBB, dan Karikpa.

Karena itu, di KPP Pratama sudah ada fungsional pemeriksa pajak yang dulunya berada di Karikpa [atau di Kanwil], dan fungsional penilai yang dulunya berada di KP PBB. Salah satu ciri dari KPP Pratama adalah adanya petugas AR yang bisa diajak konsultasi masalah perpajakan oleh Wajib Pajak. Wajib Pajak tinggal datang ke KPP Pratama dan datang ke AR.

Jika kita belum tahu AR yang menangani kita, bisa langsung ditanyakan ke KPP Pratama. Setiap Wajib Pajak punya AR! Begitu juga sebaliknya, setiap Wajib Pajak diurus oleh seorang AR. Dan AR memiliki wilayah kerja tertentu yang bisa mengurus PBB atau BPHTB. Jadi, setiap wilayah kerja KPP Pratama, dibagi habis lagi dengan AR. Kita bisa menanyakan apa saja masalah perpajakan ke AR. Jika masih belum puas dengan jawaban AR, bisa tanya ke Kring Pajak di 021.500200

Standar dari DJP, setiap KPP memiliki [di KPP Pratama ada] kantor kas Bank tempat pembayaran pajak. Contohnya : di Jakarta, DJP bekerja sama dengan Bank DKI. Jadi Wajib Pajak bisa setor pajak di bank tersebut dan langsung lapor ke KPP Pratama. Selain itu, tempat pelayanan juga lebih nyaman.

Nah, sekarang ini di seluruh Indonesia kantor pajak sudah KPP Pratama. Tapi mungkin saja di beberapa wilayah, kantornya belum siap. Petugasnya belum lengkap. Harap maklum karena masih dalam proses. Tetapi secara formal, semua sudah modern. Nah ini dia daftarnya!

Daftar tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.01/2008 bertanggal 6 Mei 2008. Selain memuat daftar KPP Pratama dan KPP Madya, juga memuat wilayah kerja setiap KPP Pratama. Nah, jika kita mau ngurus PBB atau BPHTB tapi ragu mau ngurus di KPP Prtama mana, silakan lihat di PMK tersebut!

Salaam.

Pernyataan

Pernyataan

Sehubungan dengan posting tentang Pajak Internasional pada bulan Maret 2008 di blog ini dan upload file bernama “mamahami tax treaty.pdf” dengan ini saya nyatakan bahwa :

[a.] Penyebarluasan file tersebut merupakan tindakan illegal karena tanpa ijin dari pemilik.

[b.] File tersebut merupakan copy right milik OECD dan diberikan khusus untuk kepentingan internal Direktorat Jenderal Pajak.

[c.] Saya meng-upload file tersebut ke internet tidak memiliki tujuan komersial dan tidak untuk dipergunakan komersial. Tujuan saya semata-mata untuk berbagi ilmu pengetahuan khususnya tentang perpajakan internasional.

[d.] Karena itu, bagi siapa pun yang pernah men-download file tersebut diminta untuk tidak mengkomersialkan, atau dipergunakan untuk komersial. Saya tidak bertanggung jawab jika kemudian file atau isi file tersebut dikomersialkan.

Demikian pernyataan ini semoga menjadi perhatian.

Salaam

Pajak Serahkan Berkas ke Jaksa Pekan Depan

Pajak Serahkan Berkas ke Jaksa Pekan Depan

DENPASAR. Penyidik Pajak telah selesai memeriksa sebagian tersangka dugaan penggelapan pajak PT Asian Agri Group. Pekan depan, penyidik pajak akan menyerahkan berkas pemeriksaan 12 tersangka kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung.

Selanjutnya, giliran jaksa yang membuat berkas tuntutan dan melimpahkannya ke pengadilan. "Kami menunggu kesiapan jaksa untuk meneruskan kasus Agrian Agri, setelah kami menyerahkannya pekan depan, "kata Direktur Intelijen dan penyidikan Direktorat Jenderal Pajak Muchamad Tjiptardjo.

Belasan tersangka tersebut, sebagian besar saat ini duduk sebagai direksi di Asian Agri. Hingga kemarin, aparat pajak masih meyakini bahwa kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 1,4 triliun.

Tjiptardjo menjelaskan bahwa modus penggelapan pajak di Asian Agri ada dua. Pertama, menjual hasil produksi crude palm oli (CPO) dengan harga murah kepada grupnya diluar negeri. Kedua, menaikkan berbagai macam sehingga mengurangi kewajiban membayar pajak penghasilan.

Meski sudah masuk ke Kejaksaan Agung, aparat pajak berjanji terus memantau perkembangannya hingga persoalannya tuntas. "Kami baru mulainya menyidik kasus ini pada Mei 2007 kan belum jalan setahun. Kasus Al-Capone di Amerika Serikat saja baru selesai selama tiga tahun dan tak ada yang protes, "kata Tjiptardjo.

Dia bilang, berkas acara pemeriksaan mencapai 1.500 halaman per tersangka. Pajak ingin proses hukum kasus ini bisa berjalan, dan nantinya tidak menumpuk di kejaksaan. "Jaksa juga perlu mempelajari berkas acara pemeriksaan itu untuk membuat tuntutan, "katanya.

Pajak juga telah menggandeng polisi untuk mendatangkan secara paksa Sukanto Tanoto, pemilik Asian Agri. "Kedatangan Sukanto Tanoto kami perlukan untuk memberikan klarifikasi. Masak sebagai pemilik tidak tahu menahu urusan perusahaannya, "katanya.

Meski begitu, Tjiptardjo bilang saat ini penyidik pajak terus mendalami keterkaitan antara kasus ini dengan sang pemilik. Sehingga tidak menutupi kemungkinan tersangka baru akan bertambah lagi.

Jaksa Agung Muda Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga mengaku belum mendapat pemberitahuan dari pajak soal rencana pelimpahan berkas pemeriksaan. "Resminya belum sampai ke saya, "katanya.

disalin dari http://10.23.254.215/web


Tiara Dewata Group

Tiara Dewata Group

Dari web Kanwil Denpasar
Denpasar - Perusahaan kelas atas di Denpasar, Tiara Dewata Group diduga menggelapkan pajak periode 2005 dan 2006. Saat dikonfirmasi, Tiara Dewata mengaku tak bisa banyak menjelaskan.

Operasional Manager Tiara Dewata, R Novie Setio Utomo yang ditemui di Tiara Dewata, Jalan Sudirman, Denpasar, Kamis (10/4/2008) hanya mengakui bahwa memang ada petugas pajak yang datang sejak tanggal 11 Maret. Saat ditanya apakah benara ada penyimpangan, Novie mengaku hanya orang dari pajak yang tahu.
“Kita hanya diminta mengumpulkan bukti-bukti, seperti pembukuan, tanda bukti pembayaran. Sudah ada beberapa orang yang diperiksa, berkasnya dibawa ke kantor pajak,” ujarnya.

Selebihnya, saat ditanya mengenai adanya pembukuan ganda atapun kinerja Tiara Dewata Group, termasuk pemiliknya, Novie tak mau menjelaskan lebih detail dengan alasan bukan sebagai pihak yang berwenang.

Direktur Inteligen dan Penyidikan Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo di Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Denpasar, jalan Mpu Tantular sebelumnya mengatakan, modus penggelapan pajak itu adalah membuat pembukuan ganda pada tahun 2005 dan 2006.

Dikutif dari http://10.17.254.215/web

Dari web Madya Bandung
Direktur Intelijen dan Penyidikan Dirjen Pajak Mochamad T]iptardjo mengatakan timnya tengah memeriksa sejumlah berkas perusahaan TD Group Denpasar karena diduga menggelapkan pajak periode 2005 dan 2006.

TD Group menurutnya, merupakan pasar swalayan terbesar di Bali ini terdiri dari lima perusahaan, yaitu Tiara Dewata (TD) ,Tiara Grosir (TG), Tiara Monang-Maning (TMM), Tiara Istana Kuta Galeria (TIKG), dan Tiara Gatsu (TGz).
Lebih jauh Tjiptardjo menjelaskan TD Group ini telah tercium modus dugaan penggelapan pajaknya pada tahun lalu. Penyimpangan dilakukan dengan tidak melaporkan omzet yang sebenarnya. Dia mencontohkan jika TD Group harus memenuhi kewajibannya 100%, selama kurun waktu 2005-2006 hanya menyetorkan 30% hingga 35% dari omzet sebenarnya.

"Jadi indikasi kuat grup ini melakukan tindak pidana dan kasus ini telah ditangani oleh Ditjen Pajak dan sudah masuk tahap penyelidikan atau pemeriksaan bukti permulaan," paparnya. Menurut dia, jika terbukti dan dokumen ada, kasus akan ditingkatkan ke penyidikan. Dia menegaskan kasus ini akan segera ditindaklanjuti serius.

Dikutif dari http://10.23.254.215/web


SUNSET POLICY

SUNSET POLICY


Terus terang saya sendiri baru baca istilah "sunset policy" sejak keluarnya undang-undang No. 28 tahun 2007 [UU KUP]. Sesuai dengan namanya, "sunset" atau magrib, mungkin diperuntukkan bagi Wajib Pajak yang sudah mau "tidur" atau beristirahat dengan tenang. Sebenarnya, kantor pajak tidak memiliki data atau tidak bermaksud untuk mengejar-ngejar Wajib Pajak tersebut, tetapi karena ada kebijakan ini, maka si Wajib Pajak tersebut jadi bangun dan melaporkan penghasilannya ke kantor pajak. Begitu kira-kira yang saya tangkap.
Memang, tujuan sunset policy ini  untuk menarik mereka yang berada di "undercover" dan selama ini tidak tersentuh oleh kantor pajak.  Tetapi kabar-kabur yang saya terima, ini sebenarnya pelipur lara karena DJP tidak tercapai membuat "UU Pengampunan Pajak" yang lebih komprehensif.  Maunya DJP adalah adanya UU Pengampunan Pajak yang bisa menghilangkan sanksi pidana bagi mereka yang melaporkan penghasilannya sampai dengan tahun tertentu [kumulatif]. Dan sanksi pidana yang dibebaskan tersebut adalah semua sanksi pidana termasuk sanksi pidana korupsi.
Sunset policy yang dimaksud adalah  Pasal 37A UU No. 28 Tahun 2008 yang berbunyi :
(1) Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(2) Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini diberikan penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan yang disampaikan Wajib Pajak tidak benar atau menyatakan lebih bayar.
 Wajib Pajak yang membetulkan SPT Tahunan sebelum tahun pajak 2007 [artinya untuk tahun pajak 2006 sampai dengan 1998, lebih lama lagi sudah daluarsa penagihan pajak] selama tahun 2008 ini, diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.  Pasal 37A ayat (1) UU KUP diatas tentunya diberlakukan untuk Wajib Pajak yang sudah terdaftar dan memiliki NPWP sebelum tahun 2008.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang dengan sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP  selama tahun 2008 ini :
[a.] Diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga; 
[b.] Tidak dilakukan pemeriksaan pajak kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa SPT Wajib Pajak tidak benar, atau SPT Tahunan PPh OP menyatakan lebih bayar [tambahan "atau keterangan"  ada di peraturan pemerintah dan peraturan menteri keuangan].
Pasal 37A ayat (2) UU KUP diatas diberlakukan untuk mereka yang sampai dengan akhir tahun 2007 belum mendaftarkan diri dan padan tahun 2008 ini secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.  Tahun pajak yang dilaporkan adalah tahun pajak 2007 dan tahun  pajak  sepuluh tahun kebelakang. Selain itu,  Peraturan Menteri Keuangan No. 18/PMK.03/2008 mengatur bahwa pelaporan SPT Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut paling lambat 31 Maret 2009. Artinya, untuk pelaporan Pembetulan SPT PPh Tahunan  OP masih ada waktu satu lagi.
Hal yang penting dan harus diingat bahwa sebelum Pembetulan SPT [atau SPT sebagaimana dimaksud Pasal 37A UU No. 28 Tahun 2008]  disampaikan ke kantor pajak, maka pajak yang kurang bayar [jika ada] akibat pembetulan [atau pelaporan] tersebut harus DIBAYAR LUNAS.
Untuk menyukseskan kebijakan ini, DJP membuat pengumuman sebagai berikut :

P E N G U M U M A N

NO. 02 /PJ.09/2008
FASILITAS PENGHAPUSAN SANKSI PAJAK PENGHASILAN
Kepada seluruh masyarakat dihimbau untuk memanfaatkan fasilitas perpajakan sesuai dengan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang baru, bahwa:
1.    Bagi orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP paling lambat tanggal 31 Desember 2008 dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2007 dan tahun-tahun sebelumnya paling lambat tanggal 31 Maret 2009, diberikan fasilitas penghapusan sanksi administrasi dan tidak akan dilakukan pemeriksaan.
2.    Bagi Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan yang membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Tahun Pajak 2006 dan tahun-tahun sebelumnya, diberikan fasilitas penghapusan sanksi administrasi, sepanjang pembetulan tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember 2008.
3.    Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi Kriing Pajak (Call Center Pajak) 500200 atau Kantor Pelayanan Pajak terdekat.
Jakarta,   24  Maret 2008
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas
t.t.d
Djoko Slamet Surjoputro
NIP 060044562



Iklan