Tampilkan postingan dengan label Restrukturisasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Restrukturisasi. Tampilkan semua postingan
SE-45/PJ/2008

SE-45/PJ/2008

Beberapa waktu yang lalu telah diposting [catatan] adanya ketentuan Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008. Nah pada akhir Agustus [ditetapkan tanggal 28 Agustus 2008] lalu telah dikeluarkan Surat Edaran No. 45/PJ/2008.

Berkaitan dengan Surat Edaran No. 45/PJ/2008 saya catat ketentuan lanjutan tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha. Pada intinya isi Surat Edaran No. 45/PJ/2008 berkaitan dengan proses pemberian ijin dan setelah ada ketetapan dari Kanwil DJP baik permohonan penggunaan nilai buku diterima maupun ditolak. Catatan saya berkaitan dengan pencatatan harta yang dialihkan, penyusutan, offset piutang-hutang, dan lainnya. Silakan …

Pencatatan harta yang dialihkan:
a. Dalam hal pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku tidak mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak, pengalihan seluruh harta tersebut harus dinilai dengan harga pasar dan atas keuntungan yang diperoleh dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

b. Dalam hal pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku telah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta tersebut harus mencatat nilai perolehannya sesuai dengan nilai buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan Wajib Pajak yang mengalihkan harta.

c. Dalam hal Wajib Pajak sebelum merger atau pemekaran usaha telah melakukan penilaian kembali aktiva tetap, nilai buku yang dicatat adalah nilai buku setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tetap.

Penyusutan dan Amortisasi harta yang dialihkan
a. Penyusutan dan amortisasi atas harta yang dialihkan untuk tahun buku terjadinya pengalihan harta dilakukan secara prorata (perhitungan bulanan) berdasarkan masa manfaat yang tersisa sebagaimana tercantum dalam pembukuan Wajib Pajak yang mengalihkan harta.

b. Bagi Wajib Pajak yang mengalihkan harta, penyusutan dan amortisasi atas harta yang dialihkan dihitung secara prorata sampai dengan bulan dilakukannya pengalihan harta.

c. Bagi Wajib Pajak yang menerima harta, penyusutan dan amortisasi atas harta yang diterima dihitung secara prorata sebanyak sisa bulan sesudah bulan pengalihan harta.

d. Penyusutan dan amortisasi sebagaimana dimaksud pada huruf b dan c menggunakan metode penyusutan dan amortisasi yang dianut Wajib Pajak yang bersangkutan.

Kompensasi Timbal-Balik (offset) Utang Piutang
Dalam hai terjadi kompensasi timbal-balik (offset) utang piutang di antara para Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka merger, maka:
a. penghapusan utang bagi pihak debitur bukan merupakan penghasilan;
b. penghapusan piutang bagi pihak kredilur bukan merupakan biaya.

Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
a. Apabila merger dilakukan dalam tahun pajak berjalan, jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak yang menerima harta setelah merger tidak boleh lebih kecil dari penjumlahan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak yang terkait sebelum merger.

b. Dalam hal setelah merger Wajib Pajak yang menerima harta mengalami penurunan usaha, Wajib Pajak yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa/Tahunan Pajak Penghasilan
Dalam hal merger atau pemekaran usaha dilakukan dalam tahun berjalan:
a. kewajiban formal penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa/Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang mengalihkan harta berakhir sampai dengan masa pajak/bagian tahun pajak dilakukannya merger;

b. kewajiban formal penyampaian SPT Masa/Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak baru yang menerima harta dalam rangka peleburan dan pemekaran usaha, dimulai sejak Wajib Pajak terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak segera setelah pendirian badan usaha baru.

Pemeriksaan Pajak Menyangkut Tahun-Tahun Pajak Sebelum Tahun Terjadinya Merger
Apabila setelah merger dilakukan pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak yang mengalihkan harta menyangkut tahun-tahun pajak sebelum tahun terjadinya merger, surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan pajak tersebut serta tindakan penagihan dan/atau restitusinya diterbitkan atas nama dan NPWP Wajib Pajak yang mengalihkan harta q.q nama dan NPWP Wajib Pajak yang menerima harta.

Ketentuan Terhadap Pemegang Saham
Apabila pemegang saham dari Wajib Pajak yang mengalihkan harta tidak setuju dengan rencana pengalihan harta dan pemegang saham tersebut memilih menjual sahamnya :

a. atas selisih lebih antara harga perolehan dengan harga jual merupakan penghasilan pemegang saham tersebut dan terutang Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku

b. atas selisih kurang antara harga perolehan dengan harga jual yang diterima pemegang saham tersebut dapat dibebankan sebagai biaya, dengan syarat sepanjang pemegang saham tersebut menyelenggarakan pembukuan.

Pengenaan Sanksi
Apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun Direktur Jenderal Pajak melalui penelitian atau pemeriksaan menemukan bukti bahwa:
a. merger atau pemekaran usaha tidak memenuhi persyaratan business purpose test

b. dalam hal harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang menerima harta setelah terjadinya merger atau pemekaran usaha dipindahtangankan sebelum 2 (dua) tahun setelah tanggal efektif merger atau pemekaran usaha namun Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta:
[1] tidak menyampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tersebut layak dijual; atau
[2] menyampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tersebut layak dijual tetapi pernyataan tersebut tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,
maka nilai pengalihan harta dalam rangka merger atau pemekaran usaha berdasarkan nilai buku dihitung kembali berdasarkan nilai pasar.

Apabila Wajib Pajak yang telah memperoleh persetujuan Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku dalam rangka pemekaran usaha, namun:
a. belum dapat melaksanakan penawaran umum perdana (initial public offering); atau

b. telah memperoleh persetujuan perpanjangan jangka waktu pelaksanaan penawaran umum perdana (initial public offering) tetapi sampai dengan jangka waktu perpanjangan yang diberikan belum dapat melaksanakan penawaran umum perdana (initial public offering),
nilai pengalihan harta atas pemekaran usaha yang dilakukan berdasarkan nilai buku dihitung kembali berdasarkan nilai pasar.

Masa transisi
Permohonan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan. peleburan, atau pemekaran usaha yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 namun permohonan tersebut masih dalam proses penelitian dan evaluasi setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008, dilaksanakan dan diproses sesuai dengan tata cara berdasarkan ketentuan yang berlaku sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008.

Permohonan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang diajukan seteiah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 namun sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ./2008,dilaksanakan dan diproses sesuai dengan tata cara berdasarkan ketentuan.


Merger Dengan Nilai Buku

Merger Dengan Nilai Buku


Dibawah ini merupakan poin-poin yang saya catat dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-28/PJ/2008 yang ditandatangani pada tanggal 19 Juni 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Menggunakan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha. Pengalihan harta seharusnya menggunakan nilai pasar atau harga wajar. Karena itu, penggunaan nilai buku merupakan fasilitas perpajakan yang harus memenuhi beberapa syarat atau ketentuan tertentu. Nah, ketentuan-ketentuan tersebut saya sarikan dibawah ini.
Wajib   Pajak  yang  melakukan   merger  [penggabungan usaha atau peleburan usaha] dapat  menggunakan nilai buku. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian :
[1]. Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara tetap mempertahankan berdirinya  salah  satu  badan  usaha  yang  tidak  mempunyai  sisa kerugian atau mempunyai sisa kerugian yang lebih kecil. Sisa kerugian adalah sisa kerugian fiskal dan komersial.

[2]. Peleburan  usaha adalah penggabungan   dari   dua   atau   lebih   Wajib   Pajak   Badan   yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha baru.

[3]. Pemekaran usaha adalah pemisahan satu Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham menjadi dua Wajib Pajak Badan atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama. Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha yang   dapat menggunakan nilai buku adalah :
[3.a]. Wajib   Pajak   yang   belum   Go  Public  yang   akan   melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering); atau

[3.b].   Wajib Pajak yang telah  Go Public sepanjang seluruh  badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering).

[4].
Wajib   Pajak  yang  melakukan   merger wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

[4.a]. mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha;

[4.b]. melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait. Dan pelunasan pajak ini wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak yang mengalihkan harta dan Wajib Pajak yang menerima harta, termasuk utang pajak dari cabang atau perwakilan yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak lokasi.; dan

[4.c]. memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test), yaitu :

[4.c.1]. tujuan utama dari merger dan pemekaran usaha adalah menciptakan sinergi usaha yang kuat dan memperkuat struktur permodalan serta tidak dilakukan untuk penghindaran pajak;
[4.c.2]. kegiatan   usaha   Wajib   Pajak   yang   mengalihkan   harta   masih berlangsung sampai dengan tanggal efektif merger;
[4.c.3]. kegiatan   usaha  Wajib  Pajak   yang   mengalihkan  harta   sebelum merger terjadi wajib dilanjutkan oleh Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif merger;

[4.c.4]. kegiatan usaha Wajib Pajak yang  menerima harta dalam rangka merger tetap berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif merger;

[4.c.5] kegiatan usaha Wajib Pajak yang menerima harta dalam rangka pemekaran usaha wajib berlangsung paling singkat 5 (lima) tahun setelah tanggal efektif pemekaran usaha; dan

[4.c.6]. harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak yang menerima harta setelah terjadinya merger atau pemekaran usaha tidak dipindahtangankan oleh Wajib Pajak yang menerima harta paling singkat 2 (dua) tahun setelah tanggal efektif merger atau pemekaran usaha. Apabila melewati jangka waktu 2 (dua) tahun setelah tanggal efektif merger   atau   pemekaran   usaha,   Wajib   Pajak   tersebut   wajib menyampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tersebut layak dijual demi meningkatkan efisiensi perusahaan dan disertai dengan bukti pendukung. Pernyataan tertulis tersebut disampaikan  kepada  Kepala  Kantor Wilayah  Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak yang menerima  harta terdaftar paling lama   1   (satu)  bulan  setelah   terjadinya   penjualan  harta  dengan menggunakan   bentuk   formulir   sebagaimana   ditetapkan   dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-28/PJ/2008.

 [5]. Permohonan diajukan oleh :

[5.a]. Wajib Pajak yang menerima harta, dalam hal dilakukan merger; atau

[5.b]. Wajib Pajak yang mengalihkan harta, dalam hal dilakukan pemekaran usaha.
[6]. Permohonan diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang   membawahi  Kantor  Petayanan   Pajak  tempat  Wajib   Pajak pemohon  terdaftar paling  lama  6 (enam)  bulan  setelah  tanggal efektif merger atau pemekaran usaha dilakukan, dengan ketentuan :

[6.a]. menggunakan    surat    permohonan    sesuai    dengan    format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-28/PJ/2008;

[6.b]. melampirkan surat pernyataan yang mengemukakan alasan dan tujuan   melakukan   merger   atau   pemekaran   usaha   dengan disertai    bukti    pendukung    sebagaimana    dimaksud    dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-28/PJ/2008;

[6.c]. melampirkan daftar isian dan surat pernyataan dalam rangka business  purpose   test  sesuai   dengan   format   sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-28/PJ/2008;


[6.d]. Kepala   Kantor   Wilayah   Direktorat   Jenderal   Pajak   atas   nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan dari Wajib Pajak secara lengkap   dengan   menggunakan   bentuk   formulir   sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-28/PJ/2008;

[6.e]. Apabila jangka waktu satu bulan telah lewat dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama   Direktur   Jenderal   Pajak   belum   menerbitkan   keputusan, permohonan   Wajib   Pajak   dianggap   diterima   dan   kepadanya diterbitkan surat keputusan persetujuan.

Semoga bermanfaat.


Aturan Baru Merger

Aturan Baru Merger

Jakarta, 26 Maret 2008 - Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas, Djoko Slamet Surjoputro dan Direktur Peraturan Perpajakan II, Djonifar Abdul Fatah, hari ini bertempat di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan atau Pemekaran Usaha yang mulai berlaku sejak tanggal 13 Maret 2008.

1. Aturan Pokok
Dalam aturan pokok, nilai perolehan atau penggalihan harta yang dialihkan dalam rangka merger atau pemekaran usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Kebijakan pemerintah yang diatur dalam PMK No 43/2008 ini adalah untuk memberikan fasilitas menggunakan nilai buku dalam rangka merger atau pemekaran usaha.
2. Business Purposes Test
Busines Purpose Test adalah suatu pengujian yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk mengetahui apakah perusahaan yang mengajukan permohonan penggunaan nilai buku dalam rangka merger secara nyata ditujukan hanya untuk pengembangan usaha semata. Pengujian ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak (WP) yang akan menggunakan nilai buku dalam rangka merger atau pemekaran usaha. Tujuannya adalah agar WP dapat dievaluasi tentang maksud dan tujuannya untuk melakukan merger, sehingga dapat dicegah kemungkinan adanya usaha untuk penghindaran pajak yang tidak seharusnya terjadi.
Persyaratan ini sebetulnya dapat diilustrasikan secara sedeerhana sebagai berikut: kalau suatu perusahaan yang usahannya adalah bengkel sepeda ingin melakukan merger dengan pabrik tekstil, tentunya hal ini tidak memenuhi business purpose test karena merger tersebut bukan bertujuan untuk pengembangan usaha atau menciptakan sinergi yang lebih baik. Lain halnya suatu bank yang bermaksud merger denga perusahaan bank lainnya, disini terlihat maksud penggabungannya adalah dalam rangka pengembangan usaha (a good faith business purpose)
3. Tidak dicantumkannya Persyaratan Likuidasi
Dalam ketentuan terdahulu ditegaskan bahwa merger dilaksanakan dengan melikuidasi badan usaha yang menggabung atau badan-badan usaha yang bergabung (Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK.04/1998 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2005). Dalam ketentuan baru hal ini tidak dicantumkan lagi, sehingga perusahaan yang ingin menggunakan nilai buku dalam rangka merger tidak perlu likuidasi terlebih dahulu.
4. Tidak diperbolehkannya mengalihkan kerugian/sisa kerugian.
Dalam ketentuan terdahulu, WP dalam rangka merger boleh mengalihkan kerugian/sisa kerugian dengan syarat wajib melakukan revaluasi yang atas selisih revaluasi (capital gain) dikenakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final 10%.
Dalam ketentuan sekarang ini, Wajib Pajak dalam rangka merger tidak boleh mengalihkan kerugian/sisa kerugian.
5. Tidak adanya persyaratan revaluasi
Dalam ketentuan sekarang ini persyaratan revaluasi tidak dicantumkan. Berarti Wajib Pajak yang merger tidak wajib melakukan revaluasi terlebih dahulu, sehingga capital gain tidak akan timbul. Dengan demikian tidak ada penggenaan pajak.

Selesai
Contact person : Yari Yuhariprasetia, Subdit Hubungan Masyarakat P2Humas. Gedung B lantai 15 Kantor Pusat Jl. Gatot Subroto Kav 40-42.

Catatan : sampai dengan saat ini [posting melalui email@pajak.go.id] saya belum mendapatkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 karena di portaldjp pun belum dimuat. Terima kasih.




Catatan II [edit 14 April 2008]
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 bisa didapat disini. Terima kasih.


BII Kaji Insentif Pajak Merger

BII Kaji Insentif Pajak Merger

-- Koran SINDO - 13-Feb-2008 --
JAKARTA (SINDO) — PT Bank International Indonesia (BII) terus mengkaji pemberian insentif pajak merger sebesar 30% dan opsi merger dengan PT Bank Danamon Indonesia Tbk. ”Untuk merger, kami masih terus mengkaji opsi tersebut dan lihat saja keputusannya nanti.Jadi, saat ini belum banyak progres dan masih menunggu klarifikasi dari Bank Indonesia maupun Ditjen Pajak,” ujar Presiden Direktur BII Henry Hoo seusai penandatanganan kerja sama dengan Mandala Airlines di Jakarta kemarin. Menurut Henry, untuk kepentingan itu,Temasek Holdings sebagai pemegang saham pengendali sudah menyampaikan surat ke Bank Indonesia (BI). Opsi yang dipilih adalah merger antara perseroan dengan Bank Danamon. Namun, ada beberapa isu yang masih diselesaikan, yaitu insentif pajak merger dan harus mendapat kepastian sebelum melangkah lebih lanjut. Henry menuturkan dalam merger akan ada selisih antara nilai pasar dan nilai buku yang terkena pajak.Besarnya sekitar 30% dan hal ini yang akan diminta klarifikasi. Sebab, belum jelas apakah hal ini termasuk subjek pajak. Namun, perseroan tetap berkomitmen mematuhi kebijakan kepemilikan tunggal (single presence policy/SPP) dari BI pada 2010. ”Pembicaraan ini masih dilakukan dengan kedua perseroan dan kami masih mengeksplorasi setiap opsi. Masih ada waktu untuk menjernihkan segala hal sehingga bisa bergerak ke arah yang tepat,” paparnya. (tomi sujatmiko)

Komentar saya:
Wah, baru saja saya posting tentang merger. Menyambung posting sebelumnya bahwa merger atau restrukturisasi pada umumnya harus diletakkan pada nilai pasar dan transaksi wajar. Salah satu tujuan restrukturisasi adalah mencari nilai lebih, mencari keuntungan.

Beberapa kata sengaja saya beri bold sekedar untuk dikomentari. Namanya komentar tidak selalu benar, dan tidak dapat dijadikan acuan.
ada selisih antara nilai pasar dan nilai buku yang terkena pajak

Selisih antara harga jual (realisasi) dengan nilai buku sering disebut [terutama saya sendiri] capital gain jika menguntungkan atau capital loss jika merugikan. Menguntungkan artinya harga jual lebih besar daripada nilai buku.

Perlakuan perpajakan sebenarnya sangat serasi dengan prinsip akuntansi yang berlaku. Ini bunyi Pasal 10 ayat (2) UU PPh 1984:
Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.

Capital gain adalah objek PPh. Salah satu objek PPh yang disebutkan di Pasal 4 ayat (1) huruf d UU PPh 1984 adalah
keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;

dan ini adalah salah satu kalimat di memori penjelasan pasal tersebut :
Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dengan nilai bukunya merupakan penghasilan.

Hanya saja, Menteri Keuangan dapat memberikan fasilitas perpajakan untuk restrukturisasi dengan syarat-syarat tertentu. Dasar kewenangan Menteri Keuangan ada di Pasal 10 ayat (3) UU PPh 1984:
Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

Karena itu, Menteri Keuangan kemudian memberikan batasan, Wajib Pajak mana yang dapat memperoleh fasilitas restrukturisasi. Batasan-batasan dimaksud telah diatur di Keputusan Menteri Keuangan No. 469/KMK.04/1998, Pasal 4
(1) Untuk dapat melakukan penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, Wajib Pajak wajib mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait.

(2) Wajib Pajak yang melakukan penggabungan atau peleburan usaha dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak boleh mengalihkan kerugian/sisa kerugian badan usaha lama, kecuali :
a. Wajib Pajak tersebut melakukan revaluasi aktiva tetapnya terlebih dahulu; dan
b. masih aktif menjalankan usahanya; dan
c. Wajib Pajak yang menerima penggabungan usaha atau Wajib Pajak hasil peleburan usaha harus aktif menjalankan usaha sekurang-kurangnya sampai dengan 2 (dua) tahun setelah selesainya proses penggabungan atau peleburan usaha.

dan ini tambahan di pasal, Pasal 4A ada di Keputusan Menteri Keuangan No.211/KMK.03/2003
Dalam rangka penawaran umum perdana (Initial Publik Offering), Wajib Pajak yang telah menerima pengalihan harta dengan nilai buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha tanpa melakukan revaluasi aktiva tetap, dapat menerima pengalihan kerugian fiskal dari Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dan melakukan kompensasi kerugian fiskal sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan yang berlaku, setelah terlebih dahulu mendapatkan izin dari Menteri Keuangan dan melakukan penilaian kembali atas seluruh aktiva tetap perusahaan dari Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dengan harga pasar yang berlaku pada waktu penggabungan atau peleburan usaha dilakukan.

Selanjutnya nyambung ke posting sebelumnya.

cag!

Fasilitas Perpajakan Bagi Restrukturisasi Perusahaan

Fasilitas Perpajakan Bagi Restrukturisasi Perusahaan

Salam Kenal Pak Raden.
Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan mengenai PPh dan PPN berkaitan dengan konsolidasi bank. Apa dasar pengenaan PPh dan PPN bagi bank yang melakukan merger, konsolidasi dan akuisisi? Dalam surat kabar banyak diberitakan mengenai insentif pajak berkenaan dengan hal tersebut, mungkinkah pajak2 tersebut diberikan insentif? Apa dasarnya? Benarkah Dirjen pajak pernah memberikan insentip pajak untuk bank yang melakukan konsolidasi (kalo tidak salah ketika konsolidasi bank mandiri)?
Mohon penjelasan bapak, atas bantuan dan perhatiannya saya ucapkan terimakasih.
iwan ismail

Jawaban saya:
Terus terang saya agak bingung juga jawabnya. Tetapi saya coba jawab secara umum saja bahwa merger seperti Bank Mandiri dimungkinkan mendapatkan fasilitas bebas PPh dan PPN. PPh yang dibebaskan adalah PPh atas pengalihan tanah dan bangunan sebesar 5% dari total nilai pasar aktiva tanah dan bangunan yang dialihkan. Seharusnya PPh ini dipungut dan dibayar oleh “pembeli aktiva” atau acquiring company.

Dan, PPN yang dibebaskan adalah PPN Pasal 16D, yaitu PPN dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. Memang wajarnya, transferor company harus membayar PPN ini sebesar 10% dari nilai pasar aktiva yang diserahkan. Aktiva yang menjadi objek PPN Pasal 16D adalah aktiva yang pada saat perolehannya pajak masukannya dapat dikreditkan.

Bukan hanya itu, BPHTB pun bisa mendapat pengurangan sebesar 100% alias gratis bayar BPHTB. Semestinya, BPHTB ini wajib dibayar oleh pihak yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan atau aquiring company sebesar 5% dari total nilai pasar atau NJOP tanah dan bangunan setelah dikurangi NPOPTKP.

Khusus merger Bank Mandiri, pengurangan BPHTB ini diatur secara khusus (Bank Mandiri disebutkan) di Keputusan Menteri Keuangan No. 181/KMK.04/1999, No. 87/KMK.03/2002, 561/KMK.03/2004, dan Peraturan Menteri Keuangan No. 104/PMK.01/2005, dan No. 91/PMK.03/2006.

Bagaimana mendapatkan fasilitas tersebut? Mudah saja! Aquiring Company dalam kurun waktu kurang dari 6 (enam) bulan sejak tanggal merger harus mengajukan permohonan persetujuan pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak setempat. Satu bulan sejak permohonan diterima, Kanwil wajib mengeluarkan persetujuan atau penolakan. Jika permohonan diterima maka dapatlah fasilitas diatas. Jika ditolak maka melayanglah fasilitas diatas.

Panduan lebih lanjut tentang restrukturisasi perusahaan silakan unduh disini saja. Ada syarat-syarat lebih teknis yang tidak disebutkan diposting ini.



Iklan