Jadikan Perppu Momentum Meningkatkan Tax Ratio
Sampai dengan tahun 2017 ini, tax ratio Indonesia masih sekitar 11%. Rasio ini dipandang kecil dibandingkan dengan negara-negara G20 dimana Indonesia sebagai anggota. Pun begitu dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia. Salah satu alasan kenapa tax ratio Indonesia kecil adalah rahasia bank. Ditjen Pajak sebagai otoritas pajak tidak memiliki kewenangan untuk mengakses data perbankan seperti otoritas pajak di negara lain. Nah, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2017 mencabut rahasia tersebut dan memberikan kewenangan kepada Ditjen Pajak untuk mengakses informasi keuangan.
Tahun 2017 ini pemerintah tidak memiliki pilihan lain kecuali membukan rahasia perbankan untuk tujuan perpajakan. Terlalu besar risiko yang harus ditanggung jika Indonesia masih mempertahankan rezim rahasia bank.
Risiko yang akan ditanggung Indonesia sudah tertulis dalam bagian menimbang. Begini risiko yang dihindari dengan menerbitkan Perppu No. 1 Tahun 2017 :
Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian internasional di bidang perpajakan yang berkewajiban untuk memenuhi komitmen keikutsertaan dalam mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information) dan harus segera membentuk peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebelum tanggal 30 Juni 2017.
Apabila Indonesia tidak segera memenuhi kewajiban sesuai batas waktu yang ditentukan, Indonesia dinyatakan sebagai negara yang gagal untuk memenuhi komitmen pertukaran informasi keuangan secara otomatis (fail to meet its commitment), yang akan mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi Indonesia, antara lain :
Kenapa Perppu No. 1 Tahun 2017 sangat penting bagi perpajakan? Ditjen Pajak sampai sekarang sering disebut "berburu di kebun binatang". Maknanya, Ditjen Pajak mengandalkan intensifikasi atas wajib pajak yang sudah bayar pajak.
Ada banyak wajib pajak yang tidak lapor dan tidak bayar pajak dan sebenarnya secara potensi cukup besar. Secara teoritis tax gap masih besar. Potensi pajak yang belum direalisasikan menjadi penerimaan negara masih banyak.Tetapi perhitungan tax gap ini tidak bisa dieksplorasi karena Ditjen Pajak tidak memiliki data.
Ya, Ditjen Pajak tidak bisa melakukan apa-apa jika tidak memiliki bukti bahwa seseorang tidak patuh pajak. Tidak cukup dengan melakukan himbauan melaksanakan kewajiban perpajakan berdasarkan indikasi saja.
Perppu No. 1 Tahun 2017 dapat dijadikan modal bagi Ditjen Pajak untuk mengeksplorasi tax gap dan "berburu di hutan rimba". Memperluas basis pengawasan perpajakan berdasarkan data perbankan.
Berdasarkan Perppu No. 1 Tahun 2017, lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak:
yang dikelola oleh lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain dimaksud selama satu tahun kalender.
Menyampaikan informasi keuangan ke Direktur Jenderal Pajak sifatnya wajib (mandatory) bagi lembaga keuangan. Lembaga keuangan yang dimaksud bukan hanya bank, tapi termasuk pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.
Berdasarkan data keuangan tersebut, maka Ditjen Pajak dapat menganalisis siapa-siapa yang memiliki penghasilan BESAR tetapi tidak bayar pajak.
Sebaliknya, wajib pajak juga tidak dapat mengelak atas kewajiban perpajakan karena Ditjen Pajak memiliki dasar yang kuat untuk menetapkan pajak terutang.
Secara nasional, informasi keuangan yang dihimpun oleh Ditjen Pajak dapat memetakan bolong-bolong yang selama ini bersembunyi dan tidak bayar pajak. Dan pada akhirnya, tax ratio Indonesia diharapkan akan meningkat.
Karena aturan baru mewajibkan lembaga keuangan menyampaikan informasi keuangan ke Direktur Jenderal Pajak, maka Perppu No. 1 Tahun 2017 menghapus pasal-pasal "penjaga rahasia". Berikut pasal yang dihapus dengan Perppu No. 1 Tahun 1017 khusus terkait kepentingan perpajakan :
Tahun 2017 ini pemerintah tidak memiliki pilihan lain kecuali membukan rahasia perbankan untuk tujuan perpajakan. Terlalu besar risiko yang harus ditanggung jika Indonesia masih mempertahankan rezim rahasia bank.
Risiko yang akan ditanggung Indonesia sudah tertulis dalam bagian menimbang. Begini risiko yang dihindari dengan menerbitkan Perppu No. 1 Tahun 2017 :
Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian internasional di bidang perpajakan yang berkewajiban untuk memenuhi komitmen keikutsertaan dalam mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information) dan harus segera membentuk peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebelum tanggal 30 Juni 2017.
Apabila Indonesia tidak segera memenuhi kewajiban sesuai batas waktu yang ditentukan, Indonesia dinyatakan sebagai negara yang gagal untuk memenuhi komitmen pertukaran informasi keuangan secara otomatis (fail to meet its commitment), yang akan mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi Indonesia, antara lain :
- menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai anggota G20,
- menurunnya kepercayaan investor, dan
- berpotensi terganggunya stabilitas ekonomi nasional, serta
- dapat menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana ilegal.
Kenapa Perppu No. 1 Tahun 2017 sangat penting bagi perpajakan? Ditjen Pajak sampai sekarang sering disebut "berburu di kebun binatang". Maknanya, Ditjen Pajak mengandalkan intensifikasi atas wajib pajak yang sudah bayar pajak.
Ada banyak wajib pajak yang tidak lapor dan tidak bayar pajak dan sebenarnya secara potensi cukup besar. Secara teoritis tax gap masih besar. Potensi pajak yang belum direalisasikan menjadi penerimaan negara masih banyak.Tetapi perhitungan tax gap ini tidak bisa dieksplorasi karena Ditjen Pajak tidak memiliki data.
Ya, Ditjen Pajak tidak bisa melakukan apa-apa jika tidak memiliki bukti bahwa seseorang tidak patuh pajak. Tidak cukup dengan melakukan himbauan melaksanakan kewajiban perpajakan berdasarkan indikasi saja.
Perppu No. 1 Tahun 2017 dapat dijadikan modal bagi Ditjen Pajak untuk mengeksplorasi tax gap dan "berburu di hutan rimba". Memperluas basis pengawasan perpajakan berdasarkan data perbankan.
Berdasarkan Perppu No. 1 Tahun 2017, lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak:
- laporan yang berisi informasi keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan untuk setiap rekening keuangan yang diidentifikasikan sebagai rekening keuangan yang wajib dilaporkan; dan
- laporan yang berisi informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan,
yang dikelola oleh lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain dimaksud selama satu tahun kalender.
Menyampaikan informasi keuangan ke Direktur Jenderal Pajak sifatnya wajib (mandatory) bagi lembaga keuangan. Lembaga keuangan yang dimaksud bukan hanya bank, tapi termasuk pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.
Berdasarkan data keuangan tersebut, maka Ditjen Pajak dapat menganalisis siapa-siapa yang memiliki penghasilan BESAR tetapi tidak bayar pajak.
Sebaliknya, wajib pajak juga tidak dapat mengelak atas kewajiban perpajakan karena Ditjen Pajak memiliki dasar yang kuat untuk menetapkan pajak terutang.
Secara nasional, informasi keuangan yang dihimpun oleh Ditjen Pajak dapat memetakan bolong-bolong yang selama ini bersembunyi dan tidak bayar pajak. Dan pada akhirnya, tax ratio Indonesia diharapkan akan meningkat.
Karena aturan baru mewajibkan lembaga keuangan menyampaikan informasi keuangan ke Direktur Jenderal Pajak, maka Perppu No. 1 Tahun 2017 menghapus pasal-pasal "penjaga rahasia". Berikut pasal yang dihapus dengan Perppu No. 1 Tahun 1017 khusus terkait kepentingan perpajakan :
- Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 35A UU KUP;
- Pasal 40 dan Pasal 41 UU Perbankan;
- Pasal 47 UU Pasar Modal;
- Pasal 17, Pasal 27, dan Pasal 55 UU Perdagangan Berjangka Komoditi;
- Pasal 41 dan Pasal 42 UU Perbankan Syariah;