Tampilkan postingan dengan label Sunset Policy. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sunset Policy. Tampilkan semua postingan
Manfaatkan Tahun Pembinaan Wajib Pajak untuk menghindari pemeriksaan pajak tahun 2015

Manfaatkan Tahun Pembinaan Wajib Pajak untuk menghindari pemeriksaan pajak tahun 2015

Manfaatkan Tahun Pembinaan WP sebelum diperiksa
Sebenarnya, reinventing policy atau Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015 tidak memberikan fasilitas jaminan "tidak akan diperiksa" seperti kebijakan sunset policy tahun 2008. Tetapi dalam rangka mendukung program Tahun Pembinaan Wajib Pajak (TPWP), maka Direktur Jenderal Pajak membuat kebijakan pemeriksaan khusus melalui Surat Edaran nomor SE-53/PJ/2015. Wajib Pajak dapat menghindari pemeriksaan dengan memanfaatkan TPWP.





 Surat Edaran nomor SE-53/PJ/2015 membagi kebijakan pemeriksaan terkait TPWP ini dalam dua bagian bagian (ini catatan saya):

  • belum ada usulan pemeriksaan,
  • intruksi dan SP2 sudah terbit tetapi pemeriksaan belum dimulai.
Belum ada usulan pemeriksaan maksudnya adalah kantor pajak akan memilih-milih Wajib Pajak mana yang akan diusulkan untuk diperiksa. Setiap tahun DJP sebenarnya sudah menerbitkan kebijakan secara umum. Tetapi khusus 2015 ini dikaitkan dengan TPWP.

Wajib Pajak yang diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan tahun 2015 menurut Surat Edaran nomor SE-53/PJ/2015 :
Wajib Pajak yang diterbitkan instruksi Pemeriksaan Khusus berdasarkan analisis risiko secara manual dan hasil analisis Informasi, Data, Laporan dan Pengaduan (IDLP) adalah Wajib Pajak yang telah diberi kesempatan oleh Kepala KPP melalui surat himbauan agar memanfaatkan kebijakan tahun pembinaan Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 tentang Pengurangan atau Penghapusan sanksi Administrasi atas Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan, dan Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak namun tidak memanfaatkan kebijakan tersebut.

Jika intruksi pemeriksaan sudah diterbitkan atau bahkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) sudah diterbitkan tetapi pemeriksaan belum dimulai maka kebijakan  Surat Edaran nomor SE-53/PJ/2015 :
sebelum pemeriksaan dilanjutkan, Kepala UP2 diminta untuk memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak tersebut agar memanfaatkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Dalam hal UP2 adalah KPP, pemberian kesempatan tersebut dilakukan dengan menyampaikan surat panggilan oleh Kepala KPP kepada Wajib Pajak;
  2. Dalam hal UP2 adalah Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, pemberian kesempatan tersebut dilakukan dengan menyampaikan surat panggilan oleh Kepala KPP kepada Wajib Pajak dengan tempat pemanggilan di Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.



SE-53/PJ/2015 juga menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang memenuhi panggilan dan memanfaatkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 diusulkan untuk dilakukan pembatalan instruksi/penugasan/persetujuan pemeriksaan.



SAAT MULAI PEMERIKSAAN
Pembatalan pemeriksaan dapat dilakukan sebelum pemeriksaan dimulai. Agar tidak "ketinggalan" maka perhatikan kapan pemeriksaan pajak dimulai. Saat mulai pemeriksaan diatur di Pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan nomor 17/PMK.03/2013:
Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 6 (enam) bulan, yang dihitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
Atau jika pemeriksaan dilakukan dengan jenis pemeriksaan kantor maka pemeriksaan dimulai sejak Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.

Jika pemeriksaan sudah dimulai, maka proses pemeriksaan harus diteruskan sampai selesai, dan Wajib Pajak menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kecuali berdasarkan pertimbangan tertentu dari Dirjen Pajak.

Jadi......
Manfaatkanlah TPWP dengan merespon Surat Himbauan dari kantor pajak.





Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi Tahun 2015

Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi Tahun 2015

Manfaatkan Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Tahun 2015
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atas Keterlambatan Penyampaian  Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan, dan Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak sering disebut-sebut sebagai Sunset Policy Jilid II setelah tahun 2008. Ada juga yang menyebut sebagai Reinventing Policy. Apapun istilah "mereka", dalam Bahasa Indonesia program yang dimaksud adalah Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi (disingkat PPSA). Program PPSA diadakan pada tahun 2015 karena tahun ini disebut sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak. Setelah tahun pembinaan, tahun depan direncanakan akan dilakukan program penegakkan hukum yang lebih keras.


Tujuan PPSA ini ada dua, pertama tujuan penerimaan dengan mendorong Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan, membayar atau menyetorkan kekurangan pembayaran pajak dalam Surat Pemberitahuan, serta melaksanakan pembetulan Surat Pemberitahuan di tahun 2015, kedua tujuan membangun basis perpajakan yang kuat. Begitu yang tertulis di peraturan menteri keuangan :D

Perbedaan PPSA dengan sunset policy Tahun 2008 bisa dilihat dari beberapa sisi, diantaranya dari:

  1. dasar hukum: Sunset Policy tahun 2008 menggunakan Pasal 37A Undang-Undang KUP, PPSA menggunakan Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP;
  2. jenis pajak: Sunset Policy Tahun 2008 hanya terbatas SPT Tahunan Pajak Penghasilan sedangkan PPSA berlaku untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan dan SPT Masa semua jenis pajak baik PPh maupun PPN;
  3. tahun pajak: Sunset Policy untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, sedangkan PPSA berlaku untuk SPT Tahunan Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya, dan SPT Masa Desember 2014 dan sebelumnya;
  4. metode penghapusan sanksi: pada Sunset Policy tahun 2008 sanksi dihapuskan secara otomatis (tidak diterbitkan produk hukum berupa STP), sedangkan dalam PPSA sanksi administrasi dihapuskan dengan cara Wajib Pajak mengajukan permohonan terlebih dahulu;
  5. surat pernyataan: pada Sunset Policy tahun 2008 tidak ada syarat dan kewajiban membuat surat pernyataan, sedangkan PPSA mengharuskan Wajib Pajak membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa keterlambatan penyampaian SPT, pembetulan SPT, dan/atau keterlambatan pembayaran dilakukan karena kekhilafan atau bukan karena kesalahannya.

Dasar hukum PPSA adalah Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. Secara lengkap berbunyi:
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar; ataud. membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:   1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau   2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.


Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP menyebutkan "karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya". Ini adalah alasan dikurangkan atau dihapuskannya sanksi administrasi. Tanpa alasan ini, DJP tentu tidak boleh mengurangkan atau menghapus. Karena itu, Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 mensyaratkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa keterlambatan penyampaian SPT, keterlambatan pembayaran pajak, dan/atau pembetulan SPT dilakukan karena kekhilafan atau bukan karena kesalahan dan ditandatangani di atas meterai oleh Wajib Pajak. Penandatangan dilakukan oleh wakil atau pengurus yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan dalam hal Wajib Pajak badan dan tidak dapat dikuasakan.

Ruang lingkup kekhilafan atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak yaitu:
  1. keterlambatan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya;
  2. keterlambatan pembayaran atau penyetoran atas kekuranga pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya;
  3. keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak sebagaimana tercantum dalam SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya; dan/atau
  4. pembetulan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kemauan sendiri atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak menj adi lebih besar,  
yang dilakukan pada tahun 2015. 

Saya sengaja menebalkan "yang dilakukan pada tahun 2015" untuk menegaskan bahwa PPSA ini hanya berlaku 2015 saja. Tidak berlaku untuk keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan tahun sebelumnya atau setelahnya. PPSA ini juga berlaku bagi Wajib Pajak yang melakukan pembetulan SPT Tahunan atau masa yang dilakukan dari bulan Januari sampai dengan April 2015, atau dilakukan sebelum diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 hanya mencakut sanksi administrasi yang timbul sebagai akibat dari pembetulan, pembayaran, dan/atau pelaporan dilakukan Wajib Pajak di tahun 2015. Pembetulan, pembayaran, dan/atau pelaporan tersebut dibatasi atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa Desember 2014 dan sebelumnya.

Apabila Wajib Pajak belum pernah membayar pajak yang terutang dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar, maka apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran dan melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa Desember 2014 dan sebelumnya di tahun 2015, sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak akan diberikan pengurangan atau penghapusan.

Apabila Wajib Pajak merasa bahwa pembayaran pajak yang terutang dan pelaporannya dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa Desember 2014 dan sebelumnya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya maka apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran atas kekurangan pembayaran pajaknya dan membetulkan SPT-nya di tahun 2015, sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak akan diberikan penghapusan.


Apabila ada orang pribadi/badan yang seharusnya sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak akan tetapi belum mendaftarkan diri maka apabila orang pribadi/badan tersebut mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, dan kemudian melakukan pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa Desember 2014 dan sebelumnya di tahun 2015, maka sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak akan diberikan penghapusan.
Sasaran Kebijakan Pengurangan dan Penghapusan Sanksi Administrasi di Tahun 2015



Untuk mendapatkan fasilitas PPSA, Wajib Pajak harus mengajukan surat permohonan ke kantor pajak dengan menyampaikan:

  1. surat pernyataan yang menyatakan bahwa keterlambatan penyampaian SPT, keterlambatan pembayaran pajak, dan/atau pembetulan SPT dilakukan karena kekhilafan atau bukan karena kesalahan dan ditandatangani di atas meterai oleh Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak orang pribadi atau wakil Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak badan;
  2. fotokopi SPT atau SPT pembetulan yang disampaikan atau print-out SPT atau SPT pembetulan berbentuk dokumen elektronik yang disampaikan;
  3. fotokopi bukti penerimaan atau bukti pengiriman surat yang dianggap sebagai bukti penerimaan penyampaian SPT atau SPT pembetulan;
  4. fotokopi Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan pajak terutang yang tercantum dalam SPT Masa atau bukti pelunasan kekurangan pajak yang tercantum dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan atau bukti pelunasan pajak yang kurang dibayar yang tercantum dalam SPT pembetulan; dan
  5. fotokopi Surat Tagihan Pajak.
Satu surat permohonan hanya untuk satu Surat Tagihan Pajak (STP). Undang-Undang KUP mengharuskan sanksi administrasi dalam bentuk STP. Jadi, selama STP tidak diterbitkan, maka tidak ada sanksi administrasi. Belum timbul sanksi administrasi walaupun perbuatannya sudah terjadi. Nah, jika tidak ada sanksi administrasi (STP), maka apa yang dihapus?
Contoh Format Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi


Contoh Format Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
Contoh Format Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi



Jika Wajib Pajak mendapatkan beberapa STP di tahun 2015 dan akan mengajukan penghapusan, maka surat permohonan juga harus beberapa. Dan masing-masing surat permohonan melampirkan dokumen diatas.

Kapan Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penghapusan sanksi administrasi? Segera setelah menerima STP, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan. Meskipun batas akhir pengajuan permohonan tidak dibatasi, namun Wajib Pajak secepatnya mengajukan permohonan penghapusan sanksi agar segera mendapat kepastian dan tidak dilakukan tindakan penagihan terhadap STP tersebut. Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 tindakan penagihan atas STP akan ditangguhkan jika Wajib Pajak menyampaikan surat permohonan PPSA.

Sanksi administrasi yang termasuk dalam ruang lingkup kebijakan PPSA yaitu:
  1. denda karena keterlambatan penyampaian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-Undang KUP;
  2. bunga karena pembetulan SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang KUP;
  3. bunga karena pembetulan SPT Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2a) Undang-Undang KUP;
  4. bunga karena keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang dalam SPT Masa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang Undang KUP;
  5. bunga karena keterlambatan pembayaran atau penyetoran kekurangan pajak yang tercantum dalam SPT Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2b) Undang-Undang KUP;dan/atau
  6. denda terkait Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.

PENGHAPUSAN SANKSI PENAGIHAN
Selain Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015, terdapat fasilitas lain yang dapat digunakan oleh Wajib Pajak terkait penghapusan sanksi administrasi yaitu sanksi bunga penagihan. Fasilitas penghapusan sanksi bunga penagihan diatur secara khusus di Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.03/2015.

Kebijakan ini diterbitkan dalam rangka mendorong Wajib Pajak untuk melunasi utang pajak sebagai usaha meningkatkan penerimaan negara.

Syarat menggunakan fasilitas penghapusan sanksi bunga penagihan diatur pada Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.03/2015, yaitu:

  1. Wajib Pajak yang melunasi Utang Pajak sebelum tanggal 1 Januari 2016, dan 
  2. Utang Pajak yang timbul sebelum tanggal 1 Januari 2015. 


Sanksi administrasi berupa bunga penagihan diatur pada Pasal 19 Undang-Undang KUP. Lebih lengkap berbunyi:

  1. Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
  2. Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan
  3. Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. 


Untuk memanfaatkan fasilitas penghapusan sanksi administrasi berupa sanksi bunga penagihan, Wajib Pajak harus mengajukan surat permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar dengan menggunakan contoh format berikut:
Contoh Format Surat Permohonan Penghapusan Sanksi Bunga Penagihan
Contoh Format Surat Permohonan Penghapusan Sanksi Bunga Penagihan


Selain itu, surat permohonan penghapusan sanksi administrasi juga harus:

  1. dibuat satu permohonan untuk satu Surat Tagihan Pajak, kecuali dalam hal atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali diterbitkan lebih dari 1 (satu) Surat Tagihan Pajak, maka 1 (satu) permohonan dapat diajukan untuk lebih dari 1 (satu) Surat Tagihan Pajak; 
  2. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; 
  3. melampirkan bukti pelunasan Utang Pajak berupa Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak; 
  4. disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
  5. ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP. 




Selamat menikmati fasilitas perpajakan di tahun 2015






Perpanjangan Sunset Policy

Perpanjangan Sunset Policy

Perpanjangan Sunset Policy dengan Perpu semula “dinyatakan” TIDAK MUNGKIN! Pada tanggal 5 Desember 2008, Dirjen Pajak di Auditorium Gedung Keuangan Negara Bandung [pengarahan ke pegawai pajak yang kebetulan saya hadir] mengatakan bahwa peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau Perpu tentang perpanjangan sunset policy tidak memungkinkan karena alasan diterbitkanya Perpu harus “keadaan memaksa” atau keadaan darurat yang jika Perpu tersebut tidak diterbitkan akan menimbulkan kekacauan pada negara. Pernyataan senada juga dikemukakan pada hari yang sama, tetapi di tempat yang berbeda [Hotel Savoy Homann] pada acara Sosialisasi Sunset Policy dengan WP Besar di Kanwil Jabar I. Hal yang terakhir saya ketahui dari Berita Pajak No. 1626 halaman 37.

Tetapi pada kenyataannya sunset policy tetap diperpanjang hingga tanggal 28 Februari 2009 dengan dikeluarkannya PERPU No. 5 Tahun 2008. Inti dari Perpu ini adalah mengganti kata-kata di Pasal 37A ayat (1) dari :
“paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini”

menjadi
“paling lambat tanggal 28 Pebruari 2009”

Berikut perbandingan Pasal 37A ayat (1) antara sebelum Perpu dan sesudah Perpu
Pasal 37A ayat (1) UU KUP sebelum PERPU
Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.


Pasal 37A ayat (1) UU KUP setelah PERPU
Wajib Pajak yang menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Tahun Pajak 2007, yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar dan dilakukan paling lambat tanggal 28 Pebruari 2009, dapat diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Mentcri Keuangan.


Di bagian penjelasan dari Perpu ini menyebutkan :
masih banyak masyarakat yang ingin memanfaatkan fasilitas dimaksud, namun mengalami kendala kurangnya waktu dalam mempersiapkan penyampaian pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.


Dengan demikian, sebenarnya sudah benar alasan Dirjen Pajak sebelumnya bahwa tidak ada alasan keadaan memaksa atau keadaan darurat. Alasan penerbitan Perpu ini adalah “masih banyak masyarakat yang ingin memanfaatkan sunset policy”. Sebenarnya dilihat dari waktu dan persiapan pembuatan SPT Sunset Policy, jangka waktu satu tahun harus cukup. Saya masih ingat pada waktu pengarahan Pak Dirjen mengatakan bahwa walaupun diberikan perpanjangan waktu satu atau tiga tahun kedepan maka Wajib Pajak tetap akan menyampaikan SPT pada tanggal terakhir! Ini adalah pengalaman di negara lain yang sudah terlebih dahulu melakukan kebijakan sejenis.

Kita tunggu saja apakah pada tanggal 28 Februari 2009 kantor pelayaran pajak [KPP] penuh dan sesak seperti pasar tradisional?


Keuntungan Wajib Pajak

Keuntungan Wajib Pajak

Bagi fiskus yang mengejar target, sebenarnya gregetan dengan program sunset policy yang ditawarkan oleh pemerintah [disebut pemerintah karena program ini berdasarkan UU KUP]. Banyak potensi-potensi pajak yang dapat digali tapi digratiskan dan petugas pajak seolah-olah diborgol supaya bersabar.

Mohon diperhatikan bahwa tidak semua SPT Pembetulan merupakan SPT Sunset Policy. Satu-satunya ciri SPT Sunset Policy adalah judul di SPT Pembetulan berdasarkan Pasal 37A UU KUP atau jika bukan pembetulan maka ciri khasnya adalah SPT berdasarkan Pasal 37A UU KUP. Silakan perhatikan catatan sebelumnya.

Walaupun banyak di DJP sendiri yang mempertanyakan dasar hukumnya, tetapi karena sudah merupakan kebijakan pimpinan, SPT Sunset Policy memiliki keuntungan bagi Wajib Pajak, yaitu :

[1] Penghapusan Sanksi
Pasal 37A UU KUP memang hanya menyebutkan penghapusan sanksi bunga. Karena itu, beberapa teman merujuk ke Pasal 8 UU KUP karena memang masalah pembetulan diatur di Pasal 8 UU KUP. Nah, di Pasal 8 itu bukan cuma mengatur sanksi bunga tapi sanksi kenaikan. Apakah sanksi kenaikan ikut dihapus? Apa dasar hukumnya? Begitulah pertanyaannya. Tetapi para perumus Sunset Policy "tampaknya" tetap bersikukuh bahwa SPT Sunset Policy bebas sanksi.

[2] Penghentian Pemeriksaan
Ketentuan pemeriksaan memang mulai muncul di peraturan pemerintah dan tidak ada di UU KUP. Karena itu ada yang bilang tidak memiliki dasar hukum. Tapi bagi saya sih peraturan pemerintah No. 80 tahun 2007 lebih dari cukup. Jika pemeriksaan sedang berlangsung, maka pemeriksaan akan dihentikan jika WP yang diperiksa membayar dan menyampaikan SPT Sunset Policy. Dengan catatan : pemeriksa tidak menemukan data hutang pajak lebih besar daripada SPT Sunset Policy. Selain itu, pemeriksaan yang dihentikan bukan pemeriksaan Bukti Permulaan, dan bukan penyidikan.

[3] Cukup Bayar PPh OP atau Badan
SPT Sunset Policy hanya untuk SPT Tahunan PPh OP atau SPT Pembetulan PPh Badan. Kewajiban pajak lain seperti PPh Pasal 21; kewajiban pemotongan PPh orang lain [potput] yaitu : PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPh Pasal 4 (2); serta PPN dibebaskan. Walaupun dari penyampaian SPT Sunset Policy akan tampak potensi-potensi pajak yang bisa ditagih, tetapi Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan No. 66 Tahun 2008 seolah-olah memborgol petugas pajak. Atau sebaliknya, petugas pajak memang sengaja diborgol.

Pasal tersebut mengatakan bahwa SPT Sunset Policy tidak dapat dijadikan dasar penerbitan surat ketetapan pajak [skp]. Kalau tidak dapat diterbitkan skp berarti potensi-potensi diatas hanya sekedar potensi :D

Apakah Daftar Harta yang dimasukkan [lampiran] di SPT Sunset Policy bisa dijadikan data bagi kantor pajak? Help Desk Sunset Policy pernah menegaskan bahwa Daftar Harta tidak bisa dijadikan dasar menghitung pajak atau bukan termasuk data lain. Data lain itu data selain SPT Sunset Policy.

Terakhir, bukti bahwa SPT Sunset Policy diterima dengan baik sebagai SPT Sunset Policy maka KPP Pratama akan mengirim Surat Ucapan Terima Kasih. Jika tidak ada surat tersebut kita mesti tanya ke KPP Pratama, jangan-jangan SPT Sunset Policy kita dianggap bukan SPT Sunset Policy.

Masih ragu dengan Sunset Policy?


Siaran Pers

Siaran Pers

Dibawah ini merupakan kutipan Siaran Pers. Bagian tengah yang mencantumkan persyaratan bagi Wajib Pajak dengan sengaja saya potong karena catatan sebelumnya saya pikir lebih lengkap. Berikut kutipannya:

Jakarta, 1 Juli 2008 - Direktur Jenderal Pajak, Darmin Nasution, hari ini bertempat di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan penjelasan mengenai Sunset Policy yang diamanatkan Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) beserta peraturan pelaksanaannya.

Sunset Policy merupakan fasilitas penghapusan sanksi pajak penghasilan orang pribadi atau badan berupa bunga atas kekurangan pembayaran pajak yang dapat dinikmati oleh masyarakat baik yang belum memiliki NPWP maupun yang telah memiliki NPWP pada
tanggal1 Januari 2008.

Wajib Pajak yang memanfaatkan Sunset Policy memperoleh fasilitas:
1. penghapusan sanksi pajak berupa bunga atas keterlambatan pembayaran pajak yang tidak atau kurang dibayar;

2. penghentian pemeriksaan pajak, dalam hal pemeriksa pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP);

3. tidak dilakukan pemeriksaan pajak sehubungan dengan penyampaian atau pembetulan SPT Tahunan PPh, kecuali terdapat data atau informasi lain yang menyatakan bahwa SPT Tahunan PPh yang disampaikan tidak benar; dan

4. data dan/atau informasi yang tercantum dalam SPT dalam rangka Sunset Policy tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak-pajak lainnya.

Sunset Policy merupakan kebijakan untuk memulai keterbukaan dalam melaksanakan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan. Oleh karena itu, masyarakat perlu menyikapinya dengan seksama. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang baru memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengumpulkan data an informasi secara berkesinambungan dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain baik pemerintah maupun swasta.

Direktorat Jenderal Pajak mempunyai data perpajakan yang memungkinkan DJP untuk mendeteksi ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Wajib Pajak yang belum melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan tidak memanfaatkan Sunset Policy, menghadapi risiko dikenai sanksi perpajakan yang berat. Sunset policy ini hanya berlaku dalam tahun 2008.

Untuk penjelasan lebih lanjut, masyarakat dapat menghubungi Kantor Pelayanan Pajak terdekat, Kring Pajak: 500200, atau website: www.pajak.go.id.

Selesai.

Lebih Lanjut Sunset Policy

Lebih Lanjut Sunset Policy

Sunset Policy pada dasar untuk dua orang, yaitu orang yang belum memiliki NPWP sebelum tanggal 1 Januari 2008, dan orang yang telah memiliki NPWP sampai dengan 31 Desember 2007. Untuk orang yang pertama, sunset policy berarti mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan menghitung, membayar dan melaporkan SPT Tahunan PPh WP OP untuk tahun pajak 2007 dan sebelumnya. Sampai kapan? Aturannya sih sampai lima tahun ke belakang jika memang sejak tahun 2002 kita telah memiliki usaha tetapi belum lapor. Berikut ini poin-poin penting yang saya catat dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-31/PJ/2008 yang ditandatangani tanggal 19 Juni 2008.

Wajib Pajak diatas adalah Wajib Pajak orang pribadi yang:
[1]. secara sukarela mendaflarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun 2008. Termasuk dalam kriteria Wajib Pajak yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun 2008 Wajib Pajak yang memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak berdasarkan hasil ekstensifikasi pada tahun 2008.;

[2]. tidak   sedang   dilakukan   Pemeriksaan   Bukti   Permulaan,   penyidikan,   penuntutan,   atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan;

[3]. menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya terhitung sejak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif paling lambat tanggal 31 Maret 2009; dan

[4]. melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang timbul, sebelum Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi (PPh OP) disampaikan.

[5]. Dalam bal Wajib Pajak memiliki bukti pemotongan/bukti pemungutan Pajak Penghasilan sebelum mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak, Pajak penghasilan yang tetah dipotong tersebut dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai kredit pajak atas penghasilan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut.

[6]. Surat Pemberitahuan Tahunan  Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang  Pribadi menggunakan formulir Surat Pemberilahuan Tahunan  Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dan menuliskan "SPT berdasarkan Pasal 37A UU KUP" di bagian atas tengah SPT Induk dan setiap Lampirannya.

[7]. dilampiri dengan Surat Setoran Pajak atas pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang yang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut disampaikan.

[8]. disampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempal Wajib Pajak lerdaflar paling lambat tanggal 31 Maret 2009.

[9]. Penghapusan sanksi administrasi berupa bunga dilakukan secara langsung "dengan" tanpa menerbitkan Surat Tagihan Pajak.


Sedangkan bagi Wajib Pajak yang sudah memiliki NPWP sampai dengan 31 Desember 2007 berlaku ketentuan sebagai berikut:
[1]. Wajib Pajak yang dalam tahun 2008 menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasitan Wajib Pajak Orang Pribadi [atau Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan] sebelum Tahun Pajak 2007 yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar, diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak.
[2]. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan harus memenuhi persyaratan:

1)    telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebelum tanggal 1 Januari 2008;

2)    terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan belum diterbitkan surat ketetapan pajak;

3)    terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan belum dilakukan pemeriksaan  atau   dalam   hal  sedang   dilakukan   pemeriksaan,   Pemeriksa   Pajak  belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;

4)    telah dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, tetapi Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut tidak dilanjutkan dengan tindakan penyidikan karena tidak ditemukan adanya Bukti Permulaan tentang tindak pidana di bidang perpajakan;

5)    tidak   sedang   dilakukan   Pemeriksaan   Bukti   Permulaan,   penyidikan,   penuntutan,   atau pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan;

6)    menyampaikan   pembetulan   Surat   Pemberilahuan   Tahunan   Tahun   Pajak   2006   dan sebelumnya paling lambat langgal 31 Desember 2008; dan

[3]. melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar sebelum pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.

[4].  Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan menyatakan lebih bayar,    pembetulan    Surat   Pemberitahuan   Tahunan    Pajak   Penghasilan   dianggap   sebagai pencabutan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang tercantum dalam Surat Pemberilahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan.

[5]. Berkaitan    dengan    Wajib   Pajak   yang   sedang   dilakukan    pemeriksaan   terhadap   Surat Pemberitahuan    Tahunan     Pajak    Penghasilan     dan     menyampaikan     pembetulan    Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, ditegaskan hal-hal sebagai berikut:

[5.a]. Dalam  hal Wajib  Pajak  sedang  diperiksa dan  pemeriksaan  yang  sedang  dilaksanakan tersebut juga mencakup pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan jenis pajak lainnya, pemeriksaan terhadap seluruh jenis pajak dihentikan, kecuali: pemeriksaan  terhadap  SPT Tahunan PPh Pasal  21 dan/atau SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar; atau pemeriksaan   terhadap   Surat  Pemberitahuan  jenis  pajak  lainnya  yang   berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak tetap dilanjutkan. Penghentian pemeriksaan dilakukan untuk seluruh jenis pajak dengan membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir dan memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak.

[5.b]. Berkaitan  dengan  Wajib  Pajak   yang  tidak  sedang   dilakukan   pemeriksaan  terhadap  Surat Pemberitahuan    Tahunan     Pajak    Penghasilan     dan     menyampaikan     pembetulan    Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, namun sedang dilakukan pemeriksaan terhadap Surat  Pemberitahuan jenis  pajak lainnya untuk periode yang  sama,   pemeriksaan tersebut dihentikan dengan membuat pemberitahuan secara tertulis kepada Wajib Pajak, kecuali pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan jenis pajak lainnya yang menyalakan lebih bayar; atau berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak tetap dilanjutkan.

[6].  Pajak yang masih harus dibayar rnenjadi lebih besar sebagaimana dimaksud pada huruf a terjadi sebagai akibat dari bertambahnya:
1)    Pajak Penghasilan Pasal 29;
2)    Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); dan/atau
3)    Pajak Penghasilan Pasal 15
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana tetah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 yang dibayar sendiri dan dilaporkan dalam Surat Pemberilahuan Tahunan Pajak Penghasilan serta dibuktikan dengan pembayaran menggunakan Surat Setoran Pajak.

[7]. Pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dan menuliskan "Pembetulan berdasarkan Pasal 37A UU KUP" di bagian atas tengah SPT Induk dan setiap Lampirannya.

[8]. Dilampiri dengan Surat Setoran Pajak atas pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang yang harus dilunasi sebelum pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersebut disampaikan.
   
[9]. Disampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat tanggal 31 Desember 2008.

Data dan/atau informasi yang tercantum dalam SPT sunset policy tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas pajak lainnya!

Cag.


Iklan