Tampilkan postingan dengan label bayar pajak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bayar pajak. Tampilkan semua postingan
Cara Mudah Mendapatkan ID Billing untuk Bayar Pajak

Cara Mudah Mendapatkan ID Billing untuk Bayar Pajak


eBilling sebagai sistem pembayaran pajak secara elektronik memberikan kemudahan cara penyetoran pajak. Terlebih, dengan adanya eBilling yang dapat mengeluarkan ID Billing, wajib pajak tak perlu lagi direpotkan dengan surat setoran pajak.

Jika Anda hendak bayar pajak online dengan sistem eBilling Pajak, secara umum ada tiga proses yang akan Anda lewati yaitu: proses pendaftaran, proses pembuatan billing pajak, dan proses penyetoran melalui bank persepsi.

Mengawali proses pendaftaran, silakan buka halaman http://djponline.pajak.go.id kemudian isilah data-data yang diperlukan. Di antaranya adalah NPWP, nama pengguna, EFIN, dan alamat email yang masih aktif.

Selanjutnya, Anda akan mendapatkan notifikasi di email Anda yang berisi username, PIN untuk login ke ke http://sse2.pajak.go.id, dan link aktivasi.

Anda telah melewati proses pendaftaran. Kini, waktunya membuat billing pajak dan mendapatkan ID Billing. Berikut ini cara mudah mendapatkannya:

  1. Buka situs SSE pajak;
  2. Login dengan menggunakan NPWP dan PIN yang dikirim ke e-mail Anda;
  3. Input data-data setoran pajak sesuai dengan kebutuhan Anda. Jika sudah yakin, klik ‘Simpan’;
  4. Setelah tersimpan, maka akan muncul tombol ‘Terbitkan Kode Billing’. Klik tombol tersebut untuk menerbitkan kode billing pembayaran pajak Anda;
  5. Anda dapat menyimpannya dengan cara dicetak atau dengan difoto.

Kini, Anda sudah dapat membayarkan pajak dengan mudah. Bawa kode billing yang sudah Anda dapatkan ke sejumlah channel pembayaran pajak seperti ATM, Bank, internet banking, dan kantor pos.

Selain pada saluran resmi eBilling Pajak milik DJP, Kode Billing bisa didapatkan pada penyedia jasa aplikasi yang telah ditunjuk resmi oleh DJP seperti OnlinePajak.

Di OnlinePajak, Anda bisa mendapatkan kemudahan proses hitung, membuat ebilling pajak, setor, dan lapor pajak online di satu aplikasi. OnlinePajak merupakan mitra resmi DJP, sehingga eBilling Pajak dan bukti bayar pajak online Anda sah dari DJP atau negara. Selengkapnya silakan klik https://www.online-pajak.com/id/ebilling-bayar-pajak-online.

Ini Cara Menghitung PPh Final Pajak UKM

Ini Cara Menghitung PPh Final Pajak UKM

Persepsi rumitnya kewajiban perpajakan bisa dikatakan menjadi salah satu alasan wajib pajak enggan mengurus pajak. Hal ini lah yang melatarbelakangi diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 (PP 46/2013) tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu di bawah Rp 4,8 miliar setahun.
Lebih jauh, peredaran bruto yang dimaksud dalam peraturan tersebut adalah omzet. Peraturan ini adalah inti dari Pajak UKM karena memberikan solusi bagi pelaku UKM berupa kemudahan dan kesederhanaan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. Penghitungan pajak yang berdasarkan omzet dimaksudkan agar pelaku UKM dapat mudah menghitung pajak yang harus dibayarkan tanpa keharusan atas pembukuan yang lengkap.
Sebagai contoh, Ibu Tisya adalah seorang pedagang batik dan telah merintis usahanya selama tiga tahun dengan omzet setahun terakhir Rp 200 juta. Rinciannya adalah sebagai berikut:
Januari25.000.000Juli20.000.000
Februari11.000.000Agustus18.000.000
Maret13.000.000September25.000.000
April16.000.000Oktober13.000.000
Mei15.000.000November17.000.000
Juni11.000.000Desember16.000.000
Total omzet usaha Ibu Olivia selama setahun adalah Rp 160 juta. Jadi, PPh Final UKM Ibu Olivia untuk Januari sebesar:
1% x Rp 25 juta = Rp 250 ribu
Pajak penghasilan pada Juni adalah
1% x Rp 20 juta = Rp 200 ribu
Demikian seterusnya. Omzet per bulan dikalikan 1%. Total pajaknya selama setahun adalah Rp 2 juta.
Seperti diketahui, PPh Final merupakan istilah atau nama lain dari PPh Pasal 4 ayat 2. Ada berbagai macam objek PPh Final, seperti untuk sewa bangunan, jasa konstruksi, pajak atas obligasi, pajak atas peredaran bruto (omzet) usaha.
Berdasarkan penghitungan di atas, semua transaksi penjualan Anda per bulan harus dijumlahkan terlebih dahulu, kemudian dikalikan 1%. Pada tanggal 15 setiap bulannya, Anda harus membayarnya ke kas negara. Setelah membayarnya, Anda akan mendapatkan bukti bayar pajak atau Nomor Tanda Penerimaan Negara (Bukti Pembayaran/NTPN).
Di aplikasi OnlinePajak, Anda dapat menghitung otomatis dan bayar pajak 1% dengan mudah, 1 klik saja. Tak perlu lagi datang ke bank untuk antre buat ID billing dan bayar pajak. Bagaimana caranya? Ini langkah-langkah mudahnya:
  • Daftar atau Masuk Aplikasi PPh Final 1%. Daftarkan akun Anda atau kalau sudah, pilih dan masuk ke aplikasi PPh Final 1% OnlinePajak.
  • Buat Faktur Penjualan. Buat faktur penjualan dengan mudah. Masukkan nama barang penjualan, jumlah dan harganya. OnlinePajak akan menghitung pajaknya secara otomatis.
  • Setor PPh Final 1% Selanjutnya, klik "Setor Pajak". Anda akan terhubung sistem Cash Management OnlinePajak untuk bayar pajak online dan buat e-billing pajak sekaligus. Pastikan Anda sudah menambah saldo (top up) di sistem Cash Management OnlinePajak.
  • Dapatkan NTPN. Dapatkan NTPN dan status setor pajak Anda berubah menjadi "Lunas".
Cek tulisan terbaru di aguspajak.com/blog




    Wajib Pajak UKM yang Dikenakan Tarif PPh Final

    Wajib Pajak UKM yang Dikenakan Tarif PPh Final

    Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPh Final adalah jumlah peredaran bruto (omzet) setiap bulan yang dikalikan tarif PPh final satu persen. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya.

    Siapa saja yang harus lapor dan setor Pajak PPh Final? Berikut ini kriteria wajib pajak UKM yang dikenakan dan tidak dikenakan tarif PPh Final/Pajak UKM. Wajib pajak yang dikenakan tarif PPh Final:

    1. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan yang tidak termasuk bentuk usaha tetap
    2. Menerima penghasilan dari usaha, tetapi tidak termasuk penghasilan dari jasa yang berhubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu tahun pajak.

    Tidak termasuk wajib pajak yang dikenakan PPh Final/Pajak UKM adalah:

    1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya, yaitu:
      • menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
      • menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.

    1. Wajib Pajak Badan yang:
      • belum beroperasi secara komersial; atau
      • Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto (omzet) melebihi Rp 4,8 miliar.

    Batas akhir penyetoran Pajak UKM adalah tanggal 15 setiap bulannya. Pajak UKM ini disetorkan ke kas negara melalui bank persepsi yaitu bank yang menerima pembayaran pajak. Setelah melakukan setor pajak Anda akan mendapatkan bukti bayar atau NTPN (Nomor Tanda Penerimaan Negara).

    Setiap tahun, pelaku UKM harus melaporkan pendapatan tahunannya dengan form SPT 1770 kepada DJP. Pada form SPT 1770 terdapat lampiran PPh Final. Pada lampiran ini, pelaku UKM harus memberikan laporan peredaran bruto atau omzet penjualannya dan melaporkannya ke KPP paling lambat tanggal 31 Maret.

    ADAKAH PTKP UNTUK UKM?

    Pada para pelaku UKM tidak dikenakan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) pada penghasilannya. Hal ini dikarenakan penghasilan bruto pelaku UKM sudah dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar satu persen.

    Hal ini berbeda dengan pegawai atau pekerja bebas yang menerima penghasilan dari suatu perusahaan dan dikenakan PTKP dengan jumlah tertentu yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak. Klik https://www.online-pajak.com/id/pph-final untuk info selengkapnya. 



    e-Billing, Evolusi Sistem Perpajakan di Tanah Air

    e-Billing, Evolusi Sistem Perpajakan di Tanah Air


    Sistem perpajakan di Indonesia perlahan mulai tertata seiring dengan kemunculan sistem elektonik mulai dari e-Reg, e-Faktur, e-Filing, hingga e-Billing Pajak. Selama bertahun-tahun, pengelolaan penerimaan negara di Indonesia dilakukan secara terpisah baik oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3), Direktorat Perbendaharaan Negara dengan SISPEN-nya, maupun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui sistem Electronic Data Interchange. Akhirnya, pada 2006 hingga kini disatukan melalui sistem Modul Penerimaan Negara (MPN) yang berada di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pajak.

    Dulu, sistem tersebut kerap disebut juga dengan MPN-G1 atau MPN Generasi 1 sebelum pemerintah meluncurkan sistem yang lebih baik, yaitu MPN-G2 pada 2014. Sebelum mengetahui perbedaan kedua sistem ini, Anda perlu memahami terlebih dahulu pengertian Modul Penerimaan Negara.

    MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, hingga pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara, dan merupakan bagian dari Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara. Singkatnya, MPN merupakan sarana masyarakat untuk membayar pajak ke negara melalui sistem yang telah diatur sesuai dengan undang-undang.

    Lantas mengapa pemerintah meluncurkan Modul Penerimaan Negara Generasi 2? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan melihat perbedaan di antara kedua sistem MPN. Perbedaan mendasar antara MPN dan MPN-G2 dapat dilihat dari tiga hal di bawah ini:

    1. Dokumen Sumber
    Sesuai dengan perdirjen 78/2006 ada dua dokumen sumber MPN-G1, yaitu Surat Setoran (SSP, SSPBB, SSB, SSBC, dll) dan Bukti Penerimaan Negara yang terbit ketika proses pembayaran telah dilakukan dengan adanya Nomor Transaksi Penerimaan Negara. Sementara itu, hanya ada satu dokumen sumber di MPN-G2, yaitu Bukti Penerimaan Negara.

    2. Tempat dan Channel Pembayaran
    Tempat pembayaran MPN Generasi 1 dapat dilakukan di Bank Persepsi dan Kantor Pos. Sementara channel pembayaran bisa menggunakan loket dan e-Banking. Generasi setelahnya tentu lebih canggih dan efektif karena tempat pembayaran dapat dilakukan di bank maupun nonbank. Channel pembayaran MPN-G2 pun jauh lebih banyak, yaitu: loket, ATM, ATM Mini (Electronic Data Capture), Internet Banking,SMS Banking, Supermarket, atau pun di gerai lainnya yang telah ditentukan.

    3. Proses Billing atau Pembentukan Data Tagihan
    Di MPN-G1, Anda harus mengisi formulir Surat Setoran bersamaan dengan proses pembayaran di Bank atau Kantor Pos. Kini, bayar pajak bisa dilakukan dengan mudah. Anda dapat membayar pajak kapan pun di mana pun selama memiliki koneksi internet karena Modul Penerimaan Negara Generasi 2 memiliki pembentukan data tagihan melalui sistem e-Billing (https://sse2.pajak.go.id).

    Sistem e-Billing memfasilitasi penerbitan kode billing dalam rangka pembayaran atau penyetoran penerimaan negara sehingga penggunanya tak perlu lagi membuat Surat Setoran Pajak dengan kertas/manual. Selain pada saluran resmi DJP, Kode Billing bisa didapatkan pada penyedia jasa aplikasi yang telah ditunjuk resmi oleh DJP.

    Saat ini, jika Anda hendak melakukan pembayaran pajak dengan sistem e-Billing, secara umum ada tiga proses yang akan Anda lewati yaitu: proses pendaftaran, proses pembuatan billing pajak, dan proses penyetoran. Klik https://www.online-pajak.com/id/ebilling-pajak untuk informasi selengkapnya terkait e-Billing.


    5 Manfaat e-Billing Pajak Ini Wajib Diketahui

    5 Manfaat e-Billing Pajak Ini Wajib Diketahui

    e-Billing dapat dikatakan sebagai salah satu terobosan di dalam dunia perpajakan Indonesia. Sistem pembayaran pajak elektronik yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak ini, adalah pembaharuan dari sistem Modul Penerimaan Negara, yang disebut Modul Penerimaan Negara Generasi Kedua.


    Pengguna e-Billing Pajak tak perlu lagi membuat Surat Setoran Pajak dengan kertas, karena e-Billing merupakan sistem yang memfasilitasi penerbitan kode billing, dalam rangka pembayaran atau penyetoran penerimaan negara. Pertanyaannya, mengapa harus menggunakan e-Biling pajak? Berikut ini 5 manfaat yang didapat jika Anda menggunakan e-Billing:


    1. Memberikan akses kepada wajib pajak untuk memonitor status penyetoran pajak;
    2. Meminimalisir terjadinya kesalahan manusia atau sistem, dalam perekaman data, pembayaran, hingga penyetoran;
    3. Memberikan keleluasaan kepada Wajib Pajak untuk membuat draft data setoran;
    4. Membuat proses kerja menjadi lebih ringkas karena tidak perlu lagi membawa banyak dokumen ke bank untuk melakukan penyetoran;
    5. Memudahkan integrasi antara Wajib Pajak, Bank Persepsi, dan Pemerintah.


    Jika Anda hendak melakukan pembayaran pajak dengan sistem e-Billing, secara umum ada tiga proses yang akan Anda lewati yaitu: proses pendaftaran, proses pembuatan billing pajak, dan proses penyetoran. Dapatkan informasi selengkapnya tentang e-Billing dengan klik di sini.


    Penggunaan e-Billing Pajak yang diwajibkan oleh pemerintah sejak tahun lalu juga diatur dalam PMK-242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak, PMK-32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik, dan PER-26/PJ/2014 tentang Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik.

    Cek tulisan terbaru di aguspajak.com/blog 

     

    e-Billing Pajak: Cara Bayar Pajak dengan Mudah

    e-Billing Pajak: Cara Bayar Pajak dengan Mudah

    Kini, bayar pajak tak perlu repot lagi. Teori ini dapat dibuktikan dengan kehadiran sistem pembayaran pajak secara elektronik yang disebut e-Billing. Sistem yang resmi diluncurkan tahun silam ini, disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam rangka memberikan kemudahan cara penyetoran pajak, melalui berbagai alternatif media pembayaran atau penyetoran pajak.


    Singkatnya, jika Anda sudah pernah melakukan pembayaran listrik atau tagihan telepon melalui ATM, maka e-Billing Pajak tak akan membuat Anda kesulitan. Sebab, secara garis besar prosedurnya sama dengan transaksi-transaksi pembayaran di atas. Bedanya, Anda perlu mengetahui kode instansi pajak pada ATM dan ID Billing atau Kode Billing pajak Anda.


    Kode Billing Pajak


    Kode billing adalah kode identifikasi yang terdiri dari 15 digit numerik dan diterbitkan oleh sistem billing atas suatu jenis pembayaran, atau setoran yang akan dilakukan wajib pajak. Kode ini digunakan untuk mengidentifikasi penerbit kode billing dalam Modul Penerimaan Negara Generasi Kedua.


    Bagaimana cara membuat kode billing? Pertama, silakan buka halaman djponline.pajak.go.id kemudian isilah data-data yang diperlukan. Di antaranya adalah NPWP, nama pengguna, EFIN dan alamat email yang masih aktif.


    Selanjutnya, Anda akan mendapatkan notifikasi di email Anda yang berisi username, PIN untuk login ke ke http://sse.pajak.go.id, dan link aktivasi.


    Anda telah melewati proses pendaftaran. Kini, waktunya membuat billing pajak dan mendapatkan ID Billing. Berikut ini cara mudah mendapatkannya:


    1. Buka situs SSE pajak;
    2. Login dengan menggunakan NPWP dan PIN yang dikirim ke e-mail Anda;
    3. Input data-data setoran pajak sesuai dengan kebutuhan Anda. Jika sudah yakin, klik ‘Simpan’;
    4. Setelah tersimpan, maka akan muncul tombol ‘Terbitkan Kode Billing’. Klik tombol tersebut untuk menerbitkan kode billing pembayaran pajak Anda;
    5. Anda dapat menyimpannya dengan mencetak atau dengan difoto.


    Setelah Anda memperoleh kode billing pajak, lakukan pembayaran melalui bank persepsi atau kantor pos. Pembayaran pajak juga dapat dilakukan melalui Teller Bank/Pos, ATM, atau internet banking. Surat Setoran Pajak direkam secara elektronik sehingga tidak perlu kertas berlembar-lembar.

    Selain pada saluran resmi DJP, kode billing bisa didapatkan pada penyedia jasa aplikasi yang telah ditunjuk resmi oleh DJP. Informasi lebih jauh terkait cara mudah mendapatkan ID Billing bisa Anda temukan https://www.online-pajak.com/id/ebilling-pajak.




    FAQ e-Billing

    FAQ e-Billing

    Sejak Januari 2016, DJP mengharuskan pembayaran pajak melalui modul MPN G2. Modul ini sering disebut e-Billing. MPN G2 mengharuskan setiap Wajib Pajak membuat kode billing sebelum setor pajak baik di bank, pos, ATM, maupun internet banking. Membuat kode billing bisa dilakukan di laman pajak.  Pada prakteknya, ternyata ada beberapa hambatan yang sering ditemui oleh Wajib Pajak untuk membuat kode billing. Berikut ini FAQ e-Billing yang saya copas dari powerpoint karya Rizqa Nulhusna. Sebelumnya, video buatan Rizqa Nulhusna juga saya posting pada bulan Agustus 2015.



    GAGAL SAAT RE GISTRASI
    Saat Registrasi muncul pesan USER ID sudah ada



    Penyebab:
    NPWP sudah terdaftar
    • Solusi:
    • Untuk cek data pendaftaran hubungi call centre e-billing di (021) 52903801-08


    LINK AKTIVASI TIDAK DITERIMA
    Tidak menerima link aktivasi setelah proses registrasi
    Penting: Link aktivasi berlaku 3 hari sejak pendaftaran

    Penyebab:
    Email dari e-billing masuk ke folder spam/junk mail
    User memasukkan alamat email yang tidak valid

    • Solusi:
    • Cek folder spam atau junk mail
    • Hubungi call center e-billing untuk penggantian alamat email dan pengiriman ulang link aktivasi dalam jangka waktu 3 hari sejak pendaftaran
    • Jika sudah lewat 3 hari sejak pendaftaran masih belum menerima email aktivasi maka registrasi ulang dapat dilakukan


    LINK AKTIVASI BERMASALAH
    Muncul pesan data tidak ditemukan saat klik link aktivasi

    Penyebab:
    User sudah melakukan aktivasi dan melakukan klik ulang link aktivasi

    • Solusi:
    • User dapat langsung login ke sistem dengan NPWP dan PIN yang sudah dikirimkan


    INGIN MENGUBAH ALAMAT EMAIL
    Ubah alamat email data pendaftaran e-billing

    Penyebab:
    Alamat email yang didaftarkan sudah tidak aktif, tidak bisa diakses, atau tidak dapat lagi digunakan.

    • Solusi:
    • Jika belum melakukan aktivasi, WP dapat menghubungi call center e-billing untuk penggantian langsung (jangka waktu 3 hari sejak pendaftaran)
    • Jika sudah melakukan aktivasi, WP harus lapor ke KPP terdaftar untuk permohonan penggantian data email di e-billing


    DATA REGISTRASI
    WP merasa belum pernah registrasi e-billing namun ternyata data pendaftaran sudah ada dan sudah di-aktivasi

    Penyebab:
    NPWP didaftarkan oleh orang lain (konsultan, petugas Bank, pegawai yang sudah resign, dll)

    • Solusi:
    • Untuk mengubah data pendaftaran dapat dilakukan dengan melapor pada AR di KPP terdaftar untuk permohonan penggantian data pendaftaran di e-billing


    LOGIN TIDAK BERHASIL
    Muncul pesan login tidak berhasil

    Penyebab:
    User salah memasukkan NPWP dan PIN

    • Solusi:
    • Pastikan NPWP dan PIN sudah diisi dengan benar
    • NPWP diisi 15 digit angka tanpa tanda baca
    • PIN sesuai dengan PIN terakhir yang dikirimkan ke alamat email


    LUPA PIN
    PIN tidak dapat digunakan untuk login

    Penyebab:
    User lupa dengan PIN terakhir yang digunakan

    • Solusi:
    • Klik lupa PIN pada halaman login
    • Masukkan NPWP dan email yang sudah didaftarkan untuk mendapatkan PIN yang baru




    Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak

    Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak

    Bayar Pajak itu di Bank atau Kantor Pos BUKAN di kantor pajak apalagi pegawai pajak
    Ini merupakan bagian yang paling disukai oleh Wajib Pajak. Angsuran atau penundaan pajak merupakan bagian dari manajemen pajak. Manajemen untuk mengurani beban cash flow perusahaan. Walaupun demikian, tidak semua hutang pajak dapat diangsur. 

    Postingan ini merupakan catatan saya dari Peraturan Menteri Keuangan nomor 242/PMK.03/2014 yang berlaku sejak 24 Desember 2014. Dengan memperhatikan batasan-batasannya, semoga fasilitas pembayaran pajak ini dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak.




    Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk mengangsur atau menunda kekurangan pembayaran pajak: 

    • Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan,
    • Pajak yang terutang berdasarkan SPPT PBB,
    • Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak PBB
    • Pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak PBB 
    • Surat Tagihan Pajak (STP), 
    • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),  
    • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), 
    • Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah



    Syarat Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan mengangsur atau menunda utang pajak adalah  karena kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya sehingga Wajib Pajak tidak mampu memenuhi kewajiban pajak pada waktunya.

    Permohonan Wajib Pajak harus diajukan secara tertulis menggunakan surat permohonan pengangsuran pembayaran pajak atau surat permohonan penundaan pembayaran pajak paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran, disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan, dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    • surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri surat kuasa sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
    • surat permohonan mencantumkan: jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk diangsur, masa angsuran, dan besarnya angsuran; atau jumlah utang pajak yang pembayarannya dimohonkan untuk ditunda dan jangka waktu penundaan.
    • dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran PBB yang masih harus dibayar, selain memenuhi persyaratan diatas, Wajib Pajak harus tidak memiliki tunggakan PBB tahun-tahun sebelumnya dan permohonan dimaksud juga harus dilampiri fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB, atau Surat Tagihan Pajak PBB yang dimohonkan pengangsuran atau penundaan.


    GARANSI WAJIB PAJAK

    Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak harus memberikan jaminan yang dapat berupa garansi bank, surat/dokumen bukti kepemilikan barang bergerak, penanggungan utang oleh pihak ketiga, sertifikat tanah, atau sertifikat deposito.

    Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran pembayaran pajak setelah melampaui batas waktu 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran harus memberikan jaminan berupa garansi bank sebesar utang pajak yang dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu pengangsuran.

    contoh Surat Permohonan Angsuran Utang Pajak menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 242/PMK.03/2014


    Contoh surat permohonan angsuran utang pajak atau penundaan pembayaran pajak dapat dilihat di Lampiran Peraturan Menteri Keuangan nomor 242/PMK.03/214.






    Jangka Waktu Pembayaran Dan Penyetoran Pajak

    Jangka Waktu Pembayaran Dan Penyetoran Pajak

    Tempat Bayar Pajak itu di Bank atau Kantor Pos BUKAN di kantor pajak apalagi pegawai pajak
    Seringkali kita agak susah mengingat kapan hari terakhir harus bayar pajak. Padahal Undang-Undang KUP sudah memberikan batasan. Disamping itu, Undang-Undang KUP juga mendelegasikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menentukan tata cara pembayaran pajak sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang KUP. Berikut ini saya copypaste batasan bayar pajak menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 242/PMK.03/2014. Saya kelompokkan berdasarkan batasan tanggal. Maksudnya untuk memudahkan mengingat saja. Semoga membantu.





    1 (satu) hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak

    • PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai


    harus disetor paling lama 7 (tujuh) hari bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

    1. PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran
    2. PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh kuasa pengguna anggaran atau pejabat penanda tangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPh Pasal 22
    3. PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran sebagai Pemungut PPN



    paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

    1. PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan
    2. PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong PPh
    3. PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong PPh
    4. PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh


    paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir

    1. PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
    2. PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri
    3. PPh Pasal 25 harus dibayar
    4. PPN yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
    5. PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri
    6. PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN yang ditunjuk selain Bendahara Pemerintah


    paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan

    • PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak
    • PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu 


    Sebelum dokumen ditandatangani

    • PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dipotong/dipungut atau yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak

    Saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor.

    • PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor


    Hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak rekanan pemerintah melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

    • PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh kuasa pengguna anggaran atau pejabat penanda tangan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPh Pasal 22



    Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan tetapi tidak melebihi batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.


    Bayar PBB:

    1. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang harus dilunasi paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang oleh Wajib Pajak.
    2. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak PBB harus dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Pajak PBB oleh Wajib Pajak..
    3. Pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak PBB harus dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Tagihan Pajak PBB oleh Wajib Pajak.

    STP, SKPKB, SKPKB, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, Putusan PK:
    1. harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
    2. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
    3. KECUALI untuk jumlah pajak yang tidak disetujui dalam hasil pembahasan akhir hasil pemeriksaan baik sebagian atau seluruhnya, namun tidak diajukan keberatan harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan
    4. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding


    Bagi Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal penerbitan


    Wajib Pajak orang pribadi usaha kecil harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

    • Wajib Pajak orang pribadi; dan
    • menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.

    Wajib Pajak badan usaha kecil harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

    • Wajib Pajak badan tidak termasuk BUT; dan
    • menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. 
    Untuk mendapatkan perpanjangan jangka waktu pelunasan, Wajib Pajak usaha kecil atau Wajib Pajak di daerah tertentu harus mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pelunasan kepada Direktur Jenderal Pajak, paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran dengan menggunakan surat permohonan perpanjangan jangka waktu pelunasan.


    Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur, yaitu hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum, atau cuti bersama secara nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.





    Iklan