Tampilkan postingan dengan label jasa konstruksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jasa konstruksi. Tampilkan semua postingan
Penerapan tarif PPh Jasa Konstruksi

Penerapan tarif PPh Jasa Konstruksi

Beberapa pertanyaan masih dikirimkan di saya berkaitan dengan penerapan PPh atas Jasa Konstruksi, terutama tentang apa dokumen yang menunjukkan kualifikasi penyedia jasa konstruksi dan penerapannya dengan tarif. Uraian dibawah ini merupakan jawaban saya yang lebih lengkap.

PEMBAGIAN JASA KONSTRUKSI
Jasa Konstruksi dibagi tiga, yaitu Jasa Pelaksana Konstruksi, Jasa Perencanaan Konstruksi, dan Jasa Pengawasan Konstruksi. Pasal 4 No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi menyebutkan :
(1) Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.

(2) Usaha perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagianbagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi.

(3) Usaha pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagianbagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi.

(4) Usaha pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksimulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasilkonstruksi.


PEMBAGIAN KUALIFIKASI JASA KONSTRUKSI
Pasal 8 ayat (3) PP 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi menyebutkan :
Kualifikasi usaha jasa konstruksi didasarkan pada tingkat/ kedalaman kompetensi dan potensi kemampuan usaha, dan dapat digolongkan dalam:
a. kualifikasi usaha besar;
b. kualifikasi usaha menengah;
c. kualifikasi usaha kecil termasuk usaha orang perseorangan.

Pengertitan kualifikasi menurut PP 28 tahun 2000 adalah
bagian kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan usaha di bidang jasa konstruksi menurut tingkat / kedalaman kompetensi dan kemampuan usaha, atau penggolongan profesi keterampilan dan keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa konstruksi menurut tingkat / kedalaman kompetensi dan kemampuan profesi dan keahlian.


Pasal 10 ayat (1) Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi No. 11a tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi menyebutkan :
Penggolongan kualifikasi usaha jasa pelaksana konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 didasarkan pada kriteria tingkat/kedalaman kompetensi dan potensi kemampuan usaha, yang selanjutnya dibagi menurut kemampuan melaksanakan pekerjaan berdasarkan kriteria risiko, dan/atau kriteria penggunaan teknologi, dan/atau kriteria besaran biaya, dapat dibagi jenjang kompetensinya dalam Gred sebagai berikut :
a. kualifikasi usaha besar, berupa : Gred 7, Gred 6
b. kualifikasi usaha menengah, berupa : Gred 5
c. kualifikasi usaha kecil, berupa : Gred 4, Gred 3, Gred 2, Gred 1 (usaha orang perseorangan)

Sedangkan menurut Pasal 10 ayat (2) Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi No. 12a tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Perencana Konstruksi dan Jasa Pengawas Konstruksi menyebutkan :
Penggolongan kualifikasi usaha jasa perencana konstruksi dan jasa pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jenjang kompetensinya dalam Gred, dapat dibagi dalam golongan :
a. kualifikasi usaha besar, berupa : Gred 4
b. kualifikasi usaha menengah, berupa : Gred 3
c. kualifikasi usaha kecil, berupa : Gred 2, Gred 1 (usaha orang perseorangan)

Intinya, kualifikasi penyedia jasa konstruksi ada tiga, yaitu : besar, menengah, dan kecil.

SIAPA YANG MENENTUKAN KUALIFIKASI?
Untuk mendapatkan kualifikasi, penyedia jasa konstruksi harus melakukan sertifikasi. Pengertian sertifikasi menurut menurut PP 28 tahun 2000 adalah:
a. proses penilaian untuk mendapatkan pengakuan terhadap klasifikasi dan kualifikasi atas kompetensi dan kemampuan usaha di bidang jasa konstruksi yang berbentuk usaha orang perseorangan atau badan usaha; atau
b. proses penilaian kompetensi dan kemampuan profesi keterampilan kerja dan keahlian kerja seseorang di bidang jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan dan atau keterampilan tertentu dan atau kefungsian dan atau keahlian tertentu.

Hasil dari sertifikasi adalah sertifikat, yaitu
a. tanda bukti pengakuan dalam penetapan klasifikasi dan kualifikasi atas kompetensi dan kemampuan usaha di bidang jasa konstruksi baik yang berbentuk orang perseorangan atau badan usaha; atau
b. tanda bukti pengakuan atas kompetensi dan kemampuan profesi keterampilan kerja dan keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa konstruksi menurut disiplin keilmuan dan atau keterampilan tertentu dan atau kefungsian dan atau keahlian tertentu.


Dan, siapa yang meyelenggarakan sertifkasi?

Menurut Pasal 39 Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi No. 11a tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi menyebutkan :
(1) LPJK Nasional bertanggung jawab atas penyelenggaraan sertifikasi usaha jasa pelaksana konstruksi secara nasional.

(2) Penyelenggaraan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup kegiatan menetapkan pengakuan tingkat kompetensi dan kemampuan usaha, klasifikasi, dan kualifikasi jasa konstruksi, yang diwujudkan dalam bentuk Sertifikat.

(3) Penyelenggaraan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh :
a. LPJK Nasional/LPJK Daerah untuk Badan Usaha yang baru-berdiri yang belum menjadi anggota asosiasi dan Badan Usaha anggota asosiasi belum terakreditasi.
b. Asosiasi terakreditasi untuk Badan Usaha anggota asosiasinya.

Redaksi senada juga terdapat di Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi No. 12a tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Perencana Konstruksi dan Jasa Pengawas Konstruksi. Dengan demikian, sertifikat penyedia jasa konstruksi dikeluarkan oleh LPJK dan asosiasi yang telah mendapat akreditasi.

PPh JASA KONSTRUKSI
Dengan uraian diatas saya pikir pembaca dapat menerapkan PP No. 51 tahun 2008 terutama tentang tarif. Berikut ketentuan tarif PPh Jasa Konstruksi :
a. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
Penyedia jasa pelaksana konstruksi yang menggunakan tarif 2% ini adalah mereka yang memiliki sertifikat Gred 4, Gred 3, Gred 2, dan Gred 1.

b. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
Penyedia jasa pelaksana konstruksi yang menggunakan tariff 4% ini adalah mereka yang TIDAK memiliki sertifikat. Pengguna jasa harus memotong 4% jika penyedia jasa tidak menunjukkan sertifikat!

c. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
Penyedia jasa pelaksana konstruksi yang menggunakan tarif 3% ini adalah mereka yang memiliki sertifikat Gred 5, Gred 6, dan Gred 7. Penjelasan PP 51 tahun 2008 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan "Penyedia Jasa selain Penyedia Yang dimaksud dengan" Penyedia Jasa selain Penyedia antara lain Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha menengah atau kualifikasi usaha besar.

d. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan olehPenyedia Jasa yang memiiiki kualifikasi usaha;
Penyedia jasa perencana konstruksi dan pengawas konstruksi yang menggunakan tariff 4% ini adalah mereka yang memiliki sertifikat, baik Gred 4, Gred 3, Gred 2, maupun Gred 1.

e. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
Penyedia jasa perencana konstruksi dan pengawas konstruksi yang menggunakan tarif 6% ini adalah mereka yang TIDAK memiliki sertifikat!

Dengan uraian ini semoga pembaca jadi lebih jelas.




Cash Basis di PPh Konstruksi

Cash Basis di PPh Konstruksi

Berkaitan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008, Direktur Jenderal Pajak juga telah mengeluarkan Surat Edaran No. SE-05/PJ.03/2008. Seperti yang telah disebutkan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 menyiratkan cash basis.

Ternyata, di Surat Edaran No. SE-05/PJ.03/2008 lebih jelas. Berikut kutipannya :

5. Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada butir 1:
a. dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran,
dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak; atau
b. disetor sendiri oleh Penyedia Jasa,
dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak.

6. Besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong atau disetor sendiri sebagaimana dimaksud pada butir 5 adalah:
a. jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam butir 2; atau
b. jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dalam hal Pajak Penghasilan disetor sendiri oleh Penyedia Jasa.


Selain itu, diaturan peralihan yaitu kontrak yang sudah ditandatangani sebelum 1 Januari 2008 tetapi pembayarannya pada tahun 2008 atau setelahnya diatur sebagai berikut :
Untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak sampai dengan langgal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan Alas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konslruksi; [artinya ketentuan baru tidak berlaku].

Untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak setelah langgal 31 Desember 2008, pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi [artinya berlaku ketentuan baru].

Sekedar mengulang, tarif Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi adalah :
[1]. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;

[2]. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;

[3]. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam angka [1] dan angka [2]

[4]. 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha;

[5]. 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

Dan semuanya bersifat FINAL! Karena itu, jika ada kerugian dari usaha Jasa konstruksi yang masih tersisa sampai dengan Tahun Pajak 2008 hanya dapat dikompensasi sampai dengan Tahun Pajak 2008 saja.



Tarif baru jasa konstruksi

Tarif baru jasa konstruksi


Pemerintah pada tanggal 23 Juli 2008 telah mengundankan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2008 [lembaran negara tahun 2008 nomor  109] tentang Pajak Penghasilan atas Usaha Jasa Konstruksi.  Peraturan ini berlaku surut sejak Januari 2008. Dengan PP 51/2008 ini usaha jasa konstruksi menjadi  FINAL.
Semua PPh yang bersifat final akan mengacu ke Pasal 4 ayat (2) UU PPh 1984. Ini tersurat di unsur menimbang yaitu, "… dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) …". Karena itu, PPh yang bersifat final bukan jenis PPh Pasal 23. Masih banyak yang menganggap PPh final itu termasuk PPh Pasal 23!
Tarif PPh Final usaha jasa kontruksi sejak Januari 2008 sebagai berikut :
[a.]  2% (dua persen) untuk  Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;
[b.]  4% (empat  persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;
[c.]  3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;
[d.]  4% (empat  persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiiiki kualifikasi usaha; dan
[e.]  6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
Peraturan pemerintah ini juga mengatur bahwa selisih kurs yang berasal dari jasa konstruksi tetap bersifat final. Berapapun selisihnya, dalam hitungan rupiah tetap kena tarif diatas dan bersifat final. Contoh : kontrak $50.000, pada saat pengakuan kursnya Rp.9000 sehingga menjadi Rp.450juta tetap saat pembayaran kurs menjadi Rp.9500 sehingga menjadi Rp.475juta. Berarti ada selisih kurs Rp.25juta. Maka yang Rp.25juta tersebut tinggal dikalikan dengan tarif diatas.
Uniknya, PPh jasa konstruksi terutang saat dibayar! Hal ini tersirat di Pasal 6 yang mengatur:
(1) Jika telah dipotong tetapi masih kurang berdasarkan tarif diatas, maka kekurangan tersebut dibayar sendiri;
(2) Jika tidak dibayar tidak terutang dengan syarat yang tidak dibayar masuk piutang tidak dapat ditagih;
     Syarat piutang tidak dapat ditagih menurut UU PPh 1984 : [1] telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial, [2] telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan, [3] telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, dan [4] Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak;
(3) Jika piutang tidak dapat ditagih tersebut dibayar, maka atas pembayaran tersebut tetap terutang PPh Final!



Iklan