Tampilkan postingan dengan label Fasilitas Pajak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fasilitas Pajak. Tampilkan semua postingan
Memaksimalkan Fasilitas PPN Tidak Dipungut atas Alat dan Jasa Angkutan Tertentu

Memaksimalkan Fasilitas PPN Tidak Dipungut atas Alat dan Jasa Angkutan Tertentu

Fasilitas PPN Tidak Dipungut atas Alat dan Jasa Angkutan Tertentu
gambar dari antaranews.com
Tahukah anda perbedaan PPN dibebaskan dan PPN tidak dipungut? Kedua istilah ini hampir sama. Kenyataannya sama-sama tidak memungut PPN walaupun PKP menerbitkan faktur pajak. Tetapi tidak memungutnya disebabkan oleh alasan yang berbeda. Bagi pengusaha, kebijakan yang paling menguntungkan adalah PPN tidak dipungut. Silakan dicermati! 


PPN dibebaskan itu artinya tidak ada pajak keluaran. Walaupun pengusaha menerbitkan faktur pajak, tetapi faktur pajak tersebut dibebaskan. Karena dibebaskan maka dianggap tidak ada. Ya, tidak ada PPN yang dipungut. 

Karena tidak ada faktur pajak keluaran, maka pengusaha yang menerbitkan faktur pajak "PPN Dibebaskan" tidak boleh mengkreditkan pajak masukan. Apa artinya? PPN yang dibayar pada saat perolehan barang atau jasa akan melekat ke harga pokok. Pengusaha akan menganggap pajak masukan sebagai biaya (PPN dibiayakan).

Sebaliknya, PPN tidak dipungut itu artinya ada pajak keluaran tetapi tidak dipungut. Pajak keluaran "dibiarkan" saja tidak dipungut oleh pengusaha. Praktisnya, pemerintah tidak mewajibkan memungut PPN tersebut. Pengusaha tetap menerbitkan faktur pajak.

Karena pajak keluaran ada, maka pada PPN tidak dipungut, pengusaha dapat mengkreditkan pajak masukan. Secara hitung-hitungan, PPN tidak dipungut akan berdampak seperti ekspor. Atas PPN yang sudah dibayar oleh pengusaha pada saat perolehan barang, pengusaha dapat meminta kembali kepada Negara melalui mekanisme restitusi.

PPN tidak dipungut boleh mengkreditkan pajak masukan secara tegas disebutkan di Pasal 4 Peraturan Pemerintah nomor 69 tahun 2015.

Jadi keuntungan pengusaha kena pajak dengan PPN tidak dipungut adalah bahwa atas barang atau jasa yang diserahkan benar-benar bersih PPN "seperti tidak dikenai pajak". Dengan demikian, harga barang yang dibayar konsumen seharusnya akan lebih murah.

Untuk memperoleh fasilitas PPN tidak dipungut, pengusaha harus mengajukan permohonan  Surat Keterangan Tidak Dipungut PPN (SKTD) ke kantor pajak dimana pengusaha terdaftar. SKTD ini ada dua jenis, yaitu: ada yang berlaku setiap kali transaksi, dan ada yang berlaku sampai dengan 31 Desember tahun diajukan permohonan. 

Secara lengkap syarat-syarat permohonan dan daftar BKP yang mendapat fasilitas ini dapat dilihat di bagian lampiran Peraturan Menteri Keuangan nomor 193/PMK.03/2015
contoh permohonan Surat Keterangan Tidak Dipungut PPN (SKTD)


Peraturan Menteri Keuangan nomor 193/PMK.03/2015 memberikan fasilitas lebih banyak dibandingkan saat PPN dibebaskan. Pengusaha yang dapat memanfaatkan fasilitas PPN tidak dipungut juga lebih banyak. 

Pihak yang mengajukan SKTD adalah importir dan penerima barang atau jasa. Jadi bukan penerbit faktur pajak. Tetapi jika penerbit faktur pajak menerima SKTD dari pembeli maka atas faktur pajak tersebut diberi cap "PPN TIDAK DIPUNGUT SESUAI PP NOMOR 69 TAHUN 2015"

Tulisan "PPN TIDAK DIPUNGUT SESUAI PP NOMOR 69 TAHUN 2015" dicap di faktur pajak dan PIB dengan menuliskan nomor dan tanggal SKTD.

Untuk memperoleh SKTD ini:

  • Wajib Pajak,
  • Kementerian Pertahanan,
  • Tentara Nasional Indonesia, dan
  • Kepolisian Negara Republik Indonesia

harus mengajukan permohonan SKTD kepada Direktur Jenderal Pajak c. q. KPP terdaftar dengan melampirkan rincian alat angkutan tertentu yang akan diimpor atau diperoleh.

Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan SKTD:

  • Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha jasa angkutan laut dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia atau kapal asing atas dasar sewa untuk jangka waktu atau perjalanan tertentu ataupun berdasarkan perjanjian dan telah memiliki surat izin usaha dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan.
  • Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional adalah badan hukum Indonesia atau badan usaha Indonesia yang menyelenggarakan kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, yang menggunakan kapal untuk kegiatan memuat dan mengangkut serta telah memiliki surat izin usaha dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.
  • Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhanan Nasional adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan Jasa yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh serta telah memiliki surat izin usaha dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan.
  • Perusahaan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional adalah badan hukum Indonesia atau badan usaha Indonesia yang menyelenggarakan usaha jasa pelayaran angkutan sungai, danau, dan penyeberangan dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia dan telah memiliki surat izin usaha dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan.
  • Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha angkutan udara untuk umum dengan memungut pembayaran dan telah memiliki surat izin usaha dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan.
  • Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum adalah badan hukum Indonesia yang mengusahakan sarana perkeretaapian umum berupa kendaraan yang dapat bergerak di jalan rel dan telah memiliki surat izin usaha dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan.
  • Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian berupa jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan dan telah memiliki surat izin usaha dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan.








#PajakMilikBersama


3 Keuntungan Revaluasi Aset Tahun 2015 dan 2016

3 Keuntungan Revaluasi Aset Tahun 2015 dan 2016

Fasilitas Pajak Penghasilan atas Revaluasi Aset Tahun 2015 dan 2016
gambar dari http://www.mappi.or.id/
Dalam rangka menambah setoran tunai pajak penghasilan, pemerintah telah mengeluarkan fasilitas perpajakan terkait revaluasi aset. Fasilitas ini memberikan tiga keuntungan bagi pelaku usaha jika pelaku usaha melakukan revaluasi aset tahun 2015 dan tahun 2016. Jika tahun 2017 atau setelahnya, maka pemajakannya tidak mendapat diskon.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 191/PMK.010/2015 pemerintah telah mengeluarkan kebijakan perpajakan terkait revaluasi, khususnya revaluasi yang dilakukan tahun 2015 dan 2016. Peraturan menteri keuangan ini diberi nama "Penilaian Kembali Aktiva Tetap Untuk Tujuan Perpajakan Bagi Permohonan Yang Diajukan Pada Tahun 2015 Dan Tahun 2016".

Secara formal, tujuan kebijakan khusus ini adalah:

  • menjaga stabilitas ekonomi makro, dan
  • mendorong pertumbuhan ekonomi
Karena khusus, maka Peraturan Menteri Keuangan nomor 191/PMK.010/2015 tidak mencabut atau mengubah Peraturan Menteri Keuangan nomor 79/PMK.03/2008. Jadi, setelah 2016 ketentuan tentang PPh atas revaluasi kembali lagi ke  Peraturan Menteri Keuangan nomor 79/PMK.03/2008 dan tarif yang dikenakan 10%.

Tarif khusus tahun 2015 dan 2016 itu sebagai berikut:

  • 3% (tiga persen), bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan penilaian kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, dan melunasi Pajak Penghasilan  sampai dengan tanggal 31 Desember 2015;
  • 4% (empat persen), bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan penilaian kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, dan melunasi Pajak Penghasilan dimaksud dalam jangka waktu sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 30 Juni 2016
  • 6% (enam persen), bagi Wajib Pajak yang telah memperoleh penetapan penilaian kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai, dan melunasi Pajak Penghasilan dimaksud dalam jangka waktu sejak tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2016
Jadi hal yang harus diperhatikan adalah jangka waktu setor PPh atas revaluasi :
  1. tiga persen untuk tahun 2015
  2. empat persen untuk semester I tahun 2016, dan
  3. enam persen untuk semester II tahun 2016
Jangka waktu setor PPh ini indikasi bahwa pemerintah lagi butuh duit. Idealnya PPh ini dikenakan selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku fiskal semula. Selisih lebih ini diketahui setelah ada laporan perusahaan jasa penilai atau ahli penilai. Inilah yang diatur di Peraturan Menteri Keuangan nomor 79/PMK.03/2008.

Tetapi karena lagi butuh uang tunai, maka PPh atas revaluasi tahun 2015 dan 2016 disetor dulu dari perkiraan penilaian kembali aktiva tetap. Silakan cek Pasal 5 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan nomor 191/PMK.010/2015

Nah, keuntungan bagi Wajib Pajak yang melakukan revaluasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 191/PMK.010/2015 ini adalah
  1. Diskon tarif PPh menjadi lebih kecil yaitu, 3%, 4% atau 6% saja;
  2. Sisi aktiva Neraca perusahaan akan naik sebesar nilai lebih dan dicatat dalam akun "Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Wajib Pajak Tanggal .... ". Akun ini disusutkan sesuai masa manfaat aktiva Tetap. Artinya, tahun-tahun setelah revaluasi penghasilan neto fiskal akan tergerus oleh penyusutan selish lebih revaluasi.
  3. Sisi ekuitas Neraca akan muncul "saham baru" baik berupa saham bonus atau saham baru tanpa penyetoran. Saham baru ini bukan objek PPh sesuai Pasal 2 hurup b Peraturan Pemerintah nomor 94 tahun 2010. Secara umum, penambahan saham tanpa setoran, apapun namanya, dianggap dividen. Bisa dicek bagian penjelasan Pasal 4 (1) huruf g UU PPh.
Jadi, keuntungan bagi pebisnis dengan revaluasi ini adalah selain mendapat diskon pajak penghasilan, pemegang saham juga dapat tambahan saham yang bukan objek PPh, dan secara fiskal penghasilan neto akan lebih kecil dibanding tahun lalu.

Satu lagi keuntungan revaluasi adalah bahwa dengan "tambahan nilai aktiva" maka perusahaan bisa nambah utang ke bank untuk modal kerja atau menaikkan nilai saham sebelum initial publik offering (IPO).

Agar bisa memanfaatkan fiasilitas ini, segera hubungi Kantor Jasa Penilia Publik terdekat.

Slide PMK-191 silakan diunduh





Manfaatkan Tahun Pembinaan Wajib Pajak untuk menghindari pemeriksaan pajak tahun 2015

Manfaatkan Tahun Pembinaan Wajib Pajak untuk menghindari pemeriksaan pajak tahun 2015

Manfaatkan Tahun Pembinaan WP sebelum diperiksa
Sebenarnya, reinventing policy atau Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015 tidak memberikan fasilitas jaminan "tidak akan diperiksa" seperti kebijakan sunset policy tahun 2008. Tetapi dalam rangka mendukung program Tahun Pembinaan Wajib Pajak (TPWP), maka Direktur Jenderal Pajak membuat kebijakan pemeriksaan khusus melalui Surat Edaran nomor SE-53/PJ/2015. Wajib Pajak dapat menghindari pemeriksaan dengan memanfaatkan TPWP.





 Surat Edaran nomor SE-53/PJ/2015 membagi kebijakan pemeriksaan terkait TPWP ini dalam dua bagian bagian (ini catatan saya):

  • belum ada usulan pemeriksaan,
  • intruksi dan SP2 sudah terbit tetapi pemeriksaan belum dimulai.
Belum ada usulan pemeriksaan maksudnya adalah kantor pajak akan memilih-milih Wajib Pajak mana yang akan diusulkan untuk diperiksa. Setiap tahun DJP sebenarnya sudah menerbitkan kebijakan secara umum. Tetapi khusus 2015 ini dikaitkan dengan TPWP.

Wajib Pajak yang diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan tahun 2015 menurut Surat Edaran nomor SE-53/PJ/2015 :
Wajib Pajak yang diterbitkan instruksi Pemeriksaan Khusus berdasarkan analisis risiko secara manual dan hasil analisis Informasi, Data, Laporan dan Pengaduan (IDLP) adalah Wajib Pajak yang telah diberi kesempatan oleh Kepala KPP melalui surat himbauan agar memanfaatkan kebijakan tahun pembinaan Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 tentang Pengurangan atau Penghapusan sanksi Administrasi atas Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan, dan Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak namun tidak memanfaatkan kebijakan tersebut.

Jika intruksi pemeriksaan sudah diterbitkan atau bahkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) sudah diterbitkan tetapi pemeriksaan belum dimulai maka kebijakan  Surat Edaran nomor SE-53/PJ/2015 :
sebelum pemeriksaan dilanjutkan, Kepala UP2 diminta untuk memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak tersebut agar memanfaatkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Dalam hal UP2 adalah KPP, pemberian kesempatan tersebut dilakukan dengan menyampaikan surat panggilan oleh Kepala KPP kepada Wajib Pajak;
  2. Dalam hal UP2 adalah Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, pemberian kesempatan tersebut dilakukan dengan menyampaikan surat panggilan oleh Kepala KPP kepada Wajib Pajak dengan tempat pemanggilan di Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.



SE-53/PJ/2015 juga menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang memenuhi panggilan dan memanfaatkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 diusulkan untuk dilakukan pembatalan instruksi/penugasan/persetujuan pemeriksaan.



SAAT MULAI PEMERIKSAAN
Pembatalan pemeriksaan dapat dilakukan sebelum pemeriksaan dimulai. Agar tidak "ketinggalan" maka perhatikan kapan pemeriksaan pajak dimulai. Saat mulai pemeriksaan diatur di Pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan nomor 17/PMK.03/2013:
Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 6 (enam) bulan, yang dihitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
Atau jika pemeriksaan dilakukan dengan jenis pemeriksaan kantor maka pemeriksaan dimulai sejak Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.

Jika pemeriksaan sudah dimulai, maka proses pemeriksaan harus diteruskan sampai selesai, dan Wajib Pajak menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kecuali berdasarkan pertimbangan tertentu dari Dirjen Pajak.

Jadi......
Manfaatkanlah TPWP dengan merespon Surat Himbauan dari kantor pajak.





Petunjuk Pelaksana Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi

Petunjuk Pelaksana Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi

Manfaatkan penghapusan sanksi administrasi di tahun 2015
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-40/PJ/2015 lebih banyak ditujukan untuk internal DJP. Terutama terkait dengan bagaimana permohonan penghapusan sanksi yang diajukan oleh Wajib Pajak diselesaikan. Apakah permohonan diproses berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 91/PMK.93/2015 atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 8/PMK.03/2013. Kedua peraturan mengatur pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi. 

Setelah membaca  SE-40/PJ/2015 saya berkesimpulan bahwa poin utama pemanfaatan Peraturan Menteri Keuangan nomor 91/PMK.93/2015 adalah:
  • penyampaian SPT Tahunan yang belum dilaporkan (terlambat), atau
  • penyapaian SPT Tahunan Pembetulan
yang dilakukan pada tahun 2015. Kesimpulan ini berdasarkan bagian "E. Materi" SE-40/PJ/2015 Mungkin kesimpulan salah tapi baiknya saya tampilkan matriknya:
Matrik penyelesaian permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
untuk memperjelas, klik dibagian gambar

CONTOH-CONTOH
SE-40/PJ/2015 juga memberikan contoh-contoh bagaimana penyelesaian permohonan penghapusan sanksi administrasi. Contoh-contoh ini memberikan pemahaman tentang ruang lingkup Peraturan Menteri Keuangan nomor 91/PMK.93/2015.  

Berikut saya copas:

Contoh 1:
PT ABC menyampaikan SPT Tahunan Tahun Pajak 2013 pada tanggal 27 Februari 2015 dengan status NIHIL. Atas keterlambatan penyampaian SPT tersebut, diterbitkan STP Pasal 7 Undang-Undang KUP pada tanggal 27 Maret 2015. Wajib Pajak mengajukan permohonan Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi. Apabila:

  • Wajib Pajak mengaju kan permohonan sebelum Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 berlaku (30 April 2015) maka Kantor Wilayah menghimbau Wajib Pajak untuk mencabut pengajuan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi sekaligus mengaju kan kembali permohonan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015.
  • Wajib Pajak mengajukan permohonan setelah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 berlaku, maka sanksi administrasi alas denda lersebul dihapuskan seluruhnya (Rp 1.000.000)


Contoh 2:
Tanggal 14 April 2015, KPP menerbilkan STP atas sanksi adminislrasi berupa denda Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang KUP kepada Wajib Pajak Badan yang belum menyampaikan SPT Tahunan Badan Tahun Pajak 2013. Tanggal 7 Mei 2015, Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Badan Tahun Pajak 2013.
 

Penyelesaian permohonan:
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan/penghapusan Sanksi Administrasi atas STP tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 .




Contoh 3:
PT B membayar kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Tahun Pajak 2014 pada tanggal 4 Mei 2015 sebesar Rp 10.000 .000 dan menyampaikan SPT nya pada tanggal 6 Mei 2015. KPP menerbitkan STP pada tangga l 23 Juli 2015. Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan/penghapusan Sanksi Administrasi pada tanggal 6 Agustus 2015.

Penyelesaian Permohonan:
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015
a. Pasal 7 Undang-Undang KUP Rp 1.000.000 (Dihapuskan seluruhnya)
b. Bunga Pasal 9 ayat (2b) (1 x 2 % x Rp 10.000.000) Rp 200.000 (Dihapuskan seluruhnya)




Contoh 3a:
PT B membayar kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Tahun Pajak 2013 pada tanggal 4 Desember 2014 sebesar Rp 10.000.000 dan menyampaikan SPT nya pada tanggal 6 Januari 2015. KPP menerbitkan STP pada tanggal 23 Juli 2015. Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan/penghapusan Sanksi Administrasi pada tanggal 6 Agustus 2015.

Penyelesaian Permohonan:
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015
a. Pasal 7 Undang-Undang KUP Rp 1.000.000 (Dihapuskan seluruhnya)
b. Bunga Pasal 9 ayat (2b) (8 x 2 % x Rp 10.000.000) Rp 1.600.000 (Dihapuskan seluruhnya)




Contoh 3b:
PT B membayar kekuran gan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Tahun Pajak 2014 pada tanggal 4 Desember 2015 sebesar Rp 10.000.000 dan menyampaikan SPT nya pada tanggal 6 Januari 2016. KPP menerbitkan STP pada tanggal 23 Juli 2016. Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan/penghapusan Sanksi Administrasi pada tangga 16 Agustus 2016.

Penyelesaian Permohonan:
Wajib Pajak tidak dapat mengajukan Pengurangan/Penghapusan Sanksi Administrasi atas STP tersebut sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 , namun dapat mengajukan permohonan pengurangan/penghapusan Sanksi Administrasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013.





Contoh 4:
PT. ABC menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2012 pada tanggal 20 Mei 2015. Pada tanggal 10 Juni 2015, KPP menerbitkan STP atas sanksi administrasi total Rp 11.000.000 dengan rincian :
a. denda Pasal 7 Undang-Undang KUP : Rp 1.000.000
b. bunga Pasal 9 ayat (2b) Undang-Undang KUP : Rp 10.000.000

Pada tanggal 24 Juni 2015, Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan/penghapusan Sanksi Administrasi. Apabila :

1. Wajib Pajak belum membayar STP

Penyelesaian permohonan :
Sanksi administ rasi berupa denda Rp 1.000.000 dan bunga Rp 10.000.000 dihapuskan seluruhnya sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015

2. Pada tanggal 20 Juni 2015 , Sanksi administrasi (senilai Rp 7.000.000) dalam STP telah diperhitungkan dengan kelebihan pembayaran pajak (potongan SPM Rp 7.000.000)

Penyelesaian permohonan:
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015:
a. Sanksi administrasi berupa denda Rp. 1.000.000 dan bunga Rp. 10.000.000 dihapuskan seluruhnya;
b. Kelebihan pembayaran sebesar Rp 7.000.000 dikembalikan sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1a) Undang-undang KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Penghitun gan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.

3. Pada tanggal 20 Juni 2015, WP membayar sebagian STP (senilai Rp 1.000.000)

Penyelesaian permohonan:
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015, sanksi administrasi yang dapat dihapuskan (sebagian) adalah Rp. 10.000.000

4. Pada tanggal 20 Juni 2015, WP membayar seluruh STP (Rp 11.000.000)

Penyelesaian permohonan:
Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Wajib Pajak tidak dapat diberikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015. (tidak dapat dihapuskan karena sudah lunas).





Contoh 5:
Tanggal 3 Desember 2014, Wajib Pajak membetulkan SPT Masa PPN Masa Pajak September 2014, atas pembetulan tersebut KPP menerbitkan STP pada tanggal 5 Maret 2015, Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan/penghapusan Sanksi Administrasi atas STP tersebut.
 

Penyelesaian permohonan:
Permohonan diselesaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013.




Contoh 5a:
Tanggal 3 Desember 2014, Wajib Pajak membetulkan SPT Masa PPN Masa Pajak September 2014, atas pembetulan tersebut KPP menerbitkan STP pada tanggal 4 Maret 2016, Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan/penghapusan Sanksi Administrasi atas STP tersebut.

Penyelesaian permohonan:
Permohonan diselesaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013.





Contoh 5b:
Tanggal 3 Desember 2015, Wajib Pajak membetulkan SPT Masa PPN Masa Pajak September 2014, atas pembetulan tersebut KPP menerbitkan STP pada tanggal 3 Maret 2016, Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan/penghapusan Sanksi Administrasi atas STP tersebut.

Penyelesaian permohonan:
Wajib Pajak dapat mengajukan Administrasi atas STP tersebut sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 91/PMK.03/2015.





Contoh 6:
SPT Masa PPN Masa Pajak September 2014 dilaporkan oleh Wajib Pajak pada tanggal 13 November 2014. Atas Keterlambatan penyampaian tersebut STP diterbitkan pada tanggal 5 Januari 2015. Kemudian Wajib Pajak menyampaikan SPT Pembetulan dan melunasi kekurangan bayar pada tanggal 25 Maret 2015, kurang bayar sebesar Rp 3.000.000 dan STP diterbitkan atas kurang bayar tersebut pada tanggal 20 Mei 2015, Wajib Pajak belum membayar kedua STP tersebut.

Penyelesaian Permohonan:
1. STP atas denda Rp 500.000 (Pasal 7 UU KUP) diselesaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013. 

(ini STP atas keterlambatan penyampaian SPT Masa PPN. SPT disampaikan tanggal 13 November 2014)
2. STP atas bunga (5 x 2% x Rp 3.000.000) = Rp Rp 300.000 diselesaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015.

(ini STP atas keterlambatan pembayaran. Wajib Pajak bayar tanggl 25 Maret 2015)


Nah, silakan membetulkan SPT Tahunan dan/atau SPT Masa di tahun 2015. Kemudian mengajukan penghapusan sanksi administrasi.  

Copy File permohonan penghapusan sanksi dan surat pernyataan, sila unduh bagi yang butuh.




#PajakMilikBersama

 

Iklan