Tampilkan postingan dengan label PBB. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PBB. Tampilkan semua postingan
Pengurangan PBB

Pengurangan PBB

Jika pada posting sebelumnya, PER-6/PJ./2008 diatur tentang pengurangan denda administrasi PBB maka pada posting kali ini akan disalin tata cara pengurangan PBB, pokok pajaknya. Hal ini diatur di Keputusan Menteri Keuangan No. 362/KMK.04/1999 tentang Pemberian Pengurangan PBB. Nah, biar tidak terlalu panjang, saya potong sampai pasal 6 saja deh. Selamat mencermati!

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

1. Pajak terutang adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terutang;
2. Bencana alam adalah gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus dan sebagainya;
3. Sebab-sebab lain yang luar biasa adalah kebakaran, kekeringan, wabah penyakit dan hama tanaman;
4. Kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya adalah :
a. obyek pajak berupa lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi;
b. objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat akibat adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan;
c. objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
d. objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
e. objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan;
f. objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan.


Pasal 2

Pengurangan atas pajak terutang dapat diberikan kepada :
1. wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4;
2. wajib pajak orang pribadi atau badan dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan 3;
3. wajib pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan.


Pasal 3

Pengurangan PBB diberikan atas pajak terutang yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP).


Pasal 4

(1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 dapat diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dari besarnya pajak terutang, dan ditetapkan berdasarkan pertimbangan kondisi objek pajak serta penghasilan wajib pajak.
(2) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 2 dapat diberikan sampai dengan 100% (seratus persen) dari besarnya pajak terutang.
(3) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 3 ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari besarnya pajak terutang.


Pasal 5

(1) Permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT atau SKP dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohonkan.
(2) Permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung :
a. sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP; atau
b. sejak terjadinya bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa.


Pasal 6

(1) Permohonan pengurangan pajak terutang dapat diajukan secara kolektif atau perseorangan.

(2) Permohonan pengurangan pajak terutang secara perseorangan harus dilampiri :
a. foto copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan pengurangannya; dan
b. foto copy tanda anggota Veteran, bagi anggota Veteran.

(3) Permohonan pengurangan pajak terutang secara kolektif dapat diajukan sebelum SPPT diterbitkan, selambat-lambatnya tanggal 10 Januari untuk tahun pajak yang bersangkutan melalui :
a. Pemerintah Daerah setempat; atau
b. Organisasi Legiun Veteran Republik Indonesia, bagi anggota Veteran.

(4) Permohonan pengurangan pajak terutang untuk wajib pajak badan harus dilampiri dengan :
a. Foto copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan pengurangannya;
b. Foto copy SPT PPh tahun pajak terakhir beserta lampirannya; dan
c. Laporan Keuangan.

(5) Permohonan pengurangan pajak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 2 harus dilampiri Surat Keterangan dari Pemerintah Daerah setempat/Instansi terkait.

(6) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak terutang apabila telah melunasi PBB untuk tahun sebelumnya atas objek pajak yang sama.


Meminta Pengurangan Denda PBB

Meminta Pengurangan Denda PBB

Berikut ini ada salinan pasal-pasal Peraturan Dirjen Pajak No. PER-6/PJ./2008 tentang Tata Cara Pengurangan Denda Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan. Mudah-mudahan berguna bagi mereka yang keberatan dengan penetapan besarnya PBB oleh kantor pajak.

PBB adalah masalah pajak untuk kelas atas sampai rakyat jelata. Sehingga, tidak jarang penetapan denda PBB sebesar [misalkan] Rp.100.000,00 akan memberatkan Wajib Pajak. Untuk tata cara permintaan pengurangan, peraturannya akan saya cari dulu :-)

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut dengan UU KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

2. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan UU PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.

3. Pengurangan denda administrasi adalah pengurangan denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 UU PBB.

4. Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan/Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut KPPBB/KPP Pratama adalah KPPBBIKPP Pratama tempat objek pajak terdaftar.

5. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disebut dengan SPPT adalah surat yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak yang terhutang kepada Wajib Pajak.

6. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan
SKP PBB adalah Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a UU PBB.

7. Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan STP PBB adalah Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) UU PBB.

8. Bukti pelunasan PBB adalah Surat Tanda Terima Setoran (STTS) atau dokumen lain yang dipersamakan dengan STTS.

Pasal 2

(1) Direktur Jenderal Pajak atas permintaan Wajib Pajak dapat mengurangkan denda administrasi karena hal-hal tertentu.

(2) Denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. denda administrasi sebesar 25% (dua puluh lima persen) dihitung dari pokok pajak yang tercantum dalam SKP PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) UU PBB;

b. denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) dan ayat (4) UU PBB.

(3) Hal-hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang mengalami kesulitan keuangan atau Wajib Pajak badan yang mengalami kesulitan likuiditas.

Pasal 3

(1) Permintaan pengurangan denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat diajukan secara perseorangan atau kolektif.

(2) Permintaan pengurangan denda administrasi secara kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan pokok pajak paling banyak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).

(3) Permintaan pengurangan denda administrasi secara kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Kepala Desa/Lurah.

Pasal 4

(1) Permintaan pengurangan denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. satu permintaan diajukan untuk 1 (satu) SPPT, SKP PBB, atau STP PBB, kecuali yang diajukan secara kolektif;

b. diajukan kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama;

c. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;

d. mengemukakan besarnya persentase pengurangan denda administrasi yang diminta disertai alasan yang jelas;

e. melampirkan surat kuasa khusus dalam hal surat permintaan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 32 UU KUP kecuali permintaan yang diajukan secara kolektif;

f. melunasi pokok pajak yang dimintakan pengurangan denda administrasi;

g. tidak memiliki tunggakan tahun-tahun sebelumnya dan belum daluwarsa menurut ketentuan perpajakan yang berlaku;

h. permintaan pengurangan secara kolektif hanya untuk SPPT dan/atau SKP PBB, atau STP PBB Tahun Pajak yang sama;

i. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak pelunasan pokok pajak yang dimintakan pengurangan denda administrasi.

(2) Dalam hal kepada Wajib Pajak diberikan pengurangan pajak yang terutang, maka pokok pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f adalah pokok pajak setelah pengurangan.

(3) Permintaan pengurangan denda administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan bukti pendukung.

Pasal 5

(1) Dalam hal pengajuan permintaan pengurangan denda administrasi tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Kepala KPPBB/KPP Pratama dapat meminta kepada Wajib Pajak untuk melengkapi kekurangan persyaratan dimaksud.

(2) Atas permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maupun atas kesadaran sendiri, Wajib Pajak harus melengkapi kekurangan persyaratan dimaksud dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya pengajuan permintaan pengurangan denda administrasi oleh KPPBBIKPP Pratama.

(3) Permintaan pengurangan denda administrasi yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan telah melampui waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dianggap sebagai surat permintaan sehingga tidak dipertimbangkan.

Pasal 6

Terhadap SPPT/SKP PBB/STP PBB yang telah diajukan permintaan pengurangan denda administrasi tidak dapat lagi diajukan permintaan pengurangan denda administrasi.

Pasal 7

Bukti pendukung permintaan pengurangan denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) untuk:

a. Wajib Pajak orang pribadi:

1. fotokopi SPPT/SKP PBB/STP PBB yang dimintakan pengurangan denda administrasi;

2. fotokopi bukti pelunasan PBB 5 (lima) tahun sebelumnya, atau bukti pelunasan tahun-tahun sebelumnya dalam hal Wajib Pajak memiliki, menguasai, dan/atau memanfaatkan objek pajak yang bersangkutan kurang dari 5 (lima) tahun;

3. fotokopi bukti pelunasan pokok pajak tahun yang dimintakan pengurangan denda administrasi;

4. fotokopi slip gaji atau dokumen lain yang menyatakan besarnya penghasilan dan/atau surat keterangan kesulitan keuangan dari Kepala Desa/Lurah;

5. fotokopi bukti pendukung lainnya.

b. Wajib Pajak orang pribadi secara kolektif:

1. fotokopi SPPT/SKP PBB/STP PBB yang dimintakan pengurangan denda administrasi;

2. fotokopi bukti pelunasan PBB 5 (lima) tahun sebelumnya, atau bukti pelunasan tahun-tahun sebelumnya dalam hal Wajib Pajak memiliki, menguasai, dan/atau memanfaatkan objek pajak yang bersangkutan kurang dari 5 (lima) tahun;

3. fotokopi bukti pelunasan pokok pajak tahun yang dimintakan pengurangan denda administrasi;

4. surat keterangan kesulitan keuangan dari Kepala Desa/Lurah; dan

5. fotokopi bukti pendukung lainnya.

c. Wajib Pajak badan:

1. fotokopi SPPT/SKP PBB/STP PBB yang dimintakan pengurangan denda administrasi;

2. fotokopi bukti pelunasan PBB 5 (lima) tahun sebelumnya, atau bukti pelunasan tahun-tahun sebelumnya dalam hal Wajib Pajak memiliki, menguasai, dan/atau memanfaatkan objek pajak yang bersangkutan kurang dari 5 (lima) tahun;

3. fotokopi bukti pelunasan pokok pajak tahun yang dimintakan pengurangan denda administrasi;

4. fotokopi laporan keuangan; dan

5. fotokopi bukti pendukung lainnya.

Pasal 8

Surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e berlaku untuk Wajib Pajak orang pribadi dengan pokok pajak paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan Wajib Pajak badan.

Pasal 9

(1) Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan atas permintaan pengurangan denda administrasi untuk pokok pajak lebih banyak dari Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).

(2) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak berwenang memberikan keputusan atas permintaan pengurangan denda administrasi untuk pokok pajak lebih banyak dari Rp. 500.000,000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).

(3) Kepala KPPBB/KPP Pratama atas nama Direktur Jenderal Pajak berwenang memberikan keputusan atas permintaan pengurangan denda administrasi untuk pokok pajak paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 10

(1) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, atau menolak permintaan.

(2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) harus diberikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya permintaan pengurangan denda administrasi yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

(3) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) harus diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya permintaan pengurangan denda administrasi yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, atau Kepala KPPBBIKPP Pratama tidak memberi suatu keputusan, maka permintaan dianggap dikabulkan dengan menerbitkan keputusan sesuai dengan permintaan Wajib Pajak.

(5) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada hasil penelitian.

Pasal 11

Bentuk formulir Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengurangan Denda Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan dan formulir Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengurangan Denda Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan Kolektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) ditetapkan sebagaimana Lampiran I dan Lampiran II peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 12

Permintaan pengurangan denda administrasi yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini diselesaikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku.

Pasal 13

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 11 Februari 2008

Direktur Jenderal Pajak,
ttd,

Darmin Nasution
NIP 130605098


Mengangsur PBB

Mengangsur PBB

apakah pembayaran pbb dapat diangsur? diatur di manakah itu kalau misalnya bisa dilakukan pengansuran?

Jawaban saya :
Pasal 10 ayat (2) UU KUP :
Tata cara pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporannya serta tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.


Pasal 7 Keputusan Menteri Keuangan No. 541/KMK.04/2000 :
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang bertambah serta Pajak Penghasilan Pasal 29, kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban pajaknya pada waktunya.


Dari peraturan diatas, saya menyimpulkan bahwa tidak ada peraturan yang membolehkan pembayaran PBB diangsur. Aturan mengangsur pajak hanya untuk pajak yang terutang dalam :
* Surat Tagihan Pajak,
* Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,
* Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan
* Surat Keputusan Pembetulan,
* Surat Keputusan Keberatan,
* Putusan Banding, serta
* Pajak Penghasilan Pasal 29

Tetapi jika merasa terlalu berat, Wajib Pajak dapat meminta pengurangan pembayaran PBB.
Pengurangan PBB yaitu pemberian keringanan pembayaran PBB yang terutang atas Objek PBB dapat diberikan kepada (berdasarkan Buku Informasi Perpajakan 2004] :
[a] Wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu Objek PBB yang ada hubungannya dengan Subjek PBB dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu :

[a.1.] lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki/dikuasai atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi;

[a.2] Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat disebabkan karena adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan;

[a.3] Objek PBB yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiun, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;

[a.4] Objek PBB yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;

[a.5] Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan;

Pemberian pengurangan dapat diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.

[b] Wajib Pajak Orang Pribadi dalam hal objek PBB terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus, dan sebagainya serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti kebakaran, kekeringan, wabah penyakit, dan hama tanaman.

Untuk kondisi Wajib Pajak ini dapat diberikan pengurangan sampai dengan 100% (seratus persen).

[c] Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan termasuk janda/dudanya. Pemberian pengurangan ditetapkan 75% (tujuh puluh lima persen), akan tetapi bagi janda/dudanya telah menikah lagi diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dan ditetapkan berdasarkan kondisi/penghasilan Wajib Pajak.


Iklan