Wakil Yang Dapat Mewakili Menurut Undang-Undang KUP
Tidak semua orang dapat mewakili Wajib Pajak. Tidak semua pegawai bisa mewakili perusahaan. Wajib Pajak badan diwakili oleh pengurus. Ini jika kondisi perusahaan normal. Tetapi jika perusahaan tersebut sudah pailit maka kurator mewakili Wajib Pajak badan tersebut. Atau Wajib Pajak badan tersebut dalam proses pembubaran, maka wakil dilakukan oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan.
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undan KUP menyebutkan:
Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal:
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undan KUP menyebutkan:
Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal:
- badan oleh pengurus;
- badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
- badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan;
- badan dalam likuidasi oleh likuidator;
- suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya; atau
- anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau pengampunya.
Surat Ederan Direktur Jenderal Pajak nomor SE-02/PJ/2017 menambahkan lagi dan memberikan contoh konkret wakil Wajib Pajak.
Menurut SE-02/PJ/2017 wakil yang dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak sebagai berikut:
- Pengurus untuk Wajib Pajak Badan
Pengurus merupakan orang yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan badan untuk kepentingan badan dan sesuai maksud dan tujuan badan, serta dapat mewakili badan baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang dibuktikan dengan dokumen berupa akta pendirian dan/atau dokumen lain yang dipersamakan.
Termasuk dalam pengertian pengurus untuk Wajib Pajak Badan adalah orang yang terbukti nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan serta orang yang diberi wewenang untuk menjalankan pengurusan perusahaan untuk kepentingan perusahaan sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan, di mana kedua hal tersebut dibuktikan dengan surat keterangan dari pimpinan yang berwenang yang menjelaskan keadaan demikian. Dalam hal ini, tidak diperlukan adanya surat kuasa khusus dalam rangka melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak Badan tersebut.
Orang yang termasuk dalam pengertian pengurus tersebut dapat menjabat sebagai komisaris, pemegang saham mayoritas atau pengendali, pemegang saham, karyawan Wajib Pajak Badan, atau pihak lain, sepanjang terbukti bahwa orang tersebut nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan.
Contoh:
1) Sdr.A merupakan direktur atas Wajib Pajak PT B, oleh karena itu sebagai pengurus PT B, dalam melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak PT B, Sdr.A tidak memerlukan surat kuasa.
2) Sdr.C merupakan pengurus Koperasi D, oleh karena itu sebagai pengurus Koperasi D, dalam melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Koperasi D, Sdr.C tidak memerlukan surat kuasa.
3) Sdr.E berkedudukan sebagai pembina Yayasan F dan berdasarkan keputusan rapat pembina, Sdr.G diangkat sebagai pengurus Yayasan F. Oleh karena itu, dalam melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Yayasan F, baik Sdr.E maupun Sdr.G tidak memerlukan surat kuasa.
4) Sdr.H merupakan pemegang saham di Wajib Pajak PT I dengan saham sebesar 51% akan tetapi terbukti secara nyata bahwa pemegang saham tersebut tidak memiliki wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan. Oleh karena itu, pemegang saham H tersebut tidak termasuk dalam pengurus dan apabila pemegang saham H berkehendak untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak PT I maka pemegang saham H tersebut harus memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagai seorang kuasa dan terhadapnya harus diberikan surat kuasa khusus oleh Wajib Pajak PT I.
5) Terdapat seorang manajer keuangan dari Wajib Pajak PT J yang terbukti sebagai orang/pihak yang mempunyai tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk membuat perjanjian dengan rekanan/pihak ketiga, menandatangani cek, serta hal-hal lain yang membuktikan bahwa manajer keuangan tersebut secara nyata memiliki wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan PT J. Hal tersebut juga dibuktikan dengan surat keterangan dari pimpinan yang berwenang yang menjelaskan keadaan demikian. Dalam keadaan demikian, manajer keuangan tersebut termasuk dalam pengertian pengurus dan apabila manajer keuangan tersebut berkehendak untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak PT J maka manajer keuangan tersebut tidak perlu diberikan surat kuasa khusus oleh Wajib Pajak PT J.
6) Terdapat seorang manajer operasional PT K yang terbukti sebagai pihak yang diberikan tugas oleh Direktur Utama dari PT K untuk membuat dan menandatangani perjanjian dengan rekanan/pihak ketiga dari Wajib Pajak PT K. Meskipun manajer operasional bertugas untuk membuat dan menandatangani perjanjian dengan rekanan/pihak ketiga, namun manajer operasional tersebut nyata-nyata terbukti bukan sebagai orang/pihak yang mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan. Pembuatan dan penandatanganan perjanjian yang dilakukan oleh manajer operasional tersebut hanya sebagai bentuk pelaksanaan tugas. Oleh karena itu, manajer operasional PT K tersebut tidak termasuk dalam pengertian pengurus dan apabila manajer operasional PT K berkehendak untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak PT K maka manajer operasional PT K tersebut harus memenuhi ketentuan dan persyaratan sebagai seorang kuasa dan terhadapnya harus diberikan surat kuasa khusus oleh Wajib Pajak PT K.
7) Sdr.L dan Sdr.N berkedudukan sebagai Direktur Utama dan pemegang saham atas Wajib Pajak PT M. Kemudian Sdr.L dan Sdr.N mengadakan perjanjian (otentik maupun di bawah tangan) dengan Sdr.O yang merupakan pihak lain di luar struktur organisasi PT M di mana namanya tidak tercantum dalam akta pendirian perusahaan maupun daftar pemegang saham. Dalam kenyataan sehari-hari, Sdr.O memiliki tugas, wewenang, dan tanggung jawab dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan, menandatangani kontrak dengan pihak rekanan/pihak ketiga, dan menandatangani cek. Dalam hal ini Sdr.O termasuk dalam pengertian pengurus dan apabila Sdr.O tersebut berkehendak untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak PT M maka Sdr.O tidak perlu diberikan surat kuasa khusus oleh Wajib Pajak PT M.
8) Tn.P merupakan seseorang berkewarganegaraan Arab yang ingin berinvestasi di Indonesia yang kepengurusannya dilakukan melalui sistem pelayanan terpadu satu pintu pada badan yang bertugas melakukan koordinasi penanaman modal di Indonesia. Pendaftaran NPWP dilakukan oleh Tn.P yang merupakan seseorang yang berwewenang dalam menentukan kebijaksanaan pada saat pendaftaran tersebut. Dalam hal ini, Tn.P merupakan wakil Wajib Pajak sehingga dalam pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban pendaftaran tidak memerlukan surat kuasa khusus.
9) Tn.Q merupakan seseorang berkewarganegaraan India yang bertempat tinggal di India. Dalam hal ini, Tn.Q tidak memiliki NPWP, namun Tn. Q merupakan salah satu direksi atas Wajib Pajak PT ABC. Dalam keadaan demikian, Tn.Q merupakan wakil Wajib Pajak sehingga dalam pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan PT ABC, tidak memerlukan surat kuasa khusus. Dalam hal pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan yang memerlukan pengisian NPWP, maka kolom pengisian NPWP dapat diisi dengan 00.000.000.0-000.000.
- Kepala perwakilan, kepala cabang, dan penanggung jawab untuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) Terhadap BUT,
Sehingga kepala perwakilan, kepala cabang, dan/atau penanggung jawab dari BUT tersebut tidak memerlukan adanya suatu surat kuasa khusus.
Contoh:
Terdapat perusahaan pelayaran luar negeri yang berstatus Wajib Pajak BUT di Indonesia dan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai usaha pelayaran di Indonesia, perusahaan pelayaran luar negeri tersebut wajib diwakili oleh perusahaan yang merupakan badan hukum di Indonesia atau perusahaan pelayaran luar negeri tersebut wajib mendirikan perwakilannya di Indonesia. Dalam hal ini, perusahaan pelayaran luar negeri tersebut telah menunjuk salah satu pengurus PT Q selaku perwakilan dari perusahaan pelayaran luar negeri tersebut. Sehingga salah satu pengurus PT Q tersebut dapat dikategorikan sebagai penanggung jawab dari Wajib Pajak BUT perusahaan pelayaran luar negeri tersebut.
Oleh karena itu, dalam rangka melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak BUT tersebut, salah satu pengurus PT Q yang ditunjuk tersebut tidak memerlukan adanya suatu surat kuasa khusus. Penunjukan orang atau badan dalam negeri sebagai wakil BUT, dibuktikan dengan dokumen yang diterbitkan oleh perusahaan luar negeri dan/atau instansi yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Kurator untuk Wajib Pajak yang dinyatakan pailit
Contoh:
PT R dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan niaga, kemudian pengadilan niaga menunjuk dan mengangkat Sdr.S sebagai kurator untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta debitur pailit (PT R). Dalam hal ini, Sdr.S selaku kurator PT R merupakan wakil Wajib Pajak Badan sehingga tidak membutuhkan surat kuasa khusus dalam pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan PT R.
- Orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan untuk Wajib Pajak Badan dalam hal pembubaran
Contoh:
Terdapat sebuah Wajib Pajak Badan dalam proses pembubaran berdasarkan penetapan pengadilan negeri, kemudian pengadilan negeri menunjuk dan mengangkat Sdr.T untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta Wajib Pajak Badan tersebut hingga selesainya proses pembubaran. Dalam hal ini, Sdr.T merupakan wakil Wajib Pajak Badan sehingga tidak membutuhkan surat kuasa khusus dalam pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak Badan tersebut.
- Likuidator untuk Wajib Pajak Badan dalam likuidasi
Contoh:
PT U merupakan perusahaan dalam proses likuidasi berdasarkan penetapan pengadilan negeri, kemudian pengadilan negeri menunjuk dan mengangkat Sdr.V sebagai likuidator PT U hingga selesainya proses likuidasi. Dalam hal ini, Sdr.V selaku likuidator PT U, merupakan wakil Wajib Pajak Badan sehingga tidak membutuhkan surat kuasa khusus dalam pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan PT U.
- Salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalan untuk suatu warisan yang belum terbagi
Contoh:
Sdr.W meninggal dunia pada tahun 2011 meninggalkan penghasilan pasif berupa deviden yang berhak diterimanya setiap tahun. Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan atas deviden tersebut dapat dilakukan oleh ahli warisnya tanpa menggunakan surat kuasa khusus.
- Wali untuk anak yang belum dewasa
Contoh:
Sdr.X merupakan seorang anak berumur 12 tahun yang memiliki penghasilan sebesar Rp500.000.000,00 per tahun. Sdr.Y merupakan bapak kandung dari Sdr.X. Oleh karena itu, pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan Sdr.X dapat dilakukan oleh Sdr. Y tanpa membutuhkan surat kuasa khusus.
- Pengampu untuk orang yang berada dalam pengampuan Pengampu bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak cakap hukum dilakukan berdasarkan penetapan dari pengadilan negeri.
Contoh:
Sdr.Z merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak cakap hukum, atas hal tersebut pengadilan negeri telah menetapkan Sdr.AB sebagai pengampu. Sdr.AB dapat melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Sdr.Z tanpa membutuhkan surat kuasa khusus