Tampilkan postingan dengan label AEOI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AEOI. Tampilkan semua postingan
Rekening Keuangan Saldo 1 Milyar Rupiah Wajib Dilaporkan

Rekening Keuangan Saldo 1 Milyar Rupiah Wajib Dilaporkan

Kementerian Keuangan baru-baru ini meralat batas minimum saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak yang semula 200 juta rupiah menjadi 1 milyar rupiah. Perubahan batasan saldo ini tertuang dalam siaran pers yang dikeluarkan Kementrian Keuangan, Rabu (7/6). Dengan perubahan ini berarti hanya 0,25% rekening keuangan yang wajib dilaporkan.


Padahal Peraturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2017 bertanggal 31 Mei 2017. Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2017  menyebutkan bahwa batasan minimal saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak adalah 200 juta rupiah.

Artinya, baru berlaku 6 hari Peraturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2017 sudah dilakukan revisi. Tetapi siaran pers tidak menyebutkan peraturan menteri keuangan yang merevisi Peraturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2017.

Berikut siaran pers yang merevisi batasan minimum saldo rekening keuangan :


raden agus suparman : rekening keuangan saldo 1 milyar wajib dilaporkan ke Ditjen Pajak
silakan klik gambar untuk memperjelas

raden agus suparman : rekening keuangan saldo 1 milyar wajib dilaporkan ke Ditjen Pajak

Cek tulisan terbaru di aguspajak.com/blog



Siapa Yang Wajib Melaporkan Rekening Keuangan ke Ditjen Pajak?

Siapa Yang Wajib Melaporkan Rekening Keuangan ke Ditjen Pajak?

raden agus suparman : Siapa yang wajib melaporkan rekening keuangan ke DJP
Lembaga keuangan mulai tahun depan memiliki kewajiban baru yaitu melaporkan rekening keuangan ke Ditjen Pajak. Sebelumnya, rekening keuangan merupakan rahasia perbankan, bahkan Ditjen Pajak perlu ijin ke OJK melalui Menteri Keuangan jika akan membuka rekening bank. Tapi sejak terbit Perppu nomor 1 tahun 2017 maka rahasia perbankan tersebut dihapus untuk tujuan perpajakan.


Banyak yang mengira bahwa Perppu nomor 1 tahun 2017 mewajibkan nasabah melaporkan tabungannya ke Ditjen Pajak. Padahal Perppu nomor 1 tahun 2017 mewajibkan pelaporan rekening keuangan milik nasabah bank melalui OJK. 

Peraturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2017 mengatur lebih detil bagaimana lembaga keuangan harus lapor. Pasal 7 ayat (1) huruf a mengatur bahwa lembaga keuangan pelapor wajib menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan untuk setiap rekening keuangan yang wajib dilaporkan kepada: Direktorat Jenderal Pajak melalui Otoritas Jasa Keuangan.

Selanjutnya, Pasal 8 ayat (7) Peraturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2017 mengatur bahwa terhadap penyampaian laporan berlaku ketentuan sebagai berikut:

  • laporan dimaksud disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat tanggal 1 Agustus setiap tahun; dan
  • Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan laporan dan daftar LJK yang tidak menyampaikan laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak paling lambat tanggal 31 Agustus setiap tahun.

Walaupun demikian, melaporkan tabungan ke Ditjen Pajak merupakan kewajiban setiap Wajib Pajak. Tetapi mekanisme pelaporannya melalui SPT Tahunan yang biasaya dilaporkan setiap tahun. Selain itu, tidak perlu dilaporkan account by account. Cukup dilaporkan saldo totalnya per 31 Desember. Itu pun jika nilai saldo tabungan cukup material.

Pihak yang paling khawatir dengan era keterbuakaan informasi keuangan adalah wajib pajak orang pribadi. Hal ini karena wajib pajak orang pribadi cenderung menyembunyikan harta yang sebenarnya.

Sebenarnya tabungan atau harta bukan objek Pajak Penghasilan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Tetapi saldo atau mutasi rekening keuangan dapat dijadikan bukti bahwa seseorang memiliki penghasilan tertentu.

Nah, harta atau tabungan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan akan disandingkan dengan saldo rekening keuangan yang disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Hal ini akan menjadi triger untuk pengujian kewajiban perpajakan lebih lanjut.

Bayangan saya, informasi rekening keuangan tersebut tidak semuanya disampaikan ke petugas pajak. Terlalu banyak informasi yang harus disaring secara manual jika semuanya disampaikan ke tingkat petugas.

Bagusnya, informasi rekening keuangan tersebut diolah oleh server kantor pusat dan dimasukkan ke dalam mesin kepatuhan perpajakan (compliance risk management).

Seperti diberitakan oleh Kontan, Ditjen Pajak baru akan menggunakan mesin kepatuhan perpajakan mulai tahun 2018. Hasil dari mesin ini baru disampaikan ke petugas yang tepat, apakah harus dilakukan penyidikan, pemeriksaan, atau cukup dengan himbauan untuk memperbaiki SPT Tahunan.


Cek tulisan terbaru di aguspajak.com/blog




Ini penjelasan Menteri Keuangan Pentingnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Data Perbankan Untuk Kepentingan Perpajakan

Ini penjelasan Menteri Keuangan Pentingnya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Data Perbankan Untuk Kepentingan Perpajakan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan penjelasan perlunya diterbitkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 tentang Akses Keterbukaan Informasi Data Perbankan Untuk Kepentingan Perpajakan dalam rapat kerja bersama Komisi XI di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (29/5/2017). Selain itu, di akun instagram Menteri Keuangan juga memberikan penjelasan secara tertulis. Nah, dibawah ini merupakan copy penjelasan Menteri Keuangan yang dimuat di instragram.





Hari ini saya menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR untuk memberikan penjelasan dan informasi tentang latar belakang diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.

Pada kesempatan tersebut, saya menjelaskan latar belakangnya yang dimulai pada tahun 2008, ketika Amerika Serikat (AS) berhasil menemukan bahwa salah satu bank di Swiss telah menjadi tempat penyembunyian aset keuangan milik Wajib Pajak AS yang bertujuan untuk menghindari pajak. Pemerintah AS mengenakan denda kepada bank tersebut sebesar USD700 juta dan mewajibkan bank tersebut untuk mengungkapkan informasi lebih dari 5000 rekening milik orang AS kepada Internal Revenue Service (IRS). 

Dari pengalaman tersebut, tahun 2010 pemerintah AS menerbitkan kebijakan Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA) yang mengharuskan semua Lembaga Keuangan Asing (Foreign Financial Institution/FFI) untuk memberikan informasi tentang nasabah mereka yang merupakan warga negara AS ke IRS.

Terdorong dengan kebijakan Amerika Serikat tersebut, negara-negara yang tergabung dalam forum G20 bersepakat bahwa kebijakan tersebut tidak hanya dapat diterapkan secara unilateral, namun juga dapat diterapkan secara global untuk mengatasi praktik penghindaran pajak. Para pemimpin negara-negara anggota G20 termasuk Indonesia dalam London Summit 2009, telah mendeklarasikan untuk mengambil tindakan terhadap negara atau yurisdiksi yang tidak kooperatif terkait transparansi untuk kepentingan perpajakan, termasuk negara-negara “tax haven”. 

Para pemimpin negara-negara anggota G20 termasuk Indonesia siap memberlakukan sanksi dalam rangka melindungi keuangan publik dan sistem keuangan negara mereka. Pada pertemuan tersebut, juga telah dideklarasikan bahwa era kerahasiaan perbankan telah berakhir untuk kepentingan perpajakan.

G20 kemudian mendorong Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) melalui Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purpose (Global Forum) untuk menerbitkan Common Reporting Standard (CRS), sebagai sebuah standar pengumpulan data dan pelaporan. 

Global Forum adalah forum yang saat ini beranggotakan 139 negara atau yurisdiksi, termasuk Indonesia, yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan pertukaran informasi di bidang perpajakan agar sesuai dengan standar-standar pertukaran informasi yang telah disepakati termasuk pelaksanaan Automatic Exchange of Financial Information (AEOI).

Saat ini, sebanyak 100 negara atau yurisdiksi telah berkomitmen untuk ikut serta dalam AEOI, 50 negara atau yurisdiksi telah berkomitmen untuk mulai menerapkan AEOI per September 2017, dan 50 negara atau yurisdiksi lainnya berkomitmen untuk mulai menerapkan AEOI per September 2018. Negara atau yurisdiksi telah berkomitmen tersebut termasuk Offshore Financial Center seperti Swiss, Hong Kong, Singapura, Panama, Luxemburg, dan Uni Emirat Arab. Saat ini, Hong Kong, Swiss, dan Singapura telah mengesahkan legislasi primernya untuk mengimplementasikan AEOI dan telah menyatakan siap bertukar informasi keuangan hanya dengan negara yang tingkat transparansi untuk kepentingan perpajakan yang sama (level playing field).

Dalam rangka memenuhi komitmen implementasi AEOI, Indonesia harus memiliki legislasi primer (Undang-Undang) dan sekunder (peraturan di bawah UU) paling lambat pada tanggal 30 Juni 2017. Kegagalan mengambil langkah cepat dan tepat akan merugikan Indonesia karena Indonesia dapat dikategorikan sebagai “Non-Cooperative Jurisdiction” yang berdampak pada penilaian dunia internasional bahwa Indonesia tidak level playing field dengan negara-negara yang telah memenuhi komitmen AEOI. 

Hal ini dapat menjadikan Indonesia sebagai negara yang tidak transparan, tax haven country, tempat untuk pencucian uang, dan tujuan penyimpanan pendanaan terorisme. Akibatnya, Indonesia menjadi tidak kompetitif secara ekonomi karena cost of doing business menjadi lebih mahal dibandingkan negara yang telah memenuhi komitmen AEOI. Selain itu, sesuai dengan prinsip resiprokal yang dianut, Indonesia tidak akan memperoleh informasi keuangan milik Wajib Pajak Indonesia yang disimpan di luar negeri baik yang sudah atau tidak mengikuti program pengampunan pajak.

Dengan pertimbangan adanya keadaan yang memaksa dan kebutuhan yang sangat mendesak untuk segera memberikan akses bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan diundangkan pada tanggal 8 Mei 2017. Penyusunan PERPU ini telah dikoordinasikan dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

Pemerintah menjamin bahwa kewenangan DJP atas akses informasi keuangan ini hanya untuk kepentingan perpajakan dan tidak disalahgunakan oleh pegawai DJP untuk kepentingan yang lain. Informasi keuangan Wajib Pajak akan dijaga kerahasiaannya. Bagi pegawai DJP yang tidak menjaga kerahasiaan informasi keuangan tersebut akan dikenakan sanksi pidana denda dan pidana kurungan. Pemerintah akan terus melakukan peningkatan kualitas pengamanan atas kerahasiaan informasi keuangan dengan merujuk pada standar yang diakui secara internasional.

Momen penguatan basis data administrasi perpajakan yang bersumber dari hasil AEOI ini harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk penerimaan pajak yang digunakan untuk membiayai pembangunan guna mencapai masyarakat yang adil dan makmur.

Jakarta, 29 Mei 2017 

Cek tulisan terbaru di aguspajak.com/blog 

 

Jadikan Perppu Momentum Meningkatkan Tax Ratio

Jadikan Perppu Momentum Meningkatkan Tax Ratio

Sampai dengan tahun 2017 ini, tax ratio Indonesia masih sekitar 11%. Rasio ini dipandang kecil dibandingkan dengan negara-negara G20 dimana Indonesia sebagai anggota. Pun begitu dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia. Salah satu alasan kenapa tax ratio Indonesia kecil adalah rahasia bank. Ditjen Pajak sebagai otoritas pajak tidak memiliki kewenangan untuk mengakses data perbankan seperti otoritas pajak di negara lain. Nah, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2017 mencabut rahasia tersebut dan memberikan kewenangan kepada Ditjen Pajak untuk mengakses informasi keuangan. 
Tahun 2017 ini pemerintah tidak memiliki pilihan lain kecuali membukan rahasia perbankan untuk tujuan perpajakan. Terlalu besar risiko yang harus ditanggung jika Indonesia masih mempertahankan rezim rahasia bank.

Risiko yang akan ditanggung Indonesia sudah tertulis dalam bagian menimbang. Begini risiko yang dihindari dengan menerbitkan Perppu No. 1 Tahun 2017 :

Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian internasional di bidang perpajakan yang berkewajiban untuk memenuhi komitmen keikutsertaan dalam mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information) dan harus segera membentuk peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebelum tanggal 30 Juni 2017.


Apabila Indonesia tidak segera memenuhi kewajiban sesuai batas waktu yang ditentukan, Indonesia dinyatakan sebagai negara yang gagal untuk memenuhi komitmen pertukaran informasi keuangan secara otomatis (fail to meet its commitment), yang akan mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi Indonesia, antara lain : 

  • menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai anggota G20, 
  • menurunnya kepercayaan investor, dan 
  • berpotensi terganggunya stabilitas ekonomi nasional, serta 
  • dapat menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana ilegal.


Kenapa Perppu No. 1 Tahun 2017 sangat penting bagi perpajakan? Ditjen Pajak sampai sekarang sering disebut "berburu di kebun binatang". Maknanya, Ditjen Pajak mengandalkan intensifikasi atas wajib pajak yang sudah bayar pajak.

Ada banyak wajib pajak yang tidak lapor dan tidak bayar pajak dan sebenarnya secara potensi cukup besar. Secara teoritis tax gap masih besar. Potensi pajak yang belum direalisasikan menjadi penerimaan negara masih banyak.Tetapi perhitungan tax gap ini tidak bisa dieksplorasi karena Ditjen Pajak tidak memiliki data.

Ya, Ditjen Pajak tidak bisa melakukan apa-apa jika tidak memiliki bukti bahwa seseorang tidak patuh pajak. Tidak cukup dengan melakukan himbauan melaksanakan kewajiban perpajakan berdasarkan indikasi saja.

Perppu No. 1 Tahun 2017 dapat dijadikan modal bagi Ditjen Pajak untuk mengeksplorasi tax gap dan "berburu di hutan rimba". Memperluas basis pengawasan perpajakan berdasarkan data perbankan.

Berdasarkan Perppu No. 1 Tahun 2017, lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak:

  • laporan yang berisi informasi keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan untuk setiap rekening keuangan yang diidentifikasikan sebagai rekening keuangan yang wajib dilaporkan; dan
  • laporan yang berisi informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan,

yang dikelola oleh lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain dimaksud selama satu tahun kalender.

Menyampaikan informasi keuangan ke Direktur Jenderal Pajak sifatnya wajib (mandatory) bagi lembaga keuangan. Lembaga keuangan yang dimaksud bukan hanya bank, tapi termasuk pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.

Berdasarkan data keuangan tersebut, maka Ditjen Pajak dapat menganalisis siapa-siapa yang memiliki penghasilan BESAR tetapi tidak bayar pajak.

Sebaliknya, wajib pajak juga tidak dapat mengelak atas kewajiban perpajakan karena Ditjen Pajak memiliki dasar yang kuat untuk menetapkan pajak terutang.

Secara nasional, informasi keuangan yang dihimpun oleh Ditjen Pajak dapat memetakan bolong-bolong yang selama ini bersembunyi dan tidak bayar pajak. Dan pada akhirnya, tax ratio Indonesia diharapkan akan meningkat.

Karena aturan baru mewajibkan lembaga keuangan menyampaikan informasi keuangan ke Direktur Jenderal Pajak, maka Perppu No. 1 Tahun 2017 menghapus pasal-pasal "penjaga rahasia". Berikut pasal yang dihapus dengan Perppu No. 1 Tahun 1017 khusus terkait kepentingan perpajakan :

  • Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 35A UU KUP;
  • Pasal 40 dan Pasal 41 UU Perbankan;
  • Pasal 47 UU Pasar Modal;
  • Pasal 17, Pasal 27, dan Pasal 55 UU Perdagangan Berjangka Komoditi;
  • Pasal 41 dan Pasal 42 UU Perbankan Syariah; 
Cek tulisan terbaru di aguspajak.com/blog

 

    Inilah Informasi Yang Akan Dipertukarkan Oleh Otoritas Pajak Dunia

    Inilah Informasi Yang Akan Dipertukarkan Oleh Otoritas Pajak Dunia

    Dunia semakin transparan. Saat ini otoritas perpajakan global sedang bersiap-siap menyambut era baru, yaitu era saling bertukar informasi diantara otoritas perpajakan. Walaupun saat ini Indonesia tidak memungkinkan bertukar informasi dikarenakan Undang-Undang Perbankan masih menutup diri, tetapi sebentar lagi segera diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang dibuat khusus untuk mencabut rahasia perbankan dan memberikan kewenangan kepada otoritas perpajakan Indonesia untuk mengakses informasi perbankan.

    Menurut Kontan, Selasa, 18 April 2017, draft Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang akan mengatur mengenai keterbukaan data keuangan untuk keperluan perpajakan masih menunggu teken dari Presiden. Mungkin bulan depan sudah terbit Perppu yang dimaksud.

    Bagaimana isi Perppu keterbukaan data keuangan? Saat ini saya sendiri masih mengira-ngira bahwa intinya otoritas pajak di Indonesia yaitu Direktorat Jenderal Pajak dapat mengakses informasi perbankan. Tapi bisa jadi tidak semua informasi perbankan dapat diakses.

    Menurut Standard for Automatic Exchange of Financial Account Information in Tax Matters yang diterbitkan oleh OECD  bahwa otoritas pajak masing-masing negara akan saling mempertukarkan informasi :
    1. the name, address, TIN(s) and date and place of birth (in the case of an individual) of each Reportable Person that is an Account Holder of the account and, in the case of any Entity that is an Account Holder and that, after application of due diligence procedures consistent with the Common Reporting Standard, is identified as having one or more Controlling Persons that is a Reportable Person, the name, address, and TIN(s) of the Entity and the name, address, TIN(s) and date and place of birth of each Reportable Person;
    2. the account number (or functional equivalent in the absence of an account number);
    3. the name and identifying number (if any) of the Reporting Financial Institution;
    4.  the account balance or value (including, in the case of a Cash Value Insurance Contract or Annuity Contract, the Cash Value or surrender value) as of the end of the relevant calendar year or other appropriate reporting period or, if the account was closed during such year or period, the closure of the account; 
    5. in the case of any Custodial Account: 1) the total gross amount of interest, the total gross amount of dividends, and the total gross amount of other income generated
      with respect to the assets held in the account, in each case paid or credited to the account (or with respect to the account) during the calendar year or other appropriate reporting period; and (2) the total gross proceeds from the sale or redemption of  financial Assets paid or credited to the account during the calendar year or other appropriate reporting period with respect to which the Reporting Financial Institution acted as a custodian, broker, nominee, or otherwise as an agent for the Account Holder; 
    6. in the case of any Depository Account, the total gross amount of interest paid or credited to the account during the calendar year or other appropriate reporting period; and 
    7. in the case of any account not described in subparagraph 2(e) or (f), the total gross amount paid or credited to the Account Holder with respect to the account during the calendar year or other appropriate reporting period with respect to which the Reporting Financial Institution is the obligor or debtor, including the aggregate amount of any redemption payments made to the Account Holder during the calendar year or other appropriate reporting period. 
    Hem... banyak juga ya? Ternyata bukan hanya akun perbankan yang harus dipertukarkan antar otoritas pajak, tetapi juga lembaga keuangan lainnya seperti Dana Pensiun dan Asuransi.

    Cek tulisan terbaru di aguspajak.com/blog

     


    Iklan