Tampilkan postingan dengan label pengawasan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pengawasan. Tampilkan semua postingan
Jadikan Perppu Momentum Meningkatkan Tax Ratio

Jadikan Perppu Momentum Meningkatkan Tax Ratio

Sampai dengan tahun 2017 ini, tax ratio Indonesia masih sekitar 11%. Rasio ini dipandang kecil dibandingkan dengan negara-negara G20 dimana Indonesia sebagai anggota. Pun begitu dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia. Salah satu alasan kenapa tax ratio Indonesia kecil adalah rahasia bank. Ditjen Pajak sebagai otoritas pajak tidak memiliki kewenangan untuk mengakses data perbankan seperti otoritas pajak di negara lain. Nah, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2017 mencabut rahasia tersebut dan memberikan kewenangan kepada Ditjen Pajak untuk mengakses informasi keuangan. 
Tahun 2017 ini pemerintah tidak memiliki pilihan lain kecuali membukan rahasia perbankan untuk tujuan perpajakan. Terlalu besar risiko yang harus ditanggung jika Indonesia masih mempertahankan rezim rahasia bank.

Risiko yang akan ditanggung Indonesia sudah tertulis dalam bagian menimbang. Begini risiko yang dihindari dengan menerbitkan Perppu No. 1 Tahun 2017 :

Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian internasional di bidang perpajakan yang berkewajiban untuk memenuhi komitmen keikutsertaan dalam mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information) dan harus segera membentuk peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebelum tanggal 30 Juni 2017.


Apabila Indonesia tidak segera memenuhi kewajiban sesuai batas waktu yang ditentukan, Indonesia dinyatakan sebagai negara yang gagal untuk memenuhi komitmen pertukaran informasi keuangan secara otomatis (fail to meet its commitment), yang akan mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi Indonesia, antara lain : 

  • menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai anggota G20, 
  • menurunnya kepercayaan investor, dan 
  • berpotensi terganggunya stabilitas ekonomi nasional, serta 
  • dapat menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana ilegal.


Kenapa Perppu No. 1 Tahun 2017 sangat penting bagi perpajakan? Ditjen Pajak sampai sekarang sering disebut "berburu di kebun binatang". Maknanya, Ditjen Pajak mengandalkan intensifikasi atas wajib pajak yang sudah bayar pajak.

Ada banyak wajib pajak yang tidak lapor dan tidak bayar pajak dan sebenarnya secara potensi cukup besar. Secara teoritis tax gap masih besar. Potensi pajak yang belum direalisasikan menjadi penerimaan negara masih banyak.Tetapi perhitungan tax gap ini tidak bisa dieksplorasi karena Ditjen Pajak tidak memiliki data.

Ya, Ditjen Pajak tidak bisa melakukan apa-apa jika tidak memiliki bukti bahwa seseorang tidak patuh pajak. Tidak cukup dengan melakukan himbauan melaksanakan kewajiban perpajakan berdasarkan indikasi saja.

Perppu No. 1 Tahun 2017 dapat dijadikan modal bagi Ditjen Pajak untuk mengeksplorasi tax gap dan "berburu di hutan rimba". Memperluas basis pengawasan perpajakan berdasarkan data perbankan.

Berdasarkan Perppu No. 1 Tahun 2017, lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak:

  • laporan yang berisi informasi keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan untuk setiap rekening keuangan yang diidentifikasikan sebagai rekening keuangan yang wajib dilaporkan; dan
  • laporan yang berisi informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan,

yang dikelola oleh lembaga jasa keuangan, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain dimaksud selama satu tahun kalender.

Menyampaikan informasi keuangan ke Direktur Jenderal Pajak sifatnya wajib (mandatory) bagi lembaga keuangan. Lembaga keuangan yang dimaksud bukan hanya bank, tapi termasuk pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.

Berdasarkan data keuangan tersebut, maka Ditjen Pajak dapat menganalisis siapa-siapa yang memiliki penghasilan BESAR tetapi tidak bayar pajak.

Sebaliknya, wajib pajak juga tidak dapat mengelak atas kewajiban perpajakan karena Ditjen Pajak memiliki dasar yang kuat untuk menetapkan pajak terutang.

Secara nasional, informasi keuangan yang dihimpun oleh Ditjen Pajak dapat memetakan bolong-bolong yang selama ini bersembunyi dan tidak bayar pajak. Dan pada akhirnya, tax ratio Indonesia diharapkan akan meningkat.

Karena aturan baru mewajibkan lembaga keuangan menyampaikan informasi keuangan ke Direktur Jenderal Pajak, maka Perppu No. 1 Tahun 2017 menghapus pasal-pasal "penjaga rahasia". Berikut pasal yang dihapus dengan Perppu No. 1 Tahun 1017 khusus terkait kepentingan perpajakan :

  • Pasal 35 ayat (2) dan Pasal 35A UU KUP;
  • Pasal 40 dan Pasal 41 UU Perbankan;
  • Pasal 47 UU Pasar Modal;
  • Pasal 17, Pasal 27, dan Pasal 55 UU Perdagangan Berjangka Komoditi;
  • Pasal 41 dan Pasal 42 UU Perbankan Syariah; 
Cek tulisan terbaru di aguspajak.com/blog

 

    Pasca Amnesti Pajak : Administrasi Perpajakan Terbagi Dua

    Pasca Amnesti Pajak : Administrasi Perpajakan Terbagi Dua

    Pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagai mana diatau dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Pengampunan Pajak). Berdasarkan ketentuan tersebut, administrasi perpajakan pasca amnesti pajak memberikan pemisah yang tegas antara Wajib Pajak yang ikut amnesti dan Wajib Pajak yang tidak ikut amnesi.
     Bagi Wajib Pajak yang ikut amnesti maka kewajiban perpajakan 2015 ke belakang sudah final dan tidak bisa dilakukan apa-apa. Hak negara sudah dilepaskan dan kewajiban Wajib Pajak sudah ditiadakan. Konsekuesinya, Wajib Pajak yang ikut amnesti tidak perlu dilakukan pengawasan, dan tidak boleh dilakukan pemeriksaan. Direktorat Jenderal Pajak seperti melupakan tahun pajak 2015 ke belakang.

    Pengawasan terhadap Wajib Pajak yang ikut amnesti pajak hanya bisa dilakukan untuk tahun pajak 2016 sampai dengan sekarang. Seandainya Wajib Pajak yang ikut amnesti pajak masih mendapatkan surat himbauan dari kantor pajak untuk permasalah tahun pajak 2015, 2014 dan seterusnya, maka surat tersebut boleh dianggap tidak ada.

    Sebaliknya, bagi wajib pajak yang tidak mengikuti amnesti pajak, maka tidak ada batasan tahun pajak kecuali yang diatur dalam Undang-Undang KUP, yaitu daluwarsa ketetapan pajak.

    Walaupun demikian, tidak berarti bahwa Wajib Pajak yang ikut amnesti pajak dilupakan sama sekali. Berikut ini pengawasan yang masih dapat dilakukan oleh kantor pajak terhadap Wajib Pajak yang ikut amnesti pajak:
    1. Penelitian terhadap penggunaan tarif amnesti pajak. Misal, seharusnya tidak berhak mendapatkan tarif UKM 0,5% tetapi Wajib Pajak tersebut menggunakan. Seharusnya masalah ini selesai jika sudah mendapatkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak;
    2. Penelitian kebenaran harta yang diungkap. Jika masih ada harta yang belum diungkap atau seharusnya diungkap atau kurang diungkap dalam Amnesti Pajak maka terhadap harta tersebut dapat dianggap sebagai penghasilan tambahan pada saat ditemukan oleh kantor pajak. Hal ini diatur di Pasal 18 ayat (1) UU Pengampunan Pajak.
    3. Harta yang gagal direpatriasi merupakan penghasilan penghasilan tahun pajak 2016 (bukan saat ditemukan). Hal ini diatur di Pasal 14 ayat (4) UU Pengampunan Pajak.
    4. Pengawasan kompensasi kelebihan pajak PPN dari masa pajak Desember 2015 ke masa pajak Januari 2016. Pasal 35 Peraturan Menteri Keuangan nomor 118/PMK.03/2016 mengatur bahwa Wajib Pajak yang ikut amnesti pajak tidak berhak mengkompensasi kelebihan pembayaran PPN. Ketentuan ini berlaku baik untuk pusat maupun cabang.
    5. Kompensasi kerugian tahun 2015 ke belakang juga tidak boleh diakui. Hal ini diatur di Pasal 35 Peraturan Menteri Keuangan nomor 118/PMK.03/2016.
    6. Pengawasan penyusutan dan amortisasi tahun pajak 2016 dan seterusnya. Wajib Pajak yang mengikuti amnesti pajak tidak boleh menyusutkan harta tambahan. Misal harta tambahan yang diamnestikan berupa gedung, maka atas gedung tersebut tidak boleh ada penyusutan.
    7. Wajib Pajak yang memiliki perusahaan cangkang atau SPV (special purpose vehicle) dan memiliki harta melalui SPV tersebut, pada saat amnesti pajak dapat mengakui secara langsung atas kepemilikan tersebut atau SPV menjadi badan hukum Indonesia. Nah, jika memilih opsi kedua, maka setelah amnesti harus ada pendirian badan hukum Indonesia (seperti PT) kemudian seluruh ekuitas SPV menjadi saham di PT yang baru.    
    Wah, banyak ya? Tentu lebih banyak lagi pengawasan terhadap wajib pajak yang tidak mengikuti amnesti pajak.  

    Tahun 2017 ini, petugas pajak memiliki satu tahapan baru sebelum melakukan pengawasan, sebelum petugas menyampaikan surat himbauan atau (SP2DK) kepada wajib pajak, yaitu memastikan bahwa wajib pajak tidak mengikuti amnesti pajak.

    Jika Wajib Pajak sudah dipastikan tidak mengikuti amnesti pajak, maka dapat dilakukan pengawasan dan dikirim SP2DK untuk tahun 2015 sampai dengan 2012. Permasalahan yang dapat dibuatkan SP2DK diantaranya:
    • belum menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21, SPT Masa PPN atau SPT Tahunan;
    • belum menyetor PPh Pasal 25 atau setoran PPh PP46;
    • pajak yang dibayar kurang dibandingkan dengan yang dilaporkan dalam SPT;
    • tidak melaporkan faktur pajak yang sudah diterbitkan atau sudah dikreditkan oleh lawan transaksi;
    • ada penghasilan yang belum dlaporkan berdasarkan bukti potong PPh dari lawan transaksi;
    • ada potensi pajak berdasarkan analisis laporan keuangan yang disampaikan.





    Fobia Penduduk Negeri Surga Pajak

    Fobia Penduduk Negeri Surga Pajak

    raden agus suparman : Fobia Penduduk Negeri Surga Pajak
    The Jakarta Post, 22 Maret 2016, sudah menyebut Indonesia sebagai the real tax haven country. Ya, secara praktek Wajib Pajak di Indonesia dapat dengan mudah tidak bayar pajak walaupun Wajib Pajak tersebut memiliki kekayaan yang luar biasa. Sedangkan fobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan terhadap suatu fenomena. Sebagian penduduk Indonesia sangat ketakutan dengan pajak. Di bawah ini dua buktinya!

    Pertama, setelah Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan mewajibkan para administrator kartu kredit untuk melaporkan data pelanggannya ke kantor pajak, maka banyak pemegang kartu kredit yang menutup kartu kredit mereka. Bukan hanya nasabah bank BCA, tetapi nasabah bank lain juga.

    Bagi para pengusaha, sebenarnya ada sisi keuntungan dengan tidak digunakannya kartu kredit. Bagi mereka yang biasa "gesek", maka jika tidak pakai kartu kredit maka mereka pakai kartu debit. Nah, pengguna yang beralik dari kartu kredit ke kartu debit tentu sangat diharapkan oleh pengusaha retail. Karena bayar dengan kartu debit artinya uang langsung masuk real time dari rekening pembeli ke rekening pengusaha.

    Apa yang dikhawatirkan para fobia? Mereka khawatir dengan menggunakan kartu kredit akan terungkap penghasilan sebenarnya. Kekawatiran ini sebenarnya logis jika pengguna kartu kredit masih menyembunyikan penghasilan yang dia peroleh. Tetapi jika penghasilan yang dia peroleh sudah dikenai pajak dan sudah dilaporkan, maka kekhawatiran mereka tidak logis. Dan tidak ada dampaknya bagi perpajakan dia.

    Selain itu, sebenarnya rekening kartu kredit bukan rekening penyimpan. Dan yang wajib dirahasiakan oleh Undang-Undang Perbankan adalah rekening penyimpan. Faktanya, Bank Indonesia sudah lama memberikan data nasabah debitur ke Direktorat Jenderal Pajak. BI sudah membarikan data SID (sistem informasi debitur) Bahkan data tersebut sudah dimanfaatkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP). 

    Debitur bank yang memiliki pinjaman besar akan disandingkan dengan SPT. Jika pinjaman tersebut tidak dilaporkan, maka Wajib Pajak diharuskan membetulkan sendiri SPT yang sudah dilapor.

    Kedua, Pemerintah melalui Peraturan Dirjen Pajak mengeluarkan kebijakan tentang pemotongan bunga deposito, PER-01/PJ/2015. Peraturan ini dicabut sebelum berlaku!  

    Rumor yang disampaikan ke pihak DJP, peraturan persebut menyebabkan eksodus dana penyimpan besar-besaran di perbankan. Ada arus uang keluar yang luar biasa besar sehingga mengganggu likuiditas dana perbankan.

    Eksodus dana tersebut berakar dari fobia juga. Sekali lagi, jika memang penyimpan dana sudah melaporkan penghasilannya sebenarnya, kekhawatiran tersebut tidak logis! Tidak mungkin kantor pajak mengenakan pajak atas objek yang sama. Walaupun terjadi, Wajib Pajak dapat mengajukan proses keberatan dan/atau proses banding ke Pengadilan Pajak.

    Mulai 2018, rahasia perbankan akan menjadi kenangan! OECD dan G20 sudah sepakat untuk saling tukar informasi tentang data keuangan dan aset.

    OECD mengatakan, "As the world becomes increasingly globalised and cross-border activities become the norm, tax administrations need to work together to ensure that taxpayers pay the right amount of tax to the right jurisdiction. A key aspect for making tax administrations ready for the challenges of the 21st century is equipping them with the necessary legal, administrative and IT tools for verifying compliance of their taxpayers. Against that background, the enhanced co-operation between tax authorities through AEOI is crucial in bringing national tax administration in line with the globalised economy."

    Dunia memang semakin sempit. Tidak ada tempat bagi fobia pajak! Saat ini, sudah ada 95 otoritas pajak yang menandatangani Multilateral Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters (MCMAA). Silakan cek status negara dimaksud!

    Berikut video OECD di Youtube tentang upaya memerangi penghindar pajak. 










    Jurus Baru Mengungkap Pengemplang Pajak

    Jurus Baru Mengungkap Pengemplang Pajak

    raden agus suparman: jurus baru mengungkap pengemplang pajak
    Direktorat Jenderal Pajak menggunakan jurus baru untuk mengungkap para pengemplang pajak. Selama ini, pemeriksa pajak biasa menguji omset Wajib Pajak dengan arus uang, arus dokumen, dan barang. Tapi secara institusi, Direktorat Jenderal Pajak belum mengoptimalkan arus barang. Karena itu, di tahun Penegakkan Hukum 2016 arus barang akan ditelusuri untuk mengungkap omset para pengusaha. Kemana saja barang mengalir?


    Faktur Pajak yang dibuat oleh para pabrikan dan distributor barang-barang mewajibkan merinci jenis barang. Siapa pembeli barang, alamatnya dimana, jenis barang apa, dan berapa jumlahnya. Tetapi ada satu jenis faktur pajak yang tidak ada rincian tersebut. Faktur Pajak tersebut disebut Faktur Pajak Yang Digunggungkan.

    Pengusaha Kena Pajak (PKP) tidak perlu melaporkan satu-per-satu faktur pajak. Walaupun demikian, dalam catatan atau pembukuan PKP tetap harus dibuat perincian per transaksi dan nomor faktur pajak. Hanya saja PKP cukup melaporkan di SPT Masa PPN sebesar total DPP dan PPN-nya saja. Bandingkan dengan faktur pajak yang tidak digunggungkan, PKP harus melaporkan setiap faktur pajak di Formulir 1111 A1 dan Formulir 1111 A2.

    Faktur Pajak yang digunggung ini membuat Direktorat Jenderal Pajak "mati kutu" menelusuri siapa pembeli barang. Tahun 2016 ini dibuat usaha baru dengan meminta perincian lebih detil ke PKP. Permintaan dikirim secara khusus.
    raden agus suparman: surat permintaan informasi identitas pembeli dari KPP



    Selain Faktur Pajak yang digunggung, ada juga permintaan identitas penerima jasa. Penerima jasa sudah dilaporkan saat dipotong PPh Pasal 23 oleh pemberi penghasilan. Seringkali, identitas penerima penghasilan tidak jelas karena permintaan penerima penghasilan.

    Banyak yang menolak memberikan identitas penerima penghasilan karena si penerima penghasilan tidak mau ketahuan oleh Wajib Pajak. Sekarang secara khusus identitas ini diminta. 

    Jika Wajib Pajak menolak memberikan identitas lengkap, ada baiknya dibuatkan data konkret saja. Ya, atas biaya tersebut dikoreksi sehinga penghasilan kena pajak meningkat sebesar koreksi jasa yang diberikan. 

    Mungkin Wajib Pajak akan kerepotan jika biaya yang dikoreksi besar. Tentu Pajak Penghasilan Badan juga akan kurang  bayar besar. Inilah sasaran lain dari kantor pajak. Jika dipenerima penghasilan tidak didapat, dari sisi pemberi penghasilan yang kena.

    Argumentasi yang dapat digunakan oleh petugas pajak begini, "Bisa jadi sebenarnya biaya tersebut tidak ada, tetapi diada-adakan. Buktinya penerima penghasilan tidak jelas identitasnya?"


    Cek tulisan terbaru di aguspajak.com/blog 


     


    sangat jarang wajib pajak orang pribadi melaporkan harta di Luar Negeri

    sangat jarang wajib pajak orang pribadi melaporkan harta di Luar Negeri

    bocoran yang disebut Panama Papers
    gambar dari theguardian.com
    Seperti yang disampaikan oleh Chief Operating Officer Bank Dunia, Sri Mulyani, bahwa beliau mengetahui pasti tidak ada satupun pihak yang suka membayar pajak. Kasus menghindari pajak bukan kasus baru. Bagi pelajar kelas perpajakan tentu sudah dikenalkan tentang tax avoidance dan tax evasion.
    Tidak mudah menentukan apakah suatu skema investasi bisa disebutkan tax avoidance atau tax evasion. Tentu perlu pemeriksaan kasus per kasus. Tetapi dari sisi niat, bisa dipastikan bahwa orang-orang yang membuat "perusahaan cangkang" (SPC atau SPV) di di negara tertentu bisa dipastikan untuk menghindari pajak atau memanfaatkan pajak yang kecil.

    Tetapi akhir-akhir ini, perang terhadap penghindar pajak sudah diumumkan. Negara-negara G20 dan OECD sudah sepakat untuk membuat Automatic Exchange of Information (AEOI) sehingga informasi aset, data keuangan, dan transaksi lainnya bisa diketahui dari program pertukaran informasi tersebut. Tujuannya tentu memudahkan pengawasan kepatuhan perpajakan seseorang.

    Bahkan sekarang IMF dan Bank Dunia juga sudah bergabung dalam program memerangi pengemplang pajak. Bank Dunia mengatakan bahwa penghindaran pajak menimbulkan kemiskinan.

    Dari sisi petugas pajak, informasi aset sangat penting. Aset bisa berupa kepemilikan saham atau properti. Aset di Luar Negeri yang belum dilaporkan di SPT bisa dianggap sebagai penghasilan yang belum dilaporkan.

    Inilah modus-modus yang sering dilakukan wajib pajak super kaya:
    1. Wajib Pajak pada umumnya tidak melaporkan adanya penghasilan dari gaji yang diterima di Luar Negeri; 
    2. atas kepemilikan sahamnya di Luar Negeri, Wajib Pajak pada umumnya tidak melaporkan adanya penghasilan dari dividen yang dibagikan;
    3. Wajib Pajak tidak melaporkan kepemilikan aset di Luar Negeri karena menganggap aman dari pengawasan otoritas pajak di Indonesia.
    Para tax planner sebaiknya mulai sekarang segera taubat dari upaya sembunyi-sembunyi. Era transparansi segera datang. Rahasia bank akan segera usang. Setiap otoritas pajak akan mendapatkan informasi dari Negera Lain tentang aset seseorang termasuk kepemilikan uang dan rekening bank.



    kenaikan harta yang tidak jelas sumbernya merupakan penghasilan

    kenaikan harta yang tidak jelas sumbernya merupakan penghasilan

    kenaikan harta yang tidak jelas sumbernya merupakan penghasilan
    Apakah anda banyak harta yang tidak jelas sumbernya? Sumber harta dalam "kacamata" perpajakan adalah sumber penghasilan untuk mendapatkan harta tersebut. Petugas pajak harus memastikan bahwa harta yang dimiliki berasal dari sumber penghasilan yang sudah dikenai PPh. Penghasilan tersebut sudah dibayar PPh-nya. Jika tidak jelas atau jelas belum bayar PPh maka petugas pajak akan menagih pajak penghasilan atas harta tersebut.

    Sumber penghasilan dapat berupa hasil usaha, upah dan gaji dari pekerjaan, penjualan harta yang sebelumnya dikuasai, hasil investasi saham, hasil dari passive income seperti bunga dan sewa. Bisa sumber penghasilan dari penghasilan yang memang bukan objek Pajak Penghasilan seperti bantuan, sumbangan, hibah, warisan, klaim asuransi jiwa dan asuransi kesehatan.

    Baik yang sudah dikenai PPh final maupun yang bukan objek Pajak Penghasilan, semua penghasilan wajib hukumnya dilaporkan di SPT Tahunan. Jika tidak maka bisa jadi nanti dobel pengenaan karena petugas pajak menganggap bahwa atas penghasilan tersebut belum dikenai pajak.

    Begitu juga atas penghasilan yang sudah dipotong oleh orang lain dan dibayar oleh orang lain, tetap wajib dilaporkan. Dari sisi otoritas pajak, laporan pemotongan PPh yang dilaporkan di SPT Tahunan akan memberikan informasi ke otoritas pajak bahwa dia sudah dipotong oleh pihak lain dan otoritas pajak (DJP) akan melakukan cek silang. Jika belum disetor, maka DJP akan menagih.

    Kenaikan atau penuruan nilai harta harus seimbang dengan total penghasilan. Termasuk penghasilan istri. Maksudnya, jika ada kenaikan harta yang tinggi yang tidak diikuti dengan kenaikan penghasilan, maka kenaikan tersebut secara logika memang membuktikan adalah penghasilan yang belum dilaporkan.

    Harta yang diperoleh dengan cicilan tetap harus dilaporkan. Misal kita beli rumah melalui KPR. Nilai rumah 750 juta rupiah. Rumah tersebut kita laporkan di SPT Tahunan. Kemudian kita laporkan hutang di bank sebesar 600 juta rupiah. Maka otoritas pajak akan membaca bahwa kenaikan hartanya cuma 150 juta yang berasal dari penghasilan atau tabungan Wajib Pajak. 

    Bagaimana jika sebelumnya kita belum pernah lapor. Nah sekarang mau lapor. Kan tahun lalu di SPT Tahunan harta kita kosong, kemudian tiba-tiba harta kita sekarang besar. Berarti besar dong penghasilan yang belum dilaporkan? Benar! 

    Itulah pentingnya tax amnesty.  Supaya ada cut off. Wajib Pajak yang ikut program tax amnesty seperti di SPBU pelayan bilang, "Mulai dari nol ya Pak".



     

     

    Iklan